EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN FIQH PADA MTsS ULUMUDDIN TERHADAP SANTRI KELAS VIII PUTRA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkaitan
dengan pendidikan, bahwa efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam
pengajaran.[1] Sebagaimana
diketahui bahwa dalam proses belajar mengaja disekolah, baik sekolah dasar maupun
menengah pasti mempunyai target
bahan ajar yang harus dicapai oleh setiap guru berdasarkan pada kurikulum yang berlaku
pada saat itu. Bahan ajar yang banyak terangkum dalam kurikulum tersebut
tentunya harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia tanpa mengabaikan tujuan utama
dari pembelajaran itu sendiri, yakni pemahaman dan keterampilan siswa. Sehingga
pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila tujuan-tujuan instruksional yang
telah ditentukan dalam pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Proses pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik supaya peserta berilmu
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan diri pada peserta didik.[2]
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik. Pembelajaran mempunyai
pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang
berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat
belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu obyektif yang
ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek
afektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.[3]
Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembangan dari segala bidang,
diantaranya bidang penididikan agama merupakan tanggung jawab kita semua,
selain itu indonesia juga memiliki keragaman budaya, suku, agama dan sistem
pendidikannya, mulai zaman penjajahan sampai sekarang ini, disamping itu kita
kenal adanya sistem pendidikan sekolah dan sestem pendidikan pesantren atau
Dayah Salafiyah. Pendidikan Pesantren dan Salafiyah sekarang ini ada yang
dikolaborasi menjadi satu pendidikan yang dikenal dengan nama Pesantren atau
Dayah Terpadu, pada Dayah Terpadu umumnya memiliki dua penggabungan kurikulum,
yaitu kurikulum umum yang dikenal dengan kurikulum dinas atau kurikulum
Madrasah dan kurikulum Dayah Salafiyah, tetapi ada juga beberapa Pesantren atau
Dayah Terpadu memiliki tiga kurikulum yang digabungkan dalam satu wadah
pendidikan yaitu terdiri dari kurikulum Madrasah, kurikulum Dayah Salafiyah dan
kurikulum Bahasa, ketiga kurikulum tersebut walaupun dalam satu wadah tetapi
pengurusnya berbeda atau masing-masing mempunyai kepala bidang yang bertanggung
jawab terhadap kelangsungan proses pembelajaran ataupun pendidikan pada tiga
lembaga tersebut dan mereka mempunyai wakil kepala bidang kurikulum
masing-masing. Diantara kurikulum Madrasah dan kurikulum Dayah Salafiyah
terdapat beberapa mata pelajaran yang sama tetapi isi, metode pembelajaran dan
referensinya berbeda beda, sebagai salah satu contohnya pelajaran fiqh, yaitu pada lembaga Madrasah dikenal dengan
pelajaran Fiqh Madrasah yang berpedoman pada kurikulum Departemen Kementrian
Agama yang dipelajari dari buku-buku fiqh berbahasa Indonesia dan pada pada
lembaga Dayah Salafiyah dikenal dengan Fiqh Klasik yaitu dipelajari melalui
kitab-kitab Fiqh Klasik yang berbahasa Arab atau lebih dikenal dengan nama
kitab kuning atau kitab gundul.
Efektifitas Pembelajaran
akan sangat mendukung suatu hasil belajar
apabila adanya pembelajaran tambahan baik yang dilakukan dalam pesantren maupun diluar
pesantren diantara faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses belajar
mengajar adalah faktor kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar dengan adanya interaksi antara guru
dan murid. Faktor tersebut harus dimiliki guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar (pengajian), sebab didalam pengajian terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut
antara lain disebabkan oleh kemampuan guru dalam mengajar dan latar
pendidikannya. Guru yang memiliki motivasi yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada siswa, demikian pula waktu dan tenaga yang
dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran
sangat sedikit. Sehingga menjadikan pembelajaran tidak berjalan maksimal. Untuk
mengetahui kontribusi kitab-kitab salaf dalam pengajaran fiqih di pesantren,
maka perlu memahami unsur-unsur yang terdapat dalam sistem pengajaran fiqih
serta kecenderungan yang ada dalam pengajaran fiqih di pesantren. Bertitik
tolak dari temuan-temuan mengenai hal tersebut dapat dilakukan prediksi tentang
pengajaran fiqih di pesantren pada masa yang akan datang.
Seiring dengan
perkembangan zaman, pada akhir abad 19 pesantren merubah sistem pendidikannya
yaitu dengan memasukkan pengetahuan umum pada kurikulumnya, yang sebelumnya
pesantren hanya mempelajari ilmu pengetahuan agama yang bersumber dari
Al-Qur’an, Hadist dan kitab-kitab yang berbahasa Arab atau kitab kuning,
perubahan ini didukung oleh pemerintah mewajibkan Madrasah Wajib Belajar (MBW)
yaitu pada tahun 1958/1959.[4] Bahkan
kini pesantren, selain menerapkan jenjang kelas yang setingkat dengan sekolah
formal pada umumnya juga telah berkembang dan berusaha menerapkan perguruan
tinggi yang disebut dengan Ma’had ‘Ali. Dayah Mudi Mesra Samalanga Bireun
adalah salah satu contoh lembaga Dayah yang sedang berusaha menerapkan sistem
perguruan tinggi kedalam jenjang pendidikan yang dimiliki dayah tersebut.
Secara garis
besar Madrasah Tsanawiyah saat ini dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1.
Madrasah Tsanawiyah Negeri yang tetap mempertahankan kurikulum Kementrian
Agama dan Kementrian Pendidikan yang dikenal dengan Kurikulum Madrasah.
2.
Madrsah Tsanawiyah Swasta adalah madrasah yang berada didalam pondok
pesantren atau dayah yang menggabungkan kurikulum madrasah, kurikulum dayah
salafiyah dan kurikulum bahasa dan ada juga madrasah diluar pondok pesantren
atau dayah yang masih sama kurikulumnya dengan Madrasah Tsanawiyah Negeri.
Madrasah
Tsanawiyah Swasta Ulumuddin adalah Madrasah yang berada dalam pondok pesantren
terpadu yang bernama Dayah Ulumuddin yaitu sebuah pondok pesantren yang
terletak di Desa Uteunkot Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe, sejak
berdirinya sampai saat ini telah banyak menghasilkan alumni-alumni yang
berkualitas dalam berbagai disiplin ilmu keagamaan dan ilmu umum lulusan dalam
negeri dan luar negeri, kehadiran Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin
ditengah-tengah masyarakat bukan sekedar memenuhi kebutuhan keilmuan, melaikan
juga penyebaran etika dan moralitas keagamaan, kedudukan kepala madrasah dan
pimpinan dayah mempunyai peranan besar dalam mewujudkan pendidikan dalam
masyarakat, disamping itu juga, Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin Uteunkot
Cunda Lhokseumawe telah banyak Meluluskan Santrinya untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Ilmu yang
ditimba para alumni MTsS Ulumuddin sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat
dan berjuang. Ini tentu ditunjang dari sistem pendidikan MTsS Ulumuddin yang
manajemennya telah di rancang dengan baik. Guru yang mengajar di MTsS Ulumuddin
umumnya alumni MTsS Ulumuddin yang telah menempuh pendidikan sarjana dan master
bahkan ada yang sedang menempuh Strata 3 (S3) keluar negeri dan dalam negeri.
Jadi dalam pembelajaran MTsS Ulumuddin mudah terkendali karena gurunya itu para
alumni yang telah berpengalaman di MTsS Ulumuddin sebelumnya. Walaupun demikian
masalah selalu ada, banyak santri yang berbeda pendapat dan berbeda keinginan
dalam belajar fiqh, oleh karena itu para guru dayah telah berusaha keras dalam
memberikan ilmu kepada santri supaya mudah dalam memahami fiqh. Efektivitas Pembelajaran
dalam Pesantren perlu kita perhatikan, lebih lagi itu pembelajaran agama di MTsS
Ulumuddin. Pembelajaran agama yang kita utamakan
dalam penelitian ini yaitu Pembelajaran Fiqh.
Dari latar
belakang masalah diatas, maka lembaga pendidikan Madrasah yang berada dibawah
naungan pondok pesantren atau dayah memiliki ciri khas, kelebihan dan
kekurangan tersendiri, namun tetap bertahan didunia pendidikan, oleh karena itu
peneliti akan mengankat suatu permasalahan yang berjudul “Efektifitas Pembelajaran Fiqh Pada Madrasah
Tsanawiyah Swasta Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe”, adapaun tempat penelitian adalah Madrasah
Tsanawiyah Swasta yang terdapat pada Dayah Ulumuddin Lhokseumawe.
B. Pertanyaan Penelitian
Adapun yang menjadi pertanyaan
penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran Fiqh pada kelas VIII putra
di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda
Lhokseumawe ?
2. Bagaimana implikasi materi fiqh pada siswa di
MTsS Ulumuddin
Uteunkot Cunda Lhokseumawe ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan
penelitian diatas, maka tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran
Fiqh di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda
Lhokseumawe ?
2. Untuk mengetahui implikasi materi
fiqh pada siswa pada MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe ?
D.
Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi
mamfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat Teoritis dan manfaat
Praktis.
1. Manfaat Teoritis.
Yang menjadi manfaat
teoritis dalam skripsi ini adalah untuk menambahkan
wawasan, pembendaharaan dan ilmu pengetahuan tentang metode penelitian dan efektifitas
pembelajaran fiqh di MTsS Ulumuddin
Uteunkot
Cunda Lhoksemawe.
2. Manfaat Praktis
Yang menjadi manfaat
praktis dalam penelitian ini adalah
sebagai prasyarat memperoleh strata satu (S1) dan memberikan kontribusi kepada
Ustaz dan guru di MTsS Ulumuddin terhadap pembelajaran fiqh.
E.
Definisi Operasional
Mengingat judul
penelitian menimbulkan polemik atau penafsiran yang bermacam-macam, berikut
peneliti mendefinisikan judul dengan variable judul:
1.
Efektifitas Pembelajaran
Efektivitas merupakan derivasi dari kata efektif
yang dalam bahasa Inggris effective didefinisikan “producing
a desired or intended result” atau “producing the
result that is wanted or intended” dan definisi sederhananya “coming
into use”[5].
Efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat
membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan
“keadaan berpengaruh, hal berkesan” atau ” keberhasilan (usaha, tindakan)”.[6]
2. Pembelajaran Fiqh.
Sistem pengajaran fiqih
di pesantren pada umunya diselenggarakan secara non klasikal, yakni
dengan menerapkan metode sorogan dan bandongan. Selain kedua metode tersebut,
di pesantren juga kerap digunakan metode mudzakarah/seminar. Untuk mengetahui
tingkat penguasaan santri, dilaksanakan pola evaluasi yang tidak berdasarkan
peringkat angka-angka, melainkan berdasarkan kemampuannya dalam membaca dan
memahami kitab yang dipelajarinya.
Di mayoritas pesantren,
kitab-kitab fiqih yang diajarkan adalah karya-karya fiqih Syafi’iyah yang
ditulis pada periode abad pertengahan (X - XV M). Kitab-kitab ini terdiri dari
berbagai jenis dan tingkatan dan digunakan sesuai dengan tingkat penguasaan
santri terhadap kitab salaf. Terdapat
indikasi kuat bahwa pengajaran kitab-kitab fiqih salaf akan senantiasa
dipertahankan meskipun ada pembaharuan sistem pendidikan pesantren. Unsur-unsur
yang mengalami perubahan adalah pada segi manajemen, pola pendidikan, dan
metode pengajaran.
Madrasah
artinya sekolah atau perguruan (biasanya yang berdasarkan Agama Islam),
Tsanawiyah adalah tingkat pendidikan menengah pertama dan Swasta adalah milik
pribadi (bukan negeri), Ulumuddin nama sebuah lembaga pendidikan Islam.
Sedangkan Uteunkot Cunda Lhokseumawe sebuah lokasi tempat berada Madrasah
Tsanawiyah Swasta Ulumuddin.[7]
F.
Kajian Terdahulu
Sejauh pencarian
peneliti melalui digital dan manual baik melalui pustaka dan blog, peneliti juga menemukan judul penelitian yang hampir sama.
1.
Perbedaan Pembelajaran Fiqh Madrasah Aliyah dan Fiqh Salafiyah, yang di
teliti oleh Khaidir.
2.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Efektifitas
Efektivitas merujuk pada kemampuan
untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau
hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat
daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client.[8]
Secara harfiah efektivitas sama dengan keefektifan. Menurut Kaluge
& Bert istilah “pembelajaran efektif” tidak lazim digunakan. Yang kerap
dipakai ialah ‘keefektifan mengajar’ dan ‘keefektifan pendidikan’. Tetapi
keefektifan pendidikan tidak menunjukkan elemen pendidikan yang dimaksudkan:
pendidikan pada level sekolah, kebijakan pendidikan, sistem pendidikan ataukah
pendidikan pada level ruang kelas. Istilah ‘keefektifan pengajaran’ memberikan
tekanan pada pendidikan di level ruang kelas, yang terutama dipengaruhi sebagian
besar oleh perlakuan guru.[9]
Keefektifan berhubungan dengan tujuan atau sasaran yang
ditentukan sejak awal yang dapat diukur dengan tes prestasi, baik berupa
kognitif, afektif maupun psikomotor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keefektifan pembelajaran tidak hanya disebabkan oleh faktor guru dan kurikulum.
Banyak faktor lain, mulai dari kondisi di kelas sampai aktivitas-aktivitas guru
bisa mempengaruhi prestasi siswa atau menjelaskan perbedaan prestasi siswa
termasuk status sosial ekonomi, etnis dan gender.
B.
Indikator-indikator Efektivitas Pembelajaran.
Adapun indikator dalam
efektivitas dalam penelitian ini adalah:[10]
1. Ketuntasan belajar
2. Aktivitas belajar siswa
3. Waktu pelaksanaan
pembelajaran
4. Kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran
5. Respon siswa terhadap pembelajaran yang positif
6. Hasil belajar
Untuk
memperjelas indikator-indikator diatas, maka peneliti jelaskan sebagai berikut:
1. Ketuntasan belajar
Ketuntasan belajar dapat dilihat dari hasil belajar yang telah mencapai ketuntasan individual, yakni siswa
telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah
yang bersangkutan.
2. Aktivitas belajar siswa
Aktivitas belajar siswa
adalah proses komunikasi dalam lingkungan kelas, baik proses akibat dari hasil
interaksi siswa dan guru atau siswa dengan siswa sehingga menghasilkan
perubahan akademik, sikap, tingkah laku, dan keterampilan yang dapat diamati
melalui perhatian siswa, kesungguhan siswa, kedisiplinan siswa, keterampilan
siswa dalam bertanya/ menjawab.
Aktivitas siswa dalam
pembelajaran bisa positif maupun negatif. Aktivitas siswa yang positif
misalnya; mengajukan pendapat atau gagasan, mengerjakan tugas atau soal,
komunikasi dengan guru secara aktif dalam pembelajaran dan komunikasi dengan
sesama siswa sehingga dapat memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi,
sedangkan aktivitas siswa yang negatif, misalnya menganggu sesama siswa pada
saat proses belajar mengajar di kelas, melakukan kegiatan lain yang tidak
sesuai dengan pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru.
Banyak
aktifitas-aktifitas yang dilakukan
anak-anak disekolah, tidak
hanya mendengarkan dan mencatat
seperti yang lazim disekolah
tradisional. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar
yang berisi 177 macam kegiatan murid antara lain:[11]
1. Visual
activities (13): seperti membaca, memperhatikan, menggambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan oranglain, dan lain-lain.
2. Oral
activities (43): seperti menyatakan,
merumuskan, bertanya, member saran, diskusi,
interupsi, dan lain-lain.
3. Listening
activities (11): seperti mendengarkan
uraian, musik, pidato, dan lain-lain.
4. Writing
activities (22): seperti menulis
cerita, karangan, laporan, tes,
angket, menyalin, dan
lain-lain.
5. Motor
activities (47): seperti melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan lain-lain
6. Drawing
activities (8): seperti menggambar,
membuat grafik, peta, dan lain-lain.
7. Mental
activities (23): seperti menanggap,
mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan, mengambil keputusan, dan lain-lain.
8. Emotional
activities (23): seperti menaruh minat, bosan,gembira dan lain-lain.
Pada penelitian ini,
peniliti akan
meneliti aktifitas siswa yang meliputi kerapian dan ketertiban siswa, kesiapan alat-alat tulis, kesiapan menerima
materi pelajaran, persiapan buku–buku LKS, sikap dan perilaku, mendengarkan penjelasan ,keaktifan menjawab pertanyaan, keaktifan bertanya, keaktifan dalam diskusi, dan keaktifandalam
mengerjakan tugas.
3. Kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran
Guru merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi hasil pelaksanaan dari pembelajaran yang telah
diterapkan, sebab guru adalah pengajar di kelas. Syarat
mutlak yang harus dimiliki
seorang guru adalah penguasaan materi dan cara penyampaiannya. Seorang guru yang tidak menguasai materi yang akan diajarkan tidak
akan bias mengajar
dengan baik.[12]
Untuk
keperluan analitis tugas guru adalah sebagai pengajar, maka kemampuan guru yang
banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses pembelajaran dapat
diguguskan ke dalam empat kemampuan yaitu:
a. Merencanakan program
belajar mengajar (membuat RPP)
b. Melaksanakan dan
memimpin/ mengelola proses belajar mengajar
c. Menilai kemajuan proses
belajar mengajar
d. Menguasai bahan
pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang
dipegangnya.
Keempat kemampuan guru
di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional. Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran adalah kemampuan guru dalam melaksanakan serangkaian kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4. Waktu pelaksanaan
pembelajaran
Untuk
mencapai pembelajaran yang efektif, maka harus ada penentuan waktu yang bagus
agar siswa dan guru mempunyai kosentrasi yang penuh, karena tanpa konsentrasi
dalam belajar mengajar tidak akan tercapai pembelajaran yang efektif.
Untuk
lebih jelasnya, peneliti buat satu contoh agar mudah di pahami. Jika kita
laksanakan pembelajaran pada waktu shalat zuhur, pada umumnya waktu siang
banyak siswa yang merasa perutnya lapar dan pada waktu siang tepatnya untuk
shalat zuhur, jadi alangkah baiknya pada waktu zuhur tidak ada aktivitas
belajar mengajar untuk sesaat, setelah siswa makan dan shalat baru kita
laksanakan kembali pembelajaran.
5. Respon siswa terhadap pembelajaran yang positif
Angket respon siswa digunakan untuk menjawab
pertanyaan mengenai pembelajaran yang digunakan. Respon siswa adalah
tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika melalui penerapan pembelajaran kontekstual pada siswa. Model
pembelajaran yang baik dapat memberi respon yang positif bagi siswa setelah
mereka mengikuti kegiatan pembelajaran. Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian
ini adalah minimal 80% siswa yang memberi respon positif terhadap jumlah aspek
yang ditanyakan.
6. Hasil belajar
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi atau bukti
terhadap tercapainya pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap
spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan
yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses
pembelajaran.
Dalam pedoman ini, pengertian penilaian sama dengan asesmen.
Terdapat tiga kegiatan yang perlu didefinisikan, yakni pengukuran, penilaian,
dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun
memang saling berkaitan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil
pengamatan dengan suatu kriteria atau ukuran. Penilaian adalah proses
mengumpulkan informasi/bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan,
dan menginterprestasi bukti-bukti hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses
mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Berdasarkan kurikulum
2013 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), terdapat kriteria
ketuntasan belajar perorangan
dan klasikal yaitu:
Predikat
|
Nilai
Kompetensi
|
||
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
Sikap
|
|
A+
|
4
|
4
|
SB
|
A-
|
3,66
|
3,66
|
|
B+
|
3,33
|
3,33
|
B
|
B
|
3
|
3
|
|
B-
|
2,66
|
2,66
|
|
C+
|
2,33
|
2,33
|
C
|
C
|
2
|
2
|
|
C-
|
1,66
|
1,66
|
|
D+
|
1,33
|
1,33
|
K
|
D
|
1
|
1
|
a.
Untuk KD
pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan belum tuntas belajar untuk
menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai < 2.66
dari hasil tes formatif.
b.
Untuk KD
pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan sudah tuntas belajar untuk
menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai ≥ 2.66 dari
hasil tes formatif.
c.
Untuk KD
pada KI-1 dan KI-2, ketuntasan seorang peserta didik dilakukan dengan
memperhatikan aspek sikap pada KI-1 dan KI-2 untuk seluruh matapelajaran, yakni
jika profil sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B)
menurut standar yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Implikasi dari ketuntasan belajar
tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Untuk KD
pada KI-3 dan KI-4: diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan
kepada peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 2.66.
b.
Untuk KD
pada KI-3 dan KI-4: diberikan kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya ke KD
berikutnya kepada peserta didik yang memperoleh nilai 2.66 atau lebih dari
2.66; dan.
c.
Untuk KD
pada KI-3 dan KI-4: diadakan remedial klasikal sesuai dengan kebutuhan apabila
lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai kurang dari 2.66.
d.
Untuk KD
pada KI-1 dan KI-2, pembinaan terhadap peserta didik yang secara umum profil
sikapnya belum berkategori baik dilakukan secara holistik (paling tidak oleh
guru matapelajaran, guru BK, dan orang tua).
C. Pendekatan dan Konsep
Penilaian Efektivitas Pembelajaran
Untuk mengetahui
efektivitas suatu program, perlu dilakukan penilaian terhadap manfaat atau daya
guna program tersebut. Penilaian terhadap manfaat atau daya guna disebut juga
dengan evaluasi. Dulu, evaluasi hanya berfokus pada hasil yang dicapai.
Jadi, untuk mengevaluasi objek pendidikan, seperti halnya pembelajaran,
hanya berfokus pada hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha
evaluasi ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variable evaluasi dalam
bermacam-macam model evaluasi.
Dalam menilai
efektivitas, Tayibnafis menjelaskan berbagai pendekatan evaluasi, yakni sebagai
berikut:[13]
1. Pendekatan
eksperimental (experimental approach). Pendekatan ini berasal dari
kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Tujuannya
untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program
tertentu dengan mengontrol sabanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh
program.
2. Pendekaatan yang
berorientasi pada tujuan (goal oriented approach). Pendekatan ini
memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan.
Pendekatan ini amat wajar dan prakits untuk desain pengembangan program.
Pendekatan ini memberi petunjuk kepada pengembang program, menjelaskan hubungan
antara kegiatan khusus yang ditawarkan dengan hasil yang akan dicapai.
3. Pendekatan yang
berfokus pada keputusan (the decision focused approach). Pendekatan ini
menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam
menjalankan tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini, informasi akan amat berguna
apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan. Oleh sebab
itu, evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan
program.
4. Pendekatan yang
berorientasi pada pemakai (the user oriented approach). Pendekatan ini
memfokuskan pada masalah utilisasi evaluasi dengan penekanan pada perluasan
pemakaian informasi. Tujuan utamanya adalah pemakaian informasi yang potensial.
Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan
mempengaruhi kegunaan evaluasi, seperti cara-cara pendekatan dengan klien,
kepekaan, faktor kondisi, situasi seperti kondisi yang telah ada (pre-existing
condition), keadaan organisasi dengan pengaruh masyarakat, serta situasi dimana
evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Dalam pendekatan ini, teknik analisis data,
atau penjelasan tentang tujuan evaluasi memang penting, tetapi tidak sepenting
usaha pemakai dan cara pemakaian informasi.
5. Pendekatan yang
responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif menekankan
bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian suatu isu
dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, berminat, dan
berkepentingan dengan program (stakeholder program). Evaluator menghindari
satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang diperoleh dengan memakai tes,
kuesioner, atau analisis statistik, sebab setiap orang yang dipengaruhi oleh
program merasakannya secara unik. Evaluator mencoba menjembatani pertanyaan
yang berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan
orang-orang tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami ihwal program
melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif/naturalistik. Pengumpulan data
dilakukan dengan observasi dan wawancara, sedangkan instrumen tes atau quesioner dilakukan sebagai data pendukung serta interprestasi data dilakukan secara impresionistik. Evaluator mengobservasi,
merekam, menyeleksi, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding)
peserta program, dan mencoba membuat model yang mencerminkan pandangan berbagai
kelompok. Elemen penting dalam pendekatan ini adalah pengumpulan dan
penyintesisan data dengan tidak menghindari pengukuran dan teknik analisis data.
Dengan jalan ini, evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang yang
berkepentingan pada hasil evaluasi, bukan pada permintaan desain penelitian
atau teknik pengukuran.
Selain melalui
pendekatan-pendekatan diatas, efektivitas pembelajaran dapat ditinjau dengan
menggunakan berbagai model evaluasi. Salah satu model yang populer adalah model
CIPP (Context, Input, Process, Product).[14] Model ini bertitik tolak pada pandangan bahwa
keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain sebagai
berikut:
1. Karakterisitk peserta
didik dan lingkungan.
2. Tujuan program dan
peralatan yang dipakai.
3. Prosedur dan mekanisme
pelaksanaan program.
Menurut model ini,
terdapat empat dimensi yang perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah
program pendidikan dikembangkan. Dimensi tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Konteks
(context), merupakan situasi atau latar belakang yang memengaruhi tujuan
dan strategi yang dikembangkan, misalnya: kebijakan departemen atau unit kerja
yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja, dan masalah
ketenagaan yang dihadapi unit kerja.
2.
Masukan (input), mencakup bahan, peralatan, dan fasilitas yang
disiapkan untuk keperluan program, misalnya: dokumen kurikulum dan bahan ajar
yang dikembangkan, staf pengajar yang bertugas, sarana/prasarana yang tersedia,
dan media pendidikan yang digunakan.
3.
Proses (process), merupakan pelaksanaan nyata dari program
pendidikan di kelas/lapangan yang meliputi: pelaksanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan evaluasi, dan pengelolaan program.
4.
Hasil (product), yaitu keseluruhan hasil yang dicapai oleh program.
Hasil utama yang diharapkan dari program produktif adalah meningkatnya
kompetensi siswa sesuai bidang keahliannya.
Selain model CIPP,
model lain dalam evaluasi program yang diperkenal-kan Stake dalam Tayibnafis yaitu model Countenance.[15] Model ini menekankan
dua dasar dalam evaluasi yaitu description dan judgment, serta
membedakannya dalam tiga tahap yaitu antecedents/context, transaction/process,
dan outcomes/ output.[16]
Stake menegaskan bahwa peenilaian suatu program pendidikan, dilakukan dengan
membandingkan yang relatif antarsatu program dengan yang lain, atau
perbandingan yang absolut (satu program dengan standar). Dalam model ini, antecedents
(masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil)
dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan
keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut
untuk menilai manfaat program.
Kategori evaluasi
reaksi dan belajar, lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan yang terakhir,
yaitu perubahan perilaku dan tercapainya hasil yang optimal. Perubahan perilaku
sukar untuk diidentifikasi, karena banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di
luar program pelatihan. Akhirnya, dampak pelatihan terhadap hasil yang dicapai
merupakan ukuran yang paling signifikan. Hal ini dapat dinilai dengan
mengetahui tingkat kepuasan dunia usaha/industri sebagai user dari
lulusan.
D.
Pengertian Pembelajaran Fiqh.
Pembelajaran merupakan
proses kegiatan belajar mengajar yang juga berperan dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa. Dari proses pembelajaran itu akan terjadi sebuah
kegiatan timbal balik antara guru dengan siswa untuk menuju tujuan yang lebih
baik. Untuk melakukan sebuah proses pembelajaran, terlebih dahulu harus
dipahami pengertian dari kata pembelajaran.
Sudjana mendefinisikan pembelajaran
sebagai suatu usaha secara terencana dan sadar melalui prosesaksi (komunikasi satu
arah antara pengajar dan peserta didik); interaksi (komunikasi dua arah, yaitu antara
pengajar dan peserta didik; dan peserta didik dengan pengajar); dan transaksi
(komunikasi banyak arah, yaitu antara pengajar dan peserta didik, peserta didik
dan pengajar, serta peserta didik dan peserta didik) sehingga menghasilkan perubahan
tingkahlaku.[17]
Proses pembelajaran
adalah proses yang didalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan
komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
belajar.[18]
Menurut bahasa “fiqih” berasal dari kata
faqiha-yafqahu-fiqihan yang berarti mengerti atau paham berarti juga paham yang
mendalam. Dari sinilah ditarik perkataan fiqih, yang memberi pengertian
kepahaman dalam hukum syariat yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Jadi, Fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang
berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah,
makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).[19]
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Swasta merupakan salah satu mata
pelajaran PAI yang mempelajari tentang fikih ibadah, terutama menyangkut
pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan
pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta fikih muamalah yang menyangkut
pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan
minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual
beli dan pinjam meminjam. Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki
kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam
dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu
sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.
Mata pelajaran fiqh dalam perspektif
Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Madrasah Madrasah Tsanawiyah Swasta
merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan agama islam yang diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan
syariat islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidup (way of life)
melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.[20]
Dalam proses pembelajaran fiqh, maka
sewajarnya diperhatikan langkah-langkah persiapan dan penyelenggaraan
pemelajaran agar materi yang disampaikan tersebut dapat berdaya guna bagi para
siswa. Ada beberapa langkah dalam penyelenggaraan pembelajaran fiqh yaitu :
1.
Pengembangan bahan pembelajaran
yaitu kecakapan proses dan materi
2.
Menetapkan kompetensi dasar dalam
kehidupan sehari-hari, makasiswa belajar dalam konteks lingkungan sehingga
siswa memiliki kecakapan hidup.
3.
Menetapkan model pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan yang berbasis kompetensi.
4.
Menetapkan sistem evaluasi
pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan pengembangan bahan pembelajaran.[21]
Besarnya apresiasi kalangan
pesantren terhadap karya-karya fiqih, terutama pada abad XX, merupakan
konsekuensi logis dari keberadaan fiqih sebagai ilmu yang memiliki keterkaitan
yang nyata dengan perilaku keseharian setiap individu maupun masyarakat.[22] Di samping itu, penekanan pada fiqih dalam tradisi
keilmuan pesantren merupakan akibat dari sebuah proses pembaharuan, baik yang
dilakukan secara berkelompok maupun individual.
F.
Dasar Hukum Pembelajaran Fiqh
1. Al-Qur’an
Makna kata Qur’an adalah sinonim dengan qira’ah
dan keduanya berasal dari kata qara’a. dari segi makna, lafal Qur’an
bermakna bacaan. Kajian yang dilakukan oleh Dr. Subhi Saleh menghasilkan suatu
kesimpulan bahwa al-Qur’an dilihat dari sisi bahasa berarti bacaan, adalah
merupakan suatu pendapat yang paling mendekati kebenaran.[23]
Arti inilah disebut dalam firman Allah berikut ini:
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kami
lah mengumpulkan nya (al-Qur’an) di dadamu dan membuatmu pandai membaca. Maka
bila kami telah selesai membacakan nya ikutilah bacaan tersebut”
(al-Qiyamah: 17-18).
Ditinjau dari aspek terminologi kata al-Qur’an
sesungguhnya telah banyak dikemukakan oleh para ‘Ulama. Diantaranya mereka ada
yang memberikan pengertian sama dengan al-kitab, karena selain nama
al-Qur’an, wahyu tersebut dikenal dengan sebutan al-kitab. Kaitannya dengan hal ini Al-Khudari memberikan definisi bahwa al-kitab
adalah al-Qur’an yaitu lafal bahasa Arab yang diturunkan pada Muhammad untuk
dipelajari dan diingat, yang dinukil secara mutawatir, termaktub diantara dua
sisi awal dan akhir, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surah
an-Nas.
Dalam definisi diatas tegas bahwa al-kitab
adalah al-Qur’an itu sendiri. Menurut Al-Amidi penegasan ini dipandang perlu
untuk membedakan antara al-Qur’an dengan kitab-kitab lainnya seperti Taurat,
Injil dan Zabur. Sebab ketiga kitab ini juga diturunkan oleh Allah
yang wajib di imani oleh setiap muslim.[24]
As-Shabuni mengemukakan
dalam At-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, al-Qur’an adalah firman Allah yang
mengandung mukjizat, diturunkan pada Nabi terakhir ditulis dalam beberapa
mushaf, bersifat mutawatir dan bernilai ibadah jika dibaca.[25]
Al-Qur’an merupakan
kalamullah yang menjadi sumber utama bagi ummat Islam dalam menggali hukum atau
landasan dalam memutuskan sesuatu perkara. AlQur’an menjelaskan dasar hukum
mempelajari ilmu pengetahuan secara umum dan dapat dipakai pula secara dalil
menuntut ilmu fiqh, karena ilmu fiqh sebagaian dari ilmu yang wajib dipelajari.
Sebagaimana Firman
Allah dalam surat At-Taubah ayat 122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي
الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya”. (QS At-Taubah, ayat: 122).[26]
Ayat diatas
memberi penjelasan yang jelas tentang hukum mempelajari ilmu fiqh, dan juga
ayat diatas bagaimana Al-Qur’an menganjurkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan
guna untuk memudahkan kita semua hidup di dunia sebagai bekal akhirat kelak.
2. Hadist
Hadist merupakan
pegangan hukum kedua setelah Al-Qur’an bagi ummat Islam diseluruh belahan
dunia. Segala urusan baik yang duniawi maupun ukhrawi berlandaskan Al-Qur’an
dan Hadist, begitu pula ilmu fiqh mempunya dasar hukum dari hadist Rasulullah
SAW yaitu:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ، قَالَ حَدَّثَنَا
ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، قَالَ قَالَ حُمَيْدُ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ، خَطِيبًا يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ
صلى الله عليه وسلم يَقُولُ " مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ
خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي،
وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ
مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ "
Artinya: “Haddatsanaa Sa’id bin ‘Ufair ia berkata, Haddatsanaa ibnu Wahhab dari
Yunus dari ibnu Syihaab ia berkata, Hummaid bin Abdurrahman berkata, aku
mendengar Muawiyah berkhutbah aku mendengar Nabi bersabda: “Barang siapa yang
dikehendaki Allah kebaikan diberi pemahaman dalam agamanya, Aku hanya pembagi
sedangkan Allah pemberi, senantiasalah ummat ini tegak diatas perintah Allah,
tidaklah membahayakan mereka terhadap orang yang selisih dengan merekasehingga
datang perintah Allah”. (HR. Bukhari).[27]
Rasululullah
SAW dalam hadist diatas menjelaskan bahwa apabila Allah mengingatkan kebaikan
kepada seseorang diberikan pemahaman agama Islam kepada orang tersebut, baik
melalui petunjuk untuk mempelajari agama secara mendalam maupun diberikan rasa
senang mempelajari ilmu agama dengan mudah sehingga orang tersebut tidak merasa
sukar apabila mempelajari ilmu yang ada kaitannya dengan agama diantaranya ilmi
fiqh, ilmu ushul fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadist, dan ilmu nahwu dan ilmu
lainnya yang membawa orang tersebut menguasai ilmu agama secara mendalam, hal
tersebut sangat mudah bagi Allah meskipun secara teoritis sangatlah sukar, Allah
memberikan petunjuk bagi siapa saja yang dikehendakiNya, dan menyesatkan bagi
siapa yang di kehendaki-Nya.
E. Kurikulum Pembelajaran Fiqh
Dalam
pengertian fiqih yang telah dipaparkan diatas, dapat dimaksudkan dalam konteks
pembelajaran fiqih di sekolah adalah salah satu bagian pelajaran pokok yang
termasuk dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diberikan pada
siswa-siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs). Kesatuan pengertian Kurikulum Fiqih yang dimaksud adalah kurikulum yang
diorientasikan pada pembinaan pengembangan perilaku dan pemahaman peserta didik
terhadap agama pada dataran praksis operasional yang ditetapkan secara bersama.[28]
Madrasah Tsanawiyah
Swasta yang kemudian disingkat MTsS adalah lembaga pendidikan islam formal yang
setingkat dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Madrasah Tsanawiyah
merupakan sekolah yang berciri khas agama islam yang menyelenggarakan program
tiga tahun setelah Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar. Dan ciri lain adalah
mata pelajaran keislaman sebagai dasar pembelajaran di MTsS yang
sekurang-kurangnya 30 persen, disamping itu juga mata pelajaran umum diberikan
kurang lebih 70 persen pada muatan kurikulumnya.
G.
Tujuan Pembelajaran Fiqh.
Tujuan pembelajaran
fiqh secara umum adalah untuk mengetahui amalan-amalan yang disuruh dan amalan
yang dilarang, barang yang haram dan barang yang halal, yang sah, batal, fasid
atau tegasnya untuk mengetahui hokum-hukum yang berlaku dalam masyarakat umum
yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.[29]
Sedangkan
tujuan pembelajaran fiqh di Madrasah Tsanawiyah Swasta adalah untuk memberi
bekal pengetahuan dan kemampuan serta dapat
menggunakan ajaran islam dalam aspek hokum baik berupa ajaran ibadah
maupun muamalah dalam rangka membentuk manusia muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah S.W.T., serta berakhlakul karimah dalam kehidupan yang
bermartabat, baik dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara serta untuk
melanjutkan pengajaran ke jenjang pendidikan selanjutnya.[30]
Berdasarkan
Penjelasan diatas, Rasulullah Bersabda yang artinya: “Barang siapa dikehendaki oleh Allah akan diberikannya kebajikan dan
keutamaan, niscaya diberikan kepadanya “ke-faqih-an” (memahami fiqih) dalam
urusan agama.” (HR. Bukhari-Muslim).
Pembelajaran
yang tidak memperhatikan kondisi perkembangan kognitif peserta didik cenderung
hanya melaksanakan rutinitas belaka, tanpa ada tinjauan lebih jauh tengtang
makna dan hakikat belajar itu sendiri yang merupakan proses pengembangan
potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Mata pelajaran Fiqh
bertujuan:
1. Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip,
kaidah-kaidah dan tata cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek
ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi
dan social.
2. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan
hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan menjalankan
ajaran agama Islam baik hubungan dengan Allah maupun hubungan dengan sesama
manusia.
3. Mengenal, memahami, menghayati terhadap
sumber hukum Islam dengan memamfaatkan Ushul Fiqh sebagai metode penetapan dan
pengembangan hukum Islam dari sumbernya.
4. Menerapkan kaidah-kaidah dan dalil-dalil
syara’ dalam rangka melahirkan hukum Islam yang diambil dari dalil-dalil untuk
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Khusus materi tambahan Fiqh Slafiyah bertujuan terhadap
penguasaan peserta didik cara baca kitab kuning atau kitab Arab klasik
disamping tujuan-tujuan pokok yang telah disebutkan diatas.
Fiqih bukanlah
sebatas produk hukum tetapi yang lebih penting dipahami adalah fiqh sebagia
proses untuk produk hukum. Fiqh dalam arti produk tidak membutuhkan proses
pembelajaran yang rumit karena sifatnya yang informatif dan tidak membutuhkan
pemikiran yang tinggi, tetapi fiqh dlm arti proses memerlukan pembelajaran
dalam pemikiran yang tinggi.
Atas dasar itu
semua, maka pembelajaran fiqh membutuhkan sebuah proses pembelajaran yang
komprehensif, aktif, kreatif dan inovatif unuk mencapai keberhasilan yang
maksimal. Pembelajaran diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan kemampuan
siswa memecahkan masalah-masalah fiqh dalam kehidupan sehari-hari. Guru sebagai
fasilitator utama dalam pembelajaran memiliki kewajiban untuk mengarahkan pembelajaran kearah
penciptaan kemampuan berfikir kritis siswa.
Kemampuan
berfikir kritis tidak bisa muncul dengan sendirinya tanpa adanya proses
pembelajaran yang ideal dan dukungan dari materi-materi pembelajaran yang ideal
juga, oleh karena itu pembelajaran fiqh madrasah membutuhkan proses
pembelajaran dan materi yang lebih mendukung peserta didik untuk lebih terarah
kepada kemampuan berfikir yang lebih kritis, oleh karena itu pembelajaran fiqh
Dayah Ulumuddin menambahkan materi pembelajaran fiqh tidak hanya semata-mata
mengandalkan fiqh madrasah kurikulum departemen agama, akan tetapi pembelajaran
fiqh Daya Ulumuddin juga mengadopsi materi fiqh Dayah Salafiyah sebagai
fasilitas pendukung untuk mencapai tujuan supaya peserta didik jadi seorang yang mempunyai kemampuan berfikir
kritis terhadap pemahaman fiqh yang akan dipelajari dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
H. Pentingnya Pembelajaran Fiqh
Pada Siswa
Mata pelajaran
Fiqih sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa MTsS
Ulumuddin
demi mendukung kemampuan perserta didik dalam hal hukum Islam. Fiqih berfungsi sebagai landasan seorang
muslim apabila akan melakukan praktek ibadah, oleh karena itulah mata pelajaran
fiqih penting mendapat perhatian yang besar bagi seorang anak di usia dini,
agar kedepannya dia akan terbiasa menjalankan kehidupan sesuai dengan hukum
Islam yang ada.
Di lihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam
kalangan ulama Islam, fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan hukum
Islam yang bersumber dari Al-qur’an, sunnah dan dalil-dalil syar’i yang
lain.[31]
Pendidikan fiqh pada Madrasah Tsanawiyah Swasta merupakan bagian
yang integral dari pendidikan agama. Walaupun bukan satu-satunya cabang ilmu
yang dapat menetukan pembentukan watak dan kepribadan para siswa, namun secara
substansi mata pelajaran fiqh memiliki konstribusi penting dalam memberikan
motvasi belajar kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan
keagamaan (tauhid) dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran fiqih membantu siswa MTsS untuk meningkatkan ketaatan pada peraturan
sekolah, dikarenakan fiqih adalah materi yang secara substansial sangat
penting, karena fiqih adalah pedoman hidup umat yakni berhubungan dengan
aktifitas sehari-hari dan berkaitan dengan hukum-hukum pelaksanaan sehari-hari
santri di pondok pesantren, misalnya hukum shalat, puasa, dan masih banyak
lagi. maka ilmu-ilmu yang berkaitan dengan fiqih harus dikembangkan dan di
kemas dengan baik dan menarik. Karena ilmu ini sangat penting sekali dalam penerapan hukum-hukum
didalam islam. Pengaruh yang ditimbulkan oleh pembelajaran fiqih terhadap
ketaatan siswa MTsS akan mendorong santri untuk belajar fiqih baik secara berkelompok maupun secara
individu. Dengan demikian siswa yang tidak menyukai pelajaran ini akan
terdorong oleh temannya untuk mempelajarinya.
Didalam Kurikulum Berbasis Kompetensi ada beberapa pokok
materi pelajaran Fiqh di Madrasah Tsanawiyah yaitu:
a. Hubungan manusia dengan Allah S.W.T., maka siswa dibimbing untuk meyakini
bahwa hubungan vertikal dengan Allah S.W.T., merupakan ibadah utama dan
pertama. Topik bahasanya meliputi: thaharah, shalat (shalat fardhu, shalat
dalam keadaan khusus dan shalat sunat), puasa, zakat, haji dan umrah, qurban,
aqidah, shadaqah, hibah dan hadiah.
b. Hubungan manusia dengan manusia, disini siswa dibimbing dan dididik menjadi
anggota masyarakat dengan berakhlak mulia dan berusaha menjadi tauladan
masyarakat. Materinya meliputi: muamalah, (jual, beli, khiar, qiradh dan hutang
piutang), penyelenggaraan jenazah dan ta’ziah, tata pergaulan remaja, hudud
undang-undang negara dan syariat islam.
c. Hubungan manusia dengan alam, disini siswa dibimbing dan dididik untuk peka
dan cinta lingkungan hidup. Materinya meliputi: makanan dan minuman yang
dihalalkan dan yang diharamkan, binatang yang dihalalkan dan yang diharamkan,
binatang sembelihan dan ketentuannya, serta cinta tehadap lingkungan hidup.[32]
Sedang
pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Swasta bertujuan untuk membekali
peserta didik agar dapat:
1.
Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum
Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan
pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2.
Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam
dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan
ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri
manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan
lingkungannya.[33]
Dalam proses belajar mengajar guru sebagai pendidik harus mampu untuk
menentukan strategi pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi mata pelajaran
fiqh. Strategi pembelajaran merupakan suatu persiapan atau cara yang akan
digunakan oleh guru ketika akan melaksanakan proses pembelajaran didalam kelas.
Guru diharapkan dapat mencari strategi-strategi yang tepat untuk dapat
dikembangkan, sebab pada dasarnya tidak ada strategi yang paling ideal karena
masing-masing strategi mempunyai kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Oleh
karena itu, supaya peserta didik itu aktif dalam belajarnya maka ini sangat
tergantung pada strategi yang akan digunakan oleh guru, ketersedian fasilitas,
kondisi guru dan kondisi peserta didik.
I.
Langkah-langkah Pembelajaran fiqh
Untuk mencapai efektifitas pembelajaran yang dimaksud, maka sangat penting
bagi pendidik untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran, berikut ini
langkah-langkah pembelajaran:
1.
Menentukan tujuan pembelajaran.
2.
Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan
awal, minat, gaya belajar).
3.
Memilih Materi pelajaran.
4.
Menentukan topik-topik yang dapt dipelajari siswa secara
induktif.
5.
Mengembangkan bahan-bahan pelajaran yang berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas untuk dipelajari siswa.
6.
Mengatur topik pelajaran dari uyang sederhana ke kompleks
dari yang yang konkrit ke yang abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai
ke simbolik.
7.
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.[34]
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini
berlokasi di Dayah Ulumuddin berada di Desa Uteunkot Cunda Lhokseumawe
Kabupaten Aceh Utara. Secara geografis,
ini terletak di Desa Uteunkot Cunda
Kecamatan Muara Dua Pemerintah Lhokseumawe Ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Banda Aceh.
Posisi Madrasah
terletak di perbukitan Uteunkot Cunda
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah barat batasan dengan pemukiman
penduduk yang terpisah oleh jalan desa.
b. Sebelah timur berbatasan langsung dengan
lahan kosong yang sedang proses pembangunan perumahan dan sementara
dimanfaatkan sebagai sarana olahraga santri seperti sepak bola kaki, bola voly
dan sebagainya.
c. Sebelah utara berbatasan dengan area
perkebunan dan pemukiman penduduk.
d. Sebelah selatan berbatasan langsung
dengan pemukiman penduduk.
Awal dari
pendirian adalah lahirnya sebuah ide
yang di cetuskan oleh Tengku H. Syamaun Risyad, Lc, sekembalinya beliau dari
Mekkah Mukarramah setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Ummul Qura
pada tahun 1986, ide tersebut lahir berdasarkan keinginan beliau untuk mengabdi
kepada anak bangsa dengan mendidiknya menjadi anak-anak hamba Allah yang
bertaqwa. Pada mulanya hanya berbentuk
sebuah pesantren tradisional, kemudian berkembang menjadi sebuah lembaga
pendidikan modern (Dayah Terpadu) yang mampu berkiprah sedikit lebih maju untu
memenuhi harapan ummatyang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tuntutan zaman. Pada tahun 1988 Tgk. H. Syamaun
Risyad, Lc membuat Akte Yayasan Ulumuddin menjadi ketua umum dengan akte
notaries No. 50 tanggal 23 Maret 1988.
1. Jumlah Santri Madrasah Tsanawiyah Swasta Dayah Ulumuddin.
No
|
Kelas
|
Jumlah
Santri
|
|
1
|
Kelas
I Putra
|
173 Orang
|
|
2
|
Kelas
I Putri
|
182 Orang
|
|
3
|
Kelas
II Putra
|
164 Orang *
|
|
4
|
Kelas
II Putri
|
151 Orang
|
|
5
|
Kelas
III Putra
|
171 Orang
|
|
6
|
Kelas
III Putri
|
152 Orang
|
|
Jumlah
Keseluruhan
|
993Ang
|
||
2. Visi,
Misi dan Tujuan Dayah Ulumuddin Ulumuddin
a. Visi
1. Menjadi lembaga pendidikan Agama yang
mandiri dan berkualitas.
2. Mencipta generasi yang iptek dan imtak.
3. Mengembangkan semangat dakwah islamiyah
dan ukhwah islamiyah.
b. Misi
1. Mengaktualisasikan nilai-nilai Agama
Islam.
2. Memberikan landasan moral bagi
pembangunan Agama, bangsa dan Negara.
3. Membangun pendidikan yang islami.
4. Menyelenggarakan pendidikan dan
pengabdian yang berdasarkan Islam.
5. Melahirkan kader umat yang handal,
tangguh dan istiqamah sekaligus memiliki jiwa harmonis yang tinggi.
6. Mengupaya pengadaan sarana dan prasarana
yang maksimal baik dari segi kulaitas dan kuantitas.
7. Mewariskan nilai-nilai agama, social
kemasyarakatan menurut ajaran Islam.
8. Menjalin kerja sama luas antara
masyarakat, tokoh-tokoh yang berpengaruh dan instansi yang terkait diluar
organisasi.
B. Jenis Penelitian
Adapun yang
menjadi jenis penelitian dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah yang instrumen kunci.
Pengambilan sample sumber dan data
dilakukan secara purposive dan snowbaal, Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Snowball adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu
atau dua orang sampel, tetapi karena dengan dua orang sampel ini belum merasa
lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang
dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang
sampel sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Teknik pengumpulan dengan trianggulasi (Gabungan).
Analisis data bersifat
induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan
makna dari pada generalisasi.[35]
Menurut
Lexiy J. Moleong, “Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan: Pertama, menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, Metode ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi”.[36]
Adapun yang menjadi pendekatan dalam Penelitian ini yaitu pendekatan lapangan (field research) karena didasarkan
pada data-data yang terkumpul dilapangan secar langsung. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu data yang
terkumpul dijelaskan dengan kata-kata, atau kalimat, gambar dan bukan dengan
angka.[37]
1. Subjek Penelitian.
Adapun yang menjadi
subjek penelitian ini adalah kepala
sekolah,
guru mata pelajaran fiqh dan seluruh siswa kelas II putra
pada Madrasah Tsanawiyah di MTsS Ulumuddin.
Informan
adalah suatu subjek yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi dalam
mengungkapkan kasus-kasus yang diamati, maka penulis mewawancarai 2 guru fiqh,
seluruh santri kelas II putra MTsS berjumlah 164 orag dan satu orang kepala
sekolah. Kasus dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai suatu fenomena yang terjadi pada suatu masa dalam lingkup penelitian
menjadi perhatian dan memberikan informasi yang erat hubungannya dengan proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengevaluasian
terhadap peran guru fiqh dan
kepala sekolah dalam meningkatkan disiplin belajar
santri.
2. Instrumen Penelitian.
Adapun yang menjadi
instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrumen),
Peneliti dibantu oleh pedoman media untuk menguatkan data dan pendapat peneliti
seperti pedoman wawancara, pedoman observasi, dan dokumentasi.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Adapun tekhnik
pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan tiga tekhnik yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan
dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi
menjadi teknik salah satu pengumpulan data apabila:
1. Sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Direncanakan dan dicatat secara
sistematis.
3. Dapat dikontrol keadaannya dan
kesahihannya.
Observasi dilakukan
pada Dayah Ulumuddin Lhokseumawe. Adapun yang diobservasi adalah subjek
penelitian seluruh siswa kelas II putra
berjumlah 164, 2 orang guru fiqh dan 1 kepala sekolah pada MTsS
Ulumuddin Lhokseumawe.
Dari observasi dapat
diambil teknik observasi yang dilakukan dengan menggunakan observasi
partisipasi. Partisipasi adalah observasi yang terlihat langsung secara aktif
dalam objek yang diteliti. Keadaan yang sebaliknya disebut non observasi
partisipasi. Sedangkan kehadiran observasi awal disebut observasi partisipasi.
b. Wawancara
Wawancara adalah tanya
jawab secara langsung, wawancara ini dilakukan di Dayah Ulumuddin Lhokseumawe.
Adapun yang peneliti wawancarai
adalah 8 santri kelas II putra, 2 orang guru fiqh dan 1 kepala
sekolah pada MTsS Ulumuddin Lhokseumawe. Wawancara
ini untuk mendapat sejumlah data yang sistematis, konkrit dan fakta.
Adapun
dari wawancara diatas, maka wawancara ini dilakukan secara terpimpin, wawancara
terpimpin adalah tanya jawab yang terarah untuk mengumpulkan data yang relevan
saja.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah
suatu data tertulis yang diperoleh dari dokumen seperti data murid, data disaat proses pembelajaran, RPP guru mata pelajaran
fiqh, sarana dan prasarana.
4.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data
adalah proses yang memerlukan usaha secara formal mengidentifikasi tema-tema
dan menyusun gagasan-gagasan yang ditampilkan oleh data serta upaya untuk
menunjukkan bahwa tema dan gagasan tersebut didukung oleh data. Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan dengan metode non statistic dengan cara melaporkan data yang diperoleh dalam
penelitian secara apa adanya kemudian di interprestasikan untuk mengambil
kesimpulan dengan menggunakan analisa secara induktif.[38]
Analisis data ini bertujuan menyederhana-kan hasil olahan data kualitatif yang
disusun secara terperinci, sistematis dan terus menerus melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah
data yang diperoleh selanjutnya disusun dalam bentuk uraian atau laporan
terperinci, kemudian dirangkum dan dipilih hal-hal yang paling berpengaruh pada
permasalahan di Dayah Ulumudin yang berhubungan dengan judul penelitian
peneliti, sehingga akan membantu peneliti dalam memberikan kode terhadap
aspek-aspek tertentu dalam menyusun data dari yang diwawancarai atau kejadian
pada tempat penelitian dan tujuan agar lebih mudah dalam pengendaliannya.[39]
b. Display Data
Yaitu serangkaian
informasi yang tersusun dan memungkinkan terjadinya pengambilan keputusan dan
tindakan. Display data merupakan pengambilan keputusan atau tindakan dari suatu
data yang diperoleh dari yang peneliti wawancarai pada Dayah Ulumuddin.
c. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)
Yaitu penarikan
kesimpulan ini dilakukan sejak awal penelitian sampai penelitian berakhir agar
kesimpulan yang diperoleh terjamin kredibilitas dan objektifitasnya.[40]
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Awal dari
pendirian Dayah Ulumuddin adalah lahirnya sebuah ide yang di cetuskan oleh
Tengku H. Syamaun Risyad, Lc, sekembalinya beliau dari Mekkah Mukarramah
setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Ummul Qura pada tahun 1986,
ide tersebut lahir berdasarkan keinginan beliau untuk mengabdi kepada anak
bangsa dengan mendidiknya menjadi anak-anak hamba Allah yang bertaqwa. Pada
mulanya dayah Ulumuddin hanya berbentuk sebuah pesantren tradisional, kemudian
berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan modern (Dayah Terpadu) yang mampu
berkiprah sedikit lebih maju untu memenuhi harapan ummatyang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan zaman. Pada
tahun 1988 Tgk. H. Syamaun Risyad, Lc membuat Akte Yayasan Ulumuddin menjadi
ketua umum dengan akte notaries No. 50 tanggal 23 Maret 1988.
1.
Letak Geografis Lokasi Penelitian
Penelitian ini
berlokasi di Dayah Ulumuddin berada di Desa Uteunkot Cunda Lhokseumawe
Kabupaten Aceh Utara. Secara geografis,
ini terletak di Desa Uteunkot Cunda
Kecamatan Muara Dua Pemerintah Lhokseumawe Ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Banda Aceh.
Posisi Madrasah
terletak di perbukitan Uteunkot Cunda
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
e. Sebelah barat batasan dengan pemukiman
penduduk yang terpisah oleh jalan desa.
f. Sebelah timur berbatasan langsung dengan
lahan kosong yang sedang proses pembangunan perumahan dan sementara
dimanfaatkan sebagai sarana olahraga santri seperti sepak bola kaki, bola voly
dan sebagainya.
g. Sebelah utara berbatasan dengan area
perkebunan dan pemukiman penduduk.
h. Sebelah selatan berbatasan langsung
dengan pemukiman penduduk.
2.
Sarana dan Prasarana
No
|
Sarana
dan Prasarana
|
Jumlah
|
1
|
Ruang Belajar
|
54
|
2
|
Ruang Pustaka
|
2
|
3
|
Ruang Kantor Kepala
|
4
|
4
|
Ruang Kantor Pimpinan
|
1
|
5
|
Mushalla/Mesjid
|
2
|
6
|
Asrama Putra
|
24
|
7
|
Asrama Putri
|
24
|
8
|
Laboratorium IPA dan Komputer
|
4
|
9
|
Dapur Umum
|
1
|
10
|
Lapangan Bola
|
1
|
11
|
Lapangan Voly
|
2
|
12
|
Bank Syari’ah
|
1
|
13
|
Lapangan Badminton
|
2
|
14
|
Ruang Pengasuhan
|
1
|
15
|
Klinik Kesehatan
|
1
|
16
|
Air Bersih
|
2
|
17
|
Pos Security
|
1
|
18
|
Ruang Bahasa
|
2
|
19
|
Wc Santri
|
40
|
20
|
Wc Guru
|
15
|
|
|
|
3.
Sumber
Data: Dokumentasi Dayah Ulumuddin
3. Jumlah Santri Madrasah Tsanawiyah Swasta Dayah Ulumuddin.
Jumlah Santri Tsanawiyah Swasta Ulumuddin Tahun
Ajaran 2014-2015
No
|
Kelas
|
Jumlah
Santri
|
|
1
|
Kelas
I Putra
|
173 Orang
|
|
2
|
Kelas
I Putri
|
182 Orang
|
|
3
|
Kelas
II Putra
|
164 Orang
|
|
4
|
Kelas
II Putri
|
151 Orang
|
|
5
|
Kelas
III Putra
|
171 Orang
|
|
6
|
Kelas
III Putri
|
152 Orang
|
|
Jumlah
Keseluruhan
|
993Ang
|
||
4.
Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah Swasta
Ulumuddin
Untuk mewujudkan suatu
tujuan yang diharapkan didalam sebuah organisasi baik formal maupun informal
harus ada suatu organisasi yang jelas, maka dayah Uluumuddin yang telah berumur
21 tahun telah banyak berkiprah bagi masyarakat Aceh khususnya.
Susunan
Pengurus Dayah Ulumuddin
No
|
Jabatan
|
Nama
Pengurus
|
1
|
Pimpinan
|
Tgk. H. Syamaun Risyad, Lc
|
2
|
Koordinator Pendidikan
|
Ir. H. Iskandar Aziz, MT
|
3
|
Bendahara
|
Tgk. H. Abdul Aziz
|
4
|
Koordinator Umum
|
Tgk. Munawar Arrali
|
5
|
Koordinator Pengasuhan
|
Ustaz Tarmizi Husen, S.Pd
|
6
|
Sekretaris
|
Tgku. Zulkifli Ibrahim
|
7
|
Kepala MTsS
|
Tgk. Khaidir, S.Pd.I
|
8
|
Kepala MAS
|
Ustaz Ilyas Ibrahim, Lc
|
9
|
Kepala SMK
|
Ustaz Saleh
|
11
|
Kepala Dayah Salafiah
|
Ustaz
Meky Hariyanto, S.Pd
|
12
|
Kepala Bahasa
|
Ustaz.
Muanawir, Lc
|
13
|
Kepala Bagian Umum
|
Ustaz
Bukhari, S.Pd.I
|
14
|
Kepala Perpustakaan
|
Abdul
Rafai
|
Sumber
Data: Dokumentasi Dayah Ulumuddin
5.
Visi, Misi dan Tujuan MTsS Ulumuddin Ulumuddin
c. Visi
4. Menjadi lembaga pendidikan Agama yang mandiri
dan berkualitas.
5. Mencipta generasi yang iptek dan imtak.
6. Mengembangkan semangat dakwah islamiyah
dan ukhwah islamiyah.
d. Misi
9. Mengaktualisasikan nilai-nilai Agama
Islam.
10. Memberikan landasan moral bagi
pembangunan Agama, bangsa dan Negara.
11. Membangun pendidikan yang islami.
12. Menyelenggarakan pendidikan dan
pengabdian yang berdasarkan Islam.
13. Melahirkan kader umat yang handal,
tangguh dan istiqamah sekaligus memiliki jiwa harmonis yang tinggi.
14. Mengupaya pengadaan sarana dan prasarana
yang maksimal baik dari segi kulaitas dan kuantitas.
15. Mewariskan nilai-nilai agama, social
kemasyarakatan menurut ajaran Islam.
16. Menjalin kerja sama luas antara
masyarakat, tokoh-tokoh yang berpengaruh dan instansi yang terkait diluar
organisasi.
e. Tujuan
Berdasarkan visi dan
misi sekolah, maka tujuan pendidikan yang hendak dicapai antara lain sebagai
berikut :
1. Mewujudkan kemandirian kemandirian
personal, institusional dan komunal.
2. Mewujudkan transformasi, pengembangan,
pelestarian dan pengalaman Imtak dan Iptek.
3. Mewujudkan inspirator, kontributor dan
motivator dalam membantu menyelesaikan berbagai permasalahan keagamaan, bangsa
dan Negara.
4. Membantu melahirkan masyarakat madani
yang islami.
7.
Sistem Pendidikan
Untuk mewujudkan tujuan
pendidikan pada yang menghasilkan insani
yang berimtak, beriptek dan
berketerampilan perlu dibuat suatu system pendidikan yang jelas dan sesuai
dengan prinsip-prinsip pendidikan sehingga dapat tercapainya tujuan sekolah,
sistem pendidikan tersebut meliputi :
a. Sistem Pendidikan Departemen Agama
Disini para santriwan
dan santriwati diarahkan untuk memahami dan belajar kurikulum-kurikulum
nasional sebagaimana juga layaknya madrasah-madrasah negeri lainnya yang
sederajat diluar , sehingga nantinya juga
sama dengan lulusan sekolah lain yang sederajat dalam menempuh dan
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi yang diinginkan kelak.
b. Sistem Pendidikan Kejuruan atau SMK
Program pendidikan ini
merupakan bagian dari implementasi program
dimana para lulusan diharapkan memiliki keterampilan dan Life Skill yang dapat mereka jadikan
modal dalam menghadapi tuntutan zaman.
c. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Modern
Sistem pendidikan
pondok pesantren modern disini mengadopsi sistem penerapan pengajaran pada
program pengembangan bahasa asing yang terdiri dari Inggris dan bahasa Arab.
Yang nantinya lulusan dapat menguasai
bahasa asing minimal dalam percakapan sehari-hari disamping sebagai modal untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke luar negeri
Bab
ini merupakan penjabaran dari hasil penelitian yang telah penulis laksanakan
pada santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin. Dari penulisan ini penulis mengungkapkan pola
efektifitas pembelajaran fiqh di MTsS Ulumuddin. Pembelajaran dalam
pendidikan berasal dari kata instruction yang berarti pengajaran. Pembelajaran
merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut guru menciptakan dan menumbuhkan
kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan.
B.
Bagaimana Langkah-langkah Pembelajaran Fiqh Pada Kelas
VIII Putra MTsS Ulumuddin Lhokseumawe.
Tehnik secara bahasa adalah cara
atau kepandaian membuat atau melakukan sesuatu agar efektif, sedangkan secara
terminologi tehnik pembelajaran adalah cara yang lebih khusus atau spesifik
yang digunakan oleh pendidik untuk mengajar sesuatu yang termasuk di dalamnya
aktifitas, waktu, strategi, taktik dan bahan atau alat yang terkait dengan
pembelajaran supaya dapat dilihat efektifitas pembelajaran.
Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran, guru dapat melihatnya dari minat
belajar, motivasi belajar dan juga hasil belajar santri. Sementara untuk
menentukan efektif atau tidaknya pembelajaran fiqh pada MTsS Ulumuddin Kelas
VIII Putra, maka sesuai dengan perangkat pengumpulan data yang melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka penulis akan melakukan beberapa langkah
yang sesuai dengan kriteria efektivitas pembelajaran antara lain:
1.
Menentukan Tujuan Pembelajaran Fiqh
Tahap awal yang harus
diperhatikan oleh guru fiqh dalam langkah-langkah pembelajaran yaitu menentukan
tujuan pembelajaran fiqh bagi santri. Tujuan pembelajaran fiqh bagi santri
kelas VIII putra MTsS Ulumuddin yaitu untuk memberi bekal pengetahuan agama
tentang beribadah sesuai ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah serta dapat
menyimpulkan suatu hukum dalam kehidupan sehari-hari nantinya.
Berikut ini hasil wawancara
dengan ustaz Zulfikar, guru fiqh pada kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin:
Kami sebagai pendidik atau penyalur ilmu pengetahuan khususnya dalam materi
fiqh, kami sangat mengharapkan supaya santri didikan kami nanti mampu
mengamalkan semua materi fiqh baik itu berupa ibadah mahdhah maupun
ibadah muamalah.[41]
Berikut ini hasil wawancara
dengan ustaz Nazir, guru fiqh pada kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Dalam mencapai tujuan pembelajaran yang efektif,
maka terlebih dahulu harus menentukan tujuan dari pembelajaran fiqh bagi
santri, supaya nanti harapan dan tujuan yang kita inginkan tercapai.[42]
Ustaz khaidir juga memaparkan
tentang penentuan pembelajaran fiqh pada santri kelas VIII putra sebagai
berikut:
Saya selalu memberikan arahan kepada ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir untuk
menentukan tujuan pembelajaran fiqh terhadap santri, agar nantinya materi yang
disampaikan kepada santri terbatas akan terhadap kemampuannya dan tercapainya
pembelajaran yang diharapkan.[43]
Peneliti juga mewawancarai
beberapa santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Ketika kami mengikuti proses pembelajaran fiqh dengan kedua ustaz kami,
kami memperhatikan cara dan tahap ustaz kami menyampaikan materi dengan jelas
dan tidak melewati batas kajian materi fiqh.[44]
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi peneliti dapat menguraikan
bahwa kedua guru fiqh dan kepala sekolah sangat antusias terhadap menentukan
tujuan pembelajaran fiqh, efektifitas pembelajaran fiqh sangat cenderung pada
penentuan tujuan pembelajaran, karena dengan menentukan tujuan pembelajaran,
tahapan dalam penyampaian materi kepada santri akan terbatas terhadap kemampuan
santri.
2.
Penetapan Jadwal Belajar dan Jam Belajar Fiqh
Berdasarkan hasil dari peneliti lakukan di
MTsS Ulumuddin, bahwa jam belajar untuk pelajaran fiqh pada santri kelas VIII
putra sangat efektif, karena jumlah keseluruhan jam belajar fiqh dalam seminggu
10 jam. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh ust Nazir :
Walaupun jumlah
belajar fiqh 10 jam, santri secara tidak sengaja sudah menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari tentang apa yang
diajarkan di kelas. Jika ada waktu kosong dalam aktifitasnya santri
menggunakannya untuk mengulang fiqh dan mengkaji kitab fiqh klasik.[45]
Untuk memperkuat data penelitian, peneliti
turut mewawancarai ustaz Zulfikar terhadap penetapan waktu dan jam belajar :
Penetapan jadwal dan alokasi jam belajar pada
santri kelasa VIII putra semuanya 10 jam, pada waktu pagi jumlah jamnya 4 jam
dalam seminggu dan pada waktu malam 6 jam dalam seminggu. Serta dengan dukungan
pelajaran lain santri pasti sukses.[46]
Berikut peneliti wawancarai beberapa santri
kelas VIII putra :
Dengan ustaz-ustaz yang menetap tinggal di
dayah serta mau mendukung kami, dengan pembelajaran bahasa Arab yang diajarkan
kepada kami, maka dapat membantu kami mudah untuk memahami materi dalam kitab
klasik.[47]
Bapak khaidir juga menambahkan sedikit
pembahasan tentang penetapan waktu balajar:
Pembelajaran fiqh di MTsS Ulumuddin ada dua
kurikulum yang kami tetapkan, pertama kurikulum KTSP pada waktu belajar
di sekolah dengan jumlah jam dalam seminggu 4 jam, kurikulum salafi pada waktu
naik pengajian malam dengan jumlah jam dalam seminggu 6 jam.[48]
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, peneliti dapat menguraikan bahwa
salah satu dari indikator efektifitas yaitu penempatan waktu belajar bagi
santri, pada santri MTsS Ulumuddin
penempatan waktu belajar pada dua tempat, pertama waktu pagi, kedua
pada waktu malam. Pada waktu pagi
jumlah jam belajar fiqh 4 jam dalam seminggu dan pada waktu malam 6 jam dalam
seminggu.
3.
Menyusun Silabus dan RPP Pembelajaran Fiqh
Untuk memudahkan proses
pembelajaran fiqh seorang guru harus merumuskan Silabus dan RPP, karena dengan
adanya Silabus dan RPP ustaz Zulfikar dan Ustaz Nazir ketika menyampaikan
materi searah dan mudah dipahami oleh santri kelas VIII putra.
Dibawah ini hasil wawancara
dengan ustaz Zulfikar tentang penyusunan
silabus dan RPP:
Memang setiap semester dan setiap pertemuan
diharuskan untuk menyusun silabus dan RPP, jika kita mengajar tanpa menggunakan
perangkat tersebut dikhawatirkan pembelajaran tidak efektif dan santri akan
bingung saat menyerap materinya.[49]
Ustaz Nazir juga memaparkan pendapatnya bahwa:
Saya mengakui jika proses pembelajaran yang kita lakukan di kelas tanpa
menggunakan perangkat pembelajaran santri akan bingung dan sulit untuk
menyambungkan materi yang lalu dengan materi yang akan datang.[50]
Dibawah ini hasil wawancara
dengan bapak Khaidir kepala sekolah MTsS Ulumuuddin terhadap penyusunan Silabus
dan RPP:
Perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP memang diharuskan bagi
pendidik khususnya guru yang mengajar fiqh pada kelas VIII putra, agar guru
fiqh dan santri terarah dalam proses pembelajaran dan dalam penyampaian
materipun jelas.[51]
Berikut hasil wawancara dengan
beberapa santri kelas VIII putra:
Selama kami belajar dengan ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir, kami melihat
bahwa ustaz kami tersebut selalu melihat kepada RPP dan Silabus sebelum
melakukan proses pembelajaran, pastinya RPP dan silabus sangat berpengaruh
terhadap nhasil belajar kami.[52]
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi diatas dapat peneliti simpulkan bahwa perangkat pembelajaran sangat
penting untuk kita susun sebelum melakukan proses pembelajaran, karena dengan
perangkat tersebut dapat memudahkan ustaz zulfikar dan ustaz Nazir dalam
menyalurkan materi kepada santri kelas VIII putra MTsS di Dayah Ulumuddin.
4.
Metode dan Strategi Pembelajaran Fiqh
Dalam proses
pembelajaran sangat dibutuhkan strategi dan metode untuk mempermudah
pembelajaran agar suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif. Setelah peneliti
melihat saat berlangsungnya proses pembelajaran guru fiqh menggunakan strategi
dan juga beberapa metode berdasarkan materi yang diajarkan. Demikian juga ustaz
Nazir mengungkapkan pendapat dalam wawancara:
Metode yang saya gunakan bermacam-macam jenis
tergantung kepada materi yang saya ajarkan. Pada materi bab shalat khususnya
saya menggunakan metode komando, karena untuk memperjelas kepada santri tata
cara melakukan shalat dengan benar.[53]
Berikut hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar bahwa
beliau memaparkan sebagai berikut:
Saya menggunakan metode komando pada bab shalat, karena
untuk mengajar hanya dengan materi pada bab shalat santri sulit memahaminya,
ketika menggunakan metode komando santri lebih mudah memahaminya dan gerakan
dalam shalatpun benar.[54]
Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi peneliti dapat menyimpulkan bahwa sebelum
melakukan pembelajaran seorang guru harus menyiapkan strategi dan metode pembelajaran
agar pembelajaran yang dimaksud efektif. Ustz zulfikar dan ustaz nazir sangat
memperhatikan strategi dan metode pembelajaran sebelum melakukan proses
pembelajaran, kedua guru fiqh ini menggunakan metode ceramah, metode komando
dan metode discovery, misalnya dalam bab shalat, kedua guru fiqh ini
menggunakan metode komando.
Secara umum strategi mempunyai pengertian
sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan
sebagai pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Strategi
merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu. Dikatakan pola umum, sebab suatu strategi pada hakikatnya
belum mengarah kepada hal yang
bersifat praktis karena suatu strategi masih berupa rencana atau gambaran
menyeluruh.
Pada lokasi penelitian yang peneliti lihat
bahwa kedua guru fiqh menggunakan beberapa strategi :
1. Strategi pembelajaran
dengan diskusi.
2. Strategi pembelajaran
kerja kelompok kecil (Small-Group Work).
3. Strategi pembelajaran
problem solving.
Adapun kemampuan kedua guru fiqh dalam mengelola proses belajar-mengajar
sudah bagus, sebagaimana bukti tersebut dapat dilihat pada saat guru mengajar,
proses pembelajaran berjalan dengan tertib, sehingga suasana kelas pada saat
belajar nyaman dan teratur. Dalam hal ini, apabila ada santri yang kedapatan
bermain-main pada saat belajar, guru mencatat nama dan akan dikurangi nilai.
Dengan alasan tersebut santri tetap fokus belajar dan mengamati.
Hal ini juga diungkapkan oleh ustaz Zulfikar (guru bidang studi fiqh kelas
VIII putra MTsS Ulumuddin) menyatakan:
Santri
sangat antusias dan aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan situasi belajar kelompok saya yakin bahwa santri mampu
mendapatkan hasil belajar fiqh yang lebih
baik. Hal ini terlihat dari keseriusan
santri pada saat belajar, santri menemukan sendiri penyelesaian dari
permasalahan yang diberikan oleh guru mereka.[55]
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti temukan di lokasi penelitian
bahwa, kedua guru fiqh membuat model belajar kelompok. Sebagaimana hal ini di ungkapkan oleh santri kelas VIII putra MTsS
Ulumuddin sebagai berikut:
Diskusi dengan menggunakan metode dan
strategi, sangat membuat kami bersemangat dalam belajar karena menarik dan seru
sehingga kami sangat termotivasi dalam berkompetisi belajar Fiqh, sehingga kami
bisa menguasai materi yang diajarkan. Perangkat dan
strategi juga dapat membantu kami aktif dan melatih mental kami untuk berani
dalam menyampaikan pendapat atau ide-ide kami sehingga kami terbiasa. Meskipun
pada saat presentasi ada beberapa kelompok yang tidak sempat tampil karena
waktu habis, namun Ustaz melanjutkan pada pertemuan berikutnya, sehingga kami
dapat semua presentasi.[56]
Berkaitan
dengan hasil wawancara dan observasi penulis, maka dapat peneliti simpulkan
bahwa dalam menciptakan suasana belajar yang aktif dan efektif, kedua guru fiqh
ini benar-benar memperhatikan kondisi kelas dan kondisi santri saat proses
pembelajaran berlangsung. Contohnya, kedua guru
fiqh ini juga menggunakan model belajar kelompok, agar santri punya kesempatan
untuk menemukan pendapat sendiri dan untuk melatih kemampuan para santri dalam
berpikir dan berbicara.
5.
Materi Pembelajaran Fiqh
Materi adalah bahan belajar yang
disampaikan oleh kedua guru fiqh di MTsS Ulumuddin, materi pembelajaran fiqh
pada santri kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin berupa bab shalat salah satunya.
Sebagaimana yang di ungkapkan
oleh ustaz Nazir bahwa:
Materi pembelajaran adalah bahan yang akan kita sampaikan kepada santri
baik berupa lisan maupun berupa tulisan, materi juga dapat kita sebutkan
sebagai tujuan dari pembelajaran, karena materilah yang menentukan tujuan
pendidikan. Materi pembelajaran adalah tentang bab shalat, bab puasa, bab
zakat, bab haji.[57]
Minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan melakukan kegiatan dengan
sungguh-sungguh disertai dengan rasa senang. Oleh karena itu seorang guru yang
berhasil dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik adalah guru yang
mampu memberikan rangsangan kepada santri, agar ia berminat untuk mengikuti
proses belajar mengajar fiqh tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan
oleh ustaz Zulfikar bahwa:
Materi adalah bahan ajar yang kita sampaikan kepada
santri dengan menggunakan beberapa strategi, metode, media dan perangkat
lainnya untuk memudahkan bagi guru dalam menyalurkan bahan ajar kedalam diri
santri.[58]
Bab shalat
adalah materi yang wajib bagi siapapun untuk mempelajarinya, demikian juga bagi
santri sangat penting bagi mereka untuk mengetahuinya tentang ruanglingkup
shalat. Santri kelas VIII putra memilki minat yang tinggi dalam mengikuti
proses pembelajaran dalam bab shalat. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
beberapa santri kelas VIII :
Kami santri yang menempuh pendidikan di pesantren ini,
pastinya kami harus mengerti tentang pengetahuan agama, apalagi tentang shalat
yang kewajiban kita sebagai seorang islam ahlussunnah wal-jama’ah. Kami sangat
serius dalam mempelajari tentang bab shalat dan kami sangat senang belajar
dengan guru kami.[59]
Untuk
memperkuat argumen penelitian, peneliti juga mewawancarai kepala sekolah
tentang minat belajar santri terhadap bab shalat, demikian dipaparkan oleh
ustaz Khaidir :
Semua tahu bahwa shalat adalah kewajiban kita sebagai
seorang muslim. Sangat penting bagi santri untuk mempelajarinya karena jika
mereka sudah tumbuh besar natinya, maka akan sulit untuk kita ajarkan dan kita
perintahkan. Pada saat sekaranglah kita harus menanamkan nilai-nilai shalat
dalam diri mereka, suapaya mereka mau beribadah dan mereka mengetahui bagaimana
azab jika seorang muslim tidak mengerjakan shalat. Kami selalu memotivasi
mereka agar mereka tidak malas dalam mengikuti proses pembelajaran tentang
materi bab shalat.[60]
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi, maka dapat peneliti uraikan bahwa untuk mengetahui apakah santri
berminat dalam belajar fiqh tentang bab shalat atau tidak dapat dilihat
dari beberapa indikator. Sejauh observasi peneliti santri kelas VIII putra
memiliki minat belajar yang tinggi, hal ini dapat dikenali melalui proses
pembelajaran yaitu:
1.
Rasa senang
2.
Perhatian dalam
belajar
3.
Antusias
melakukan kegiatan dan mengerjakan tugas yang diberikan dengan rasa senang dan
sungguh-sungguh.
6.
Media Pembelajaran Fiqh
Dalam
penyampaian materi fiqh tidak semua santri mudah memahaminya, ada sebagian
santri lambat dalam memahami tentang materi yang disampaikan oleh guru fiqh.
Dari itulah kedua guru fiqh pada MTsS Ulumuddin selalu menggunakan media pada
bab shalat, media yang digunakan oleh ustaz Zulfikar dan Ustaz Nazir pada bab
shalat yaitu gambar tentang gerakan yang benar dalam shalat.
Memang sudah sepatutnya demikian, bahwa tidak
semua santri mudah menyerap apa yang kami sampaikan, apa lagi dalam bab shalat,
cara membuat santri benar dalam melakukan gerakan dalam shalat kami menggunakan
media gambar tentang gerakan shalat yang benar sesuai syari’ah.[61]
Ustaz Nazir juga turut memaparkan pendapatnya bahwa:
Media merupakan bahan ajar yang berupa gambar
dan elektronik lainnya yang saya gunakan untuk membantu dalam meningkatkan
pemahaman santri terhadap materi yang kita ajarkan.[62]
Sebagaimana yang dipaparkan oleh bapak khaidir bahwa:
Saya sering menanyakan kepada guru bidang
studi fiqh tentang penggunaan media belajar, guru fiqh biasanyan menggunakan
media gambar gerakan shalat, juga menggunakan media infokus terhadap materi
lainnya.[63]
Dibawah ini hasil wawancara dengan beberapa santri kelas VIII Putra MTsS
Ulumuddin tentang penggunaan media:
Kami sangat senang belajar fiqh dengan ustaz
Zulfikar dan Ustaz Nazir, karena kedua guru kami selalu menggunakan media dalam
pembelajaran bab shalat khususnya, kami mudah melakukan gerakan shalat dan
semua gerakannya juga benar.[64]
Dari hasil wawancara dan observasi dapat peneliti simpulkan bahwa pada bab shalat
sangat berpengaruh tentang adanya media yang digunakan kedua guru fiqh. Media
yang digunakan kedua guru fiqh tersebut yaitu media gambar tentang gerakan
shalat yang benar sesuai ajaran islam ahlussunnah wal jama’ah.
7.
Evaluasi
Evaluasi
adalah tahap terakhir yang dilakukan oleh guru fiqh untuk mengukur, menilai
tingkat kemampuan santri setelah mempelajari materi yang telah diajarkan. Untuk
melihat kemampuan santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin dalam memahami materi
setelah mengikuti proses pembelajaran, maka kedua guru fiqh harus melakukan
ulangan formatif. Sebagaimana yang dipaparkan oleh ustaz Nazir:
Berdasarkan hasil belajar dan evaluasi para santri
terhadap minatnya dalam belajar fiqh sangat besar, sehingga hasil yang
diperoleh mereka dapat memuaskan mereka.[65]
Ustaz Nazir juga memaparkan
pendapatnya tentang evaluasi pembelajaran fiqh:
Untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan efektif,
maka kami membuat ulangan formatif dengan dua sistem. Pertama, ulangan
tulisan. Kedua, ulangan lisan. Tujuannya supaya ketika proses
pembelajaran berlangsung tidak ada santri yang lalai bermain.[66]
Ustaz Khaidir
juga menjelaskan sedikit penjelasan evaluasi:
Evaluasi adalah tahapan untuk melihat tingkat pemahaman
santri setelah mempelajari materi dan dan tingkah laku santri selama mereka
mengikuti pembelajaran fiqh pada MTsS Ulumuddin, serta untuk melihat
efektifitas pembelajaran juga dengan evaluasi.[67]
Peneliti juga
mewawancarai beberapa sntri kelas VIII putra:
Dengan dibuatnya evaluasi oleh pihak madrasah yaitu
ustaz-ustaz kami disini, kami dapat melihat kemampuan diri kami setelah
mengikuti pembelajaran fiqh dengan ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir.[68]
Berdasarkan
hasil wawancra dan observasi yang peneliti nlihat di lokasi penelitian, ustaz
Zulfikar dan ustaz Nazir membuat dua bentuk ulangan formatif:
1.
Ulangan lisan
Kedua guru
fiqh ini memberikan soal kepada santri sebanyak 3 soal setelah guru fiqh
memberikan materinya kepada santri, waktu yang diberikan untuk menjawab 3 soal
yaitu 10 menit. Jika dalam waktu yang telah diberikan santri tidak bisa
menjawab maka akan di ulangi pada pertemuan selanjutnya.
2.
Ulangan lisan
Yaitu
kadang-kadang guru fiqh memilih beberapa santri secara beracak-acak untuk
ditanyainya tentang materi yang telah diajarkannya, sehingga pada akhrir
semester semua santri mendapat giliran.
Berdasarkan
paparan diatas, maka peneliti turut menjelaskan tentang ulangan formatif yang
diberikan oleh ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir, bahwa dengan membuat ulangan
formatif semua santri fokus dalam belajar supaya materi yang disampaikan kedua
guru fiqh diserap baik oleh santri.
Tidak
hanya dalam proses pembelajaran adanya suatu kendala, tetapi peneliti menitik
fokuskan pada pembelajaran fiqh kelas VIII putra MTsS Ulumuddin. Kendala yang
terdapat pada santri kelas VIII putra adalah suatu yang harus di selesaikan
oleh ustaz kedua guru fiqh dan pihak madrasah terhadap santri kelas VIII dalam
pembelajaran fiqh.
Selama Saya mengajar fikih pada kelas
VIII putra, ada beberapa kendala yang perlu dibenahi, diantaranya ketika
peserta didik absen di kelasnya, disebabkan oleh pulangnya mereka ke kampung
halaman mereka, sehingga ada beberapa poin bahan ajar yang terlewatkan,
terlebih bahan ajarnya menggunakan bahasa arab yang perlu memahami arti kosa
kata dari bahan ajar tersebut. Disamping itu sebagian peserta didik ada yang
melewatkan pelajarannya dengan tertidur di kelas dikarenakan banyaknya kegiatan
dan rutinitas serta jadwal belajar yang begitu padat. Siswa dituntut untuk bisa
menyerap pelajaran sekolah dan harus cakap dalam pelajaran dayah.[69]
Dari
kendala tersebut maka para pendidik harus bekerja ekstra dengan membuat kontrak
belajar yang disiplin untuk mencapai tujuan pembelajaran, serta pendidik mempersiapkan
beberapa model aktif learning, seperti mengikut sertakan mereka secara aktif
dalam proses belajar mengajar, penerapan metode yang sesuai dengan materi serta
mempersiapkan beberapa game untuk membuat suasana kembali ceria.
Kesalahan atau
kesilapan dan sulit memahami materi yang dilakukan santri dalam proses
pembelajaran fiqh sudah sepatutnya terjadi, karena mereka adalah anak-anak yang
baru mengenal dunia maya. Ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir memperingati dan
mengancam mereka dengan mengurangi nilai hasil belajar mereka bagi santri yang
melakukan kesalahan, bagi santri yang sulit memahaminya kedua guru fiqh ini
menyuruh santri untuk mengulang pelajaran ketika mereka mempunyai waktu kosong
selain waktu jam belajar fiqh berlangsung.
C.
Bagaimana Implikasi Materi Fiqh Pada Santri Kelas VIII
Putra di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe
Implikasi adalah hasil dari
tahapan langkah-langkah pembelajaran fiqh yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini. Setelah menerapkan indikator langkah-langkah pembelajaran, maka
implikasinya adalah hasil belajar santri kelas VIII
Berikut ini hasil wawancara
dengan ustaz Zulfikar tentang penentuan tujuan pemebelajaran, guru fiqh pada
kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin:
Selama saya mengajar dengan menentukan tujuan pembelajaran, santri sudah
terlihat perubahan dalam dirinya dan semua yang saya ajarkan dapat dipahaminya
dengan benar serta hasi belajarnya sangat baik.[70]
Berikut ini hasil wawancara
dengan ustaz Nazir, guru fiqh pada kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Santri kelas VIII putra sudah memahami semua materi yang saya ajarkan
kepadanya, mereka memperoleh nilai yang cukup baik terhadap materi fiqh
khususnya bab shalat.[71]
Ustaz khaidir juga memaparkan
tentang penentuan pembelajaran fiqh pada santri kelas VIII putra sebagai
berikut:
Setelah memberikan arahan kepada ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir untuk
menentukan tujuan pembelajaran fiqh terhadap santri, hasil pembelajaran fiqh
pada kelas VIII putra terdapat perbedaan dari tahun sebelumnya.[72]
Peneliti juga mewawancarai dengan
Edi Yani santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Kami sudah bisa menguasai semua yang telah diberikan oleg guru fiqh kami
pada saat proses pembelajaran berlangsung, karena kedua guru fiqh membatasi
materi yang diajarkannya.[73]
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi peneliti dapat menguraikan
bahwa santri sudah mampu menguasai materi fiqh berdasarkan tujuan
pembelajaran yang di tetapkan oleh guru
fiqh.
Berdasarkan hasil dari peneliti lakukan di MTsS Ulumuddin, bahwa penetapan
jadwal dan alokasi jam belajar untuk pelajaran fiqh pada santri kelas VIII
putra sangat efektif, karena jumlah keseluruhan jam belajar fiqh dalam seminggu
10 jam. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh ust Nazir :
Dengan
penetapan jadwal belajar dan jumlah jam belajar seminggu 10 jam, santri
memiliki minat yang besar sehingga dengan jumlah jam tersebut santri sudah
mencapai targetnya.[74]
Untuk memperkuat data penelitian, peneliti
turut mewawancarai ustaz Zulfikar terhadap penetapan waktu dan jam belajar :
Santri sudah bisa memahami pengerti .[75]
Berikut peneliti wawancarai Mubarak santri
kelas VIII putra :
Dengan ustaz-ustaz yang menetap tinggal di
dayah serta mau mendukung kami, dengan pembelajaran bahasa Arab yang diajarkan
kepada kami, maka kami sudah bisa membaca kitab klasik dan mudah dalam memahami
materi fiqh.[76]
Bapak khaidir juga menambahkan sedikit
pembahasan tentang penetapan waktu balajar:
Selama proses pembelajaran berlangsung, santri merasa senang dan
bersemangat, hal ini terlihat dari keseriusan santri-santri ketika
berlangsungnya proses pembelajaran fiqh baik kurikulum KTSP maupun Kurikulum
Salafiyah.[77]
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, peneliti dapat menguraikan bahwa
penempatan waktu belajar pada dua tempat, pertama waktu pagi, kedua
pada waktu malam. Pada waktu pagi jumlah jam belajar fiqh 4 jam dalam seminggu
dan pada waktu malam 6 jam dalam seminggu, ini sudah terlihat kemajuan pada
santri kelas VIII putra dan hasil belajar yang mereka peroleh sudah memenuhi
nilai rata-rata.
Dibawah ini hasil wawancara
dengan ustaz Zulfikar tentang penyusunan
silabus dan RPP:
Perangkat pembelajaran berupa silabus dan RPP yang
kami susun untuk santri kelas VIII putra sangat mempengaruhi hasil belajar dan
proses pembelajaran yang bagus.[78]
Ustaz Nazir juga memaparkan
pendapatnya bahwa:
Ketika saya tanyai santri kelas VIII putra tentang rukun shalat mereka
sudah bisa menyebutkannya, hal ini terlihat perubahan keseriusan santri dalam
menyimak materi yang saya sampaikan, dari inilah dapat kita lihat minat belajar
mereka.[79]
Dibawah ini hasil wawancara
dengan bapak Khaidir kepala sekolah MTsS Ulumuuddin terhadap penyusunan Silabus
dan RPP:
Perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP yang digunakan guru fiqh
kami disini sangat efektif, hal ini berdasarkan hasil tes mereka saat ujian
lisan, santri sudah mengerti yang mana wajib shalat dan yang mana syarat sah
shalat.[80]
Berikut hasil wawancara dengan
Zubaili yaitu santri kelas VIII putra:
Dengan perangkat belajar yang digunakan ustaz kami saat belajar kepuasan
kami kami sudah bisa membedakan yang mana rukun, sunnah, wajib dan yang
membatalkan shalat.[81]
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi diatas dapat peneliti simpulkan bahwa perangkat pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
santri kelas VIII putra. Santri sudah bisa membedakan yang mana wajib, sunnah,
syarat shalat, dan yang membatalkan shalat.
1.
Metode dan Strategi Pembelajaran
Penerapan
strategi dan metode juga mempengaruhi hasil belajar. Berikut ustaz Khaidir mengungkapkan pendapat dalam
wawancaranya:
Saya tinggal disini, jadi pada saat shalat
jama’ah yakni setelah shalat, saya panggil beberapa santri untuk mempraktekkan
gerakan shalat, ketika saya lihat santri melakukannya tanpa ada keraguan dan
sumua gerakannya benar.[82]
Berikut hasil wawancara dengan ustaz Nazir bahwa beliau
memaparkan sebagai berikut:
Dengan metode komando yang saya gunakan santri memperoleh
hasil ujian praktek shalat yang bagus, hal ini berdasarkan lembaran nilai yang
diberikan oleh penguji setelah mereka mengikuti ujian praktek..[83]
Berikut hasil wawancara dengan Reza
Favlefi santri kelas VIII putra:
Kami sangat bersemangat belajar dengan kedua
ustaz kami, karena pengelolaan ruangan kedua ustaz kami tersebut tidak membuat
kami bosan, kami semua aktif dalam ruangan ketika kedua guru kami menggunakan
metode dan strategi.[84]
Adapun
hasil dari observasi langsung selama proses pembelajaran, penulis melihat
proses pembelajaran dengan menggunakan metode komando dan strategi diskusi kelompok, santri sangat antusias dalam belajar dan
memperhatikan penjelasan guru dalam memberi pengarahan, sehingga santri dengan
mudah dapat memahami materi, serta semua gersakan dalam shalat sudah dilakukan dengan benar oleh
santri kelas VIII putra.
Santri kelas VIII putra di MTsS
Ulumuddin memiliki minat yang besar terhadap pembelajaran materi bab shalat
salah satunya.
Sebagaimana yang di ungkapkan
oleh ustaz Nazir bahwa:
Santri mampu membacakan surat iftitah dengan benar dan bacaan sunnah yang
lain juga demikian, nah pada bacaan yang sunnah ab’ad santri juga mampu
menghafalnya, hal ini berdasarkan hasil tugas kelompok untuk mempraktekkan
kedepan secara perorangan oleh ketua kelompok.[85]
Berikut ini
hasil wawancara yang diungkapkan oleh ustaz Zulfikar bahwa:
Penyesuaian materi kepada santri kami sudah memiliki
kemampuan dan kecakapan dalam penyerapan materi bab shalat, ini terlihat dari
penjelasan santri ketika menjelas pengertian shalat dalil shalat dan ruang
lingku shalat.[86]
Berdasarkan hasil
wawancara dengan Afriadi , santri kelas
VIII bahwa:
Kami senang ketika ustaz khaidir tidak mengomentari
tentang gerakan shalat kami, dan pada saat ujian lisan kami tidak ada teguran
dari penguji tentang bacaan kami, biasanya pada saat ujian lisan ketika salah
disuruh untuk mengulanginya.[87]
Untuk
memperkuat argumen penelitian, peneliti juga mewawancarai kepala sekolah
tentang minat belajar santri terhadap bab shalat, demikian dipaparkan oleh
ustaz Khaidir :
Santri sangat berminat saat belajar fiqh berlangsung
tentang bab shalat, karena pada saat belajar mereka semua tertip dan disiplin,
dan hasil ulangan mereka pun sangat memuaskan orang tuannya..[88]
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi, maka dapat peneliti uraikan bahwa santri sudah bisa menyebutkan dan
membedakan hal-hal yang penting dalam shalat. Sejauh observasi peneliti santri kelas
VIII putra memiliki minat belajar yang tinggi, hal ini dapat dikenali melalui
proses pembelajaran yaitu:
1.
Rasa senang
santri dalam mengikuti proses pembelajaran.
2.
Perhatian dalam
belajar.
3.
Antusias santri
melakukan kegiatan dan mengerjakan tugas yang diberikan ustaz Zulfikar dan
ustaz Nazir dengan rasa senang dan sungguh-sungguh.
Media sangat berpengaruh terhadap daya tangkap santri. Dari itulah kedua guru fiqh pada MTsS Ulumuddin selalu
menggunakan media pada bab shalat, media yang digunakan oleh ustaz Zulfikar dan
Ustaz Nazir pada bab shalat yaitu gambar tentang gerakan yang benar dalam
shalat dan bacaan dalam shalat.
Berikut ini hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar tentang media
pembelajaran:
Santri mampu mengamati media yang saya guanakan tentang gerakan
dalam shalat, kerana ketika saya suruh untuk menyebutkannya mereka bisa
memjawabnya dan hasil ulangan mereka pun sangat baik.[89]
Ustaz Nazir juga turut memaparkan pendapatnya bahwa:
Dengan media santri sudah bisa melakukan
gerakan shalat dengan benar, hal ini ketika saya menyuruh mereka untuk
mempraktekkan kedepan dan bacaan shalat mereka sudah sempurna sebagaimana yang
kita bacakan.[90]
Sebagaimana yang dipaparkan oleh bapak khaidir bahwa:
Saya melihat aktivitas santri kelas VIII putra
diluar kelas ketika mengerjakan shalat di Musalla gerakannya sudah benar dan
ketika saya penggil dan menyuruh untuk membacakan bacaan dalam shalatpun sudah
benar.[91]
Dibawah ini hasil wawancara dengan Iqbal yaitu santri kelas VIII Putra MTsS
Ulumuddin tentang penggunaan media:
Kami pernah di tes oleh kepala sekolah yaitu
ustaz Kahidir di Musalla seusai shalat zuhur, dia mengatakan bahwa teruslah
seperti ini ketika shalat, semua gerakan shalat kalian sudah bagus.[92]
Dari hasil wawancara dan observasi diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa
santri sudah mampu melakukan gerakan shalat dengan benar serta bacaan shalat
dengan benar, penggunaan media sangat berpengaruh terhadap daya tangkap santri
kelas VIII putra MTsS Ulumuddin.
Hasil ulangan
formatif yang diperoleh oleh santri kelas VIII putra sangat memuaskan
berdasarkan minat belajar santri yang telah kami paparkan diatas. Dan juga
pengelolaan kelas oleh kedua guru fiqh yang mahir menggunakan perangkat
pembelajaran. Berikut hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar tentang
evaluasi pembelajaran fiqh bahwa:
Kami memberikan nilai ujian lisan kepada santri kelas
VIII putra dengan hasil yang memuaskan berdasarkan keinginan dan keseriusan
belajar mereka saat proses pembelajaran berlangsung serta kemauan mereka
mempraktekkan diluar kelas.[93]
Ustaz Nazir
juga memaparkan pendapatnya tentang evaluasi pembelajaran fiqh:
Pada saat evaluasi pembelajaran saya memberikan hasil ulangan
tulisan santri santri kelas VIII putra mencapai nilai rata-rata, malahan
sebagian dari mereka melebihi dari nilai rata-rata.[94]
Ustaz Khaidir
juga menjelaskan sedikit penjelasan evaluasi:
Dalam buku evaluasi santri saya melihat bahwaa santri
kelas VIII putra sudah mencapai dan melebihi nilai rata-rata, saya merasa
senang dengan semua kerja kersa guru fiqh selama ini.[95]
Peneliti juga
mewawancarai Maris Bana yaitu santri kelas VIII putra:
Ketika orang tua kami melihat hasil ulangan tulisan dan
ulangan lisan kami di dalam lemari, mereka merasa senang dan bangga atas kerja
keras kami disini, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada ustaz Zulfikar
dan ustaz Nazir.[96]
Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi yang peneliti lihat di lokasi penelitian, ustaz
Zulfikar dan ustaz Nazir membuat dua bentuk ulangan formatif yaitu ulangan
tulisan dan ulangan lisan dau-duanya sudah terbukti dapat mempengaruhi hasil
belajar santri berdasarkan hasil belajar yang mereka peroleh.
C.
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Berdasarkan data yang
peneliti peroleh melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, berikut
adalah kesimpulan hasil analisis :
Penentuan
tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media,
materi dan evaluasi pada santri kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin sangat
berpengaruh terhadap efektifitas pembelajaran bidang studi fiqh. hal tersebut
jelas tampak pada saat santri antusias dan termotivasi dalam belajar dan juga pada saat berkompetisi pada belajar
kelompok dan juga pada saat guru melakukan ulangan formatif, dan setelah itupun
santri lebih dapat mengingat materi tersebut pada saat guru mengulang kembali
materi yang telah dipelajari.
Berkaitan dengan hal tersebut, Penentuan
tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media,
materi dan evaluasi pada santri kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin sangat baik dan efektif diterapkan untuk
meningkatkan hasil pembelajaran fiqh khususnya tentang bab shalat yang optimal,
karena tercapainya tujuan pembelajaran adalah target yang mesti terpenuhi dalam
harapan belajar. Salah satu keefektifan santri tampak pada saat santri fokus
dalam mengikuti proses pembelajaran, mereka tampak termotivasi saat belajar dan
tidak hanya pasif menunggu jawaban dari teman, namun saling berusaha untuk
menemukan penyelesaian masalah yang diberikan guru.
Peneliti
juga menilai dalam sebuah pembelajaran
sangatlah penting bagi guru untuk membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran salah satunya pemilihan perangkat yang
tepat. Guru fiqh pada MTsS Ulumuddin selain pintar,
juga profesional dan berpengalaman. Guru mempunyai peran terhadap keberhasilan santri dalam belajar terutama dalam hal meningkatkan
kompetensi pemahaman santri dan juga motivasi belajar santri. Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan
RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi yang dipilih oleh guru sangat mempengaruhi keberhasilan tercapainya efektifitas pembelajaran. Guru bidang studi fiqh pada MTsS Ulumuddin dalam memilih perangkat pembelajaran sangat berpengalaman serta
memahami cara ataupun upaya memotivasi belajar santri untuk mendapat hasil
belajar yang efektif. usaha guru dalam meningkatkan hasil belajar fiqh
selain menerapkan Penentuan tujuan
pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan
evaluasi yang bertujuan
supaya santri dapat mengembangkan semangat belajar mandiri, guru juga mengelola proses belajar mengajar dengan tujuan agar seluruh santri dapat terlibat dalam
pembelajaran.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan sekian banyak
uraian tentang Efektivitas Pembelajaran Fiqh Pada Santri Kelas VIII Putra di
MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk melihat efektivitas pembelajaran
fiqh pendidik harus benar-benar memperhatikan apa saja yang harus disiapkan.
Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode,
media, materi dan evaluasi sangat efektif untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran fiqh. Hal ini terlihat pada aktifitas belajar santri yang lebih
aktif dalam proses belajar mengajar dan santri terlibat sepenuhnya dalam
berdiskusi sehingga hasil belajar santri menjadi lebih baik.
2. Setelah guru menerapkan Penentuan tujuan
pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan
evaluasi, hasil belajar santri lebih meningkat dari sebelumnya. Hal ini
dibuktikan dengan partisipasi santri dalam proses belajar mengajar, terutama
dalam menyimpulkan informasi dari hasil diskusi kelompok, dan dalam proses
belajar mengajar santri lebih aktif, dan juga santri sangat antusias dalam
belajar fiqh serta mempraktekkan diluar kelas, sehingga pada tahap evaluasi,
santri sudah mencapai nilai rata-rata.
B.
SARAN
Berikut ini ada
beberapa saran yang sifatnya membangun dari penulis tentang Efektivitas Pembelajaran
Fiqh Pada Santri Kelas VIII Putra di MTsS UlumuddinUteunkot Cunda adalah
sebagai berikut:
1. Kepada guru bidang studi fiqh teruslah
berupaya menjalankan pembelajaran ini, karena terbukti Penentuan tujuan
pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan
evaluasi ini dapat memberi semangat dan dorongan belajar yang lebih baik dari
pada belajar sebelumnya.
2. Bagi santri-santri MTsS Ulumuddin agar
dapat lebih meningkatkan semangat dan hasil belajar pada pembelajaran fiqh yang
lebih baik sehingga menjadi manusia yang berguna dimasa sekarang, dan masa
mendatang.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam
(Ushul Fiqh). Jilid I, Terjemahan Noer.
Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith,
jilid 1.
Asri Budiningsih, Belajara dan Pembelajaran, Penerbit Rinikan Cipta,
Yogyakarta.
Al-Amidi, Al-Ihkam Fi Ushul
Al-Ahkam, Muassasah Al-Halaby, Kairo,
Alwi,
Hasan dkk, 2002, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta ,
Arif
Furkhan, 2003, Pengantar Metodologi
Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional.
As-Shabuni, M. Ali, Al- Tibyan Fi
Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Arshad, Beirut.
Daryanto,
1997, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo.
Dawam Rahardjo, 1985, Pergulatan
Dunia Pesantren, Jakarta: Media
Pratama offset.
Departemen
Agama, 2003, Pengelolaan Kurikulum dan
Hasil Belajar, Edisi Juni, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama.
Departemen
Agama Republik Indonesia, 1993, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Jakarta: CV. Kathoda.
Hari
Suderajat, 2004, Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.
Hudoyono
Herman, 2005, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika, Malang, Universitas Negeri Malang (UM PRESS),
Imam
Bukhari, Shaih Bukhari Juz I, Jakarta: Darul Hadist Qahirah,t.t.
Kaluge
dan Bert, 2005, Teori dan Praktik
Keefektifaan Pendidikan, Kelas, Sekolah dan Kebijakan, Surabaya: Unesa University
Press.
Kartika, Pengembangan Kurikulum Fiqih Telaah Terhadapb
Komponen Kurikulum Fiqih Pada Madrasah Tsanawiyah 403, Pada 02/10/2011,
20:01.
Kurikulum
1993 dan GBPP Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI.
Lexiy
J Moleong, 2006, Metodelogi Penelitian
Kualitatif Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Marbono,
2004, Metode Penelitian Pendidikan,
Jakarta: Rineka Cipta.
Nana Sudjana,
1989,
CBSA dalam
Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Nasution, 1995, Kegiatan
Belajar Mengajar, Jakarta: Gramedia.
Oxford Learner’s Pocket
Dictionary, 2003.
Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008.
Rustaman, dkk, 2001, Strategi Belajar mengajar, Jakarta: Jica Imstep.
Sagala Syaiful, 2007, Konsep
Dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alvabeta.
Sanjaya, 2008, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta:Kencana.
Saleh, Subhi, Mabahis Fi Ulum
Al-Qur’an. Muassasah Ar-Risalah, Mesir, 1404H.
Steers, M. Richard, 1985, Efektifitas
Organisasi, Jakarta: Erlangga.
Siagian,
Sondang P. 2007,
Teori Pengembangan Efektifitas
Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara,
Stake,
1967, The countenance of educational
evaluation. Teachers College Record.
Stufflebeam,
1972. Systematic evaluation: A self–instructional guide to theory and
practice. New York: Kluwer Nijhoff Publishing.
Zakiah
Daradjat dkk, 2011, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara.
[9] Kaluge
dan Bert, Teori dan Praktik Keefektifaan
Pendidikan, Kelas, Sekolah dan Kebijakan, Surabaya: Unesa University Press,
2005, hal. 17
[10] Siagian,
Sondang P. Teori Pengembangan Efektifitas Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara, 2007, hal. 151
[12] Hudoyono Herman, 2005, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika, Malang, Universitas Negeri Malang (UM PRESS), hal. 7
[14] Stufflebeam,
Systematic evaluation: A self–instructional guide to theory and practice.
New York: Kluwer Nijhoff Publishing. 1972. hal. 73.
[20] Departemen Agama, Pengelolaan Kurikulum dan Hasil Belajar,
Edisi Juni 2003, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama), hal 2.
[21] Hari Suderajat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK), (Bandung: CV Cipta Cekas Grafika, 2004), hal. 60-61.
[23]Saleh, Subhi, Mabahis Fi Ulum Al-Qur’an.
Muassasah Ar-Risalah, Mesir, 1404H. hlm. 19.
[26] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: CV. Kathoda, 1993), hal. 1079.
[28] http://www.pustakaskripsi.com,
Pengembangan Kurikulum Fiqih Telaah Terhadapb Komponen Kurikulum Fiqih Pada
Madrasah Tsanawiyah 403, Pada 02/10/2011, 20:01 .
[29] Abdul
Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam
(Ushul Fiqh). Jilid I, Terjemahan Noer Iskandar Al-Barsany dan Moh Tolhah
Mansur, (Yogyakarta: Nurcabaya, 1980), hal, 16.
[30] Kurikulum 1993 dan
GBPP Madrasah Tsanawiyah, (Jakarta: Depag RI, 1993), hal. 3-4.
[31] Zakiah
Daradjat dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), hlm. 78.
[35]
Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan(Pendekata Kuantitatid, Kualitatif Dan
R &D),(Bandung: Alfabeta), h. 15.
[36] Lexiy
J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif
Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal.9.
[38] Arif Furkhan, Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha
Nasional, 2003), hal. 37
[39] Marbono, Metode
Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 36
[41] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin, Diwawancarai Pada 19 Januari 2015.
[42] Hasil
Wawancara dengan nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda
Lhokseumawe, Pada 12 Januari 2015.
[43] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 12 Januari 2015.
[44] Hasil
Wawancara dengan Zubaili, Santri Kelas VIII Putra, MTsS Ulumuddin Uteunkot
Cunda Lhokseumawe, Pada 13 Januari 2015.
[45] Hasil
Wawancara dengan Nszir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.
[46] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin.
Diwawncarai pda 12 Januari 2015.
[47] Hasil
Wawancara dengan Afriadi, Santri kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai
pda 14 Januari 2015.
[48] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[49] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.
[50] Hasil
Wawancara dengan Nazir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin. Diwawncarai pda 16 Januari 2015.
[51] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[52] Hasil
Wawancara dengan Reza, Santri Kelas VIII Putra, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda
Lhokseumawe, Pada 15 Januari 2015.
[53] Wawancara
dengan Nazir, Kedua Guru Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 15 Januari
2015.
[54] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Kedua Guru Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai
pada 15 Januari 2015.
[55]Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala Sekolah MTsS Ulumuddin. Diwawancarai pada 17
Januari 2015.
[56]Hasil
Wawancara dengan Sayuti dan Nasruddin, Santri Kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin,
Diwawancarai pada, 14 Januari 2015.
[57] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin.
Diwawancarai pada 12 Januari 2015.
[58] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin.
Diwawancarai pada 12 Januari 2015.
[59] Hasil
wawancara dengan afriadi dan zubaili, santri kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin,
Diwawancarai pada 13 Januari 2015.
[60] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[61] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.
[62] Hasil
Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.
[63] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[64] Hasil
Wawancara dengan Iqbal, Zubaili, zulfahmi, Santri Kelas VIII Putra Pada MTsS
Ulumuddin, Diwawancarai pada, 14 Januari
2015.
[65] Hasil Wawancara dengan
Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai
Pada 15 Januari 2015.
[66] Hasil Wawancara dengan
Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai
Pada 15 Januari 2015.
[67] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[68] Hasil Wawancara dengan
Maris Bana, santri kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin, Diakses
Pada 13 Januari 2015.
[69] Hasil Wawancara dengan
Zulfikar dan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin,
Diwawancarai Pada 15 Januari 2015.
[70] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin,
Diwawancarai Pada 19 Januari 2015.
[71] Hasil
Wawancara dengan nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda
Lhokseumawe, Pada 12 Januari 2015.
[72] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 12 Januari 2015.
[73] Hasil
Wawancara dengan Edi, Santri Kelas VIII Putra, MTsS
Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 13 Januari 2015.
[74] Hasil
Wawancara dengan Nszir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.
[75] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.
[76] Hasil
Wawancara dengan Mubarak, Santri kelas VIII
putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 14 Januari 2015.
[77] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[78] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.
[79] Hasil
Wawancara dengan Nazir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS
Ulumuddin. Diwawncarai pda 16 Januari 2015.
[80] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[81] Hasil
Wawancara dengan Zubaili, Santri Kelas
VIII Putra, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 15 Januari 2015.
[83] Hasil
Wawancara dengan Nazir, Guru Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 15
Januari 2015.
[84] Hasil
Wawancara dengan Reza, Santri Kelas VIII putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai
pada 17 Januari 2015.
[85] Hasil
Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin.
Diwawancarai pada 12 Januari 2015.
[86] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin.
Diwawancarai pada 12 Januari 2015.
[87] Hasil
wawancara dengan Afriadi, Santri Kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin, Diwawancarai
pada 13 Januari 2015.
[88] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[89] Hasil
Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.
[90] Hasil
Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.
[91] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[92] Hasil
Wawancara dengan Iqbal, Santri Kelas VIII Putra Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada, 14 Januari 2015.
[93] Wawancara
dengan Zulfikar. Guru Bidang Studi
Fiqh Kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin.
Diwawancarai pada 17 Januari 2015.
[94] Hasil Wawancara dengan
Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai
Pada 15 Januari 2015.
[95] Hasil
Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe,
Pada 14 Januari 2015.
[96] Hasil Wawancara dengan
Maris Bana, santri kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin, Diakses
Pada 13 Januari 2015.
Komentar
Posting Komentar