EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN FIQH PADA MTsS ULUMUDDIN TERHADAP SANTRI KELAS VIII PUTRA



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berkaitan dengan pendidikan, bahwa efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam pengajaran.[1] Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses belajar mengaja disekolah, baik sekolah dasar maupun menengah pasti mempunyai target bahan ajar yang harus dicapai oleh setiap guru berdasarkan pada kurikulum yang berlaku pada saat itu. Bahan ajar yang banyak terangkum dalam kurikulum tersebut tentunya harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia tanpa mengabaikan tujuan utama dari pembelajaran itu sendiri, yakni pemahaman dan keterampilan siswa. Sehingga pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila tujuan-tujuan instruksional yang telah ditentukan dalam pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Proses pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik supaya peserta berilmu pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada peserta didik.[2] Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu obyektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.[3]
Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembangan dari segala bidang, diantaranya bidang penididikan agama merupakan tanggung jawab kita semua, selain itu indonesia juga memiliki keragaman budaya, suku, agama dan sistem pendidikannya, mulai zaman penjajahan sampai sekarang ini, disamping itu kita kenal adanya sistem pendidikan sekolah dan sestem pendidikan pesantren atau Dayah Salafiyah. Pendidikan Pesantren dan Salafiyah sekarang ini ada yang dikolaborasi menjadi satu pendidikan yang dikenal dengan nama Pesantren atau Dayah Terpadu, pada Dayah Terpadu umumnya memiliki dua penggabungan kurikulum, yaitu kurikulum umum yang dikenal dengan kurikulum dinas atau kurikulum Madrasah dan kurikulum Dayah Salafiyah, tetapi ada juga beberapa Pesantren atau Dayah Terpadu memiliki tiga kurikulum yang digabungkan dalam satu wadah pendidikan yaitu terdiri dari kurikulum Madrasah, kurikulum Dayah Salafiyah dan kurikulum Bahasa, ketiga kurikulum tersebut walaupun dalam satu wadah tetapi pengurusnya berbeda atau masing-masing mempunyai kepala bidang yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses pembelajaran ataupun pendidikan pada tiga lembaga tersebut dan mereka mempunyai wakil kepala bidang kurikulum masing-masing. Diantara kurikulum Madrasah dan kurikulum Dayah Salafiyah terdapat beberapa mata pelajaran yang sama tetapi isi, metode pembelajaran dan referensinya berbeda beda, sebagai salah satu contohnya pelajaran fiqh,  yaitu pada lembaga Madrasah dikenal dengan pelajaran Fiqh Madrasah yang berpedoman pada kurikulum Departemen Kementrian Agama yang dipelajari dari buku-buku fiqh berbahasa Indonesia dan pada pada lembaga Dayah Salafiyah dikenal dengan Fiqh Klasik yaitu dipelajari melalui kitab-kitab Fiqh Klasik yang berbahasa Arab atau lebih dikenal dengan nama kitab kuning atau kitab gundul.
Efektifitas Pembelajaran akan sangat mendukung suatu hasil belajar  apabila adanya pembelajaran tambahan baik yang dilakukan dalam pesantren maupun diluar pesantren diantara faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar adalah faktor kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dengan adanya interaksi antara guru dan murid. Faktor tersebut harus dimiliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajian), sebab didalam pengajian terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh kemampuan guru dalam mengajar dan latar pendidikannya. Guru yang memiliki motivasi yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada siswa, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran sangat sedikit. Sehingga menjadikan pembelajaran tidak berjalan maksimal. Untuk mengetahui kontribusi kitab-kitab salaf dalam pengajaran fiqih di pesantren, maka perlu memahami unsur-unsur yang terdapat dalam sistem pengajaran fiqih serta kecenderungan yang ada dalam pengajaran fiqih di pesantren. Bertitik tolak dari temuan-temuan mengenai hal tersebut dapat dilakukan prediksi tentang pengajaran fiqih di pesantren pada masa yang akan datang.
Seiring dengan perkembangan zaman, pada akhir abad 19 pesantren merubah sistem pendidikannya yaitu dengan memasukkan pengetahuan umum pada kurikulumnya, yang sebelumnya pesantren hanya mempelajari ilmu pengetahuan agama yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadist dan kitab-kitab yang berbahasa Arab atau kitab kuning, perubahan ini didukung oleh pemerintah mewajibkan Madrasah Wajib Belajar (MBW) yaitu pada tahun 1958/1959.[4] Bahkan kini pesantren, selain menerapkan jenjang kelas yang setingkat dengan sekolah formal pada umumnya juga telah berkembang dan berusaha menerapkan perguruan tinggi yang disebut dengan Ma’had ‘Ali. Dayah Mudi Mesra Samalanga Bireun adalah salah satu contoh lembaga Dayah yang sedang berusaha menerapkan sistem perguruan tinggi kedalam jenjang pendidikan yang dimiliki dayah tersebut.
Secara garis besar Madrasah Tsanawiyah saat ini dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1.      Madrasah Tsanawiyah Negeri yang tetap mempertahankan kurikulum Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan yang dikenal dengan Kurikulum Madrasah.
2.      Madrsah Tsanawiyah Swasta adalah madrasah yang berada didalam pondok pesantren atau dayah yang menggabungkan kurikulum madrasah, kurikulum dayah salafiyah dan kurikulum bahasa dan ada juga madrasah diluar pondok pesantren atau dayah yang masih sama kurikulumnya dengan Madrasah Tsanawiyah Negeri.
Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin adalah Madrasah yang berada dalam pondok pesantren terpadu yang bernama Dayah Ulumuddin yaitu sebuah pondok pesantren yang terletak di Desa Uteunkot Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe, sejak berdirinya sampai saat ini telah banyak menghasilkan alumni-alumni yang berkualitas dalam berbagai disiplin ilmu keagamaan dan ilmu umum lulusan dalam negeri dan luar negeri, kehadiran Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin ditengah-tengah masyarakat bukan sekedar memenuhi kebutuhan keilmuan, melaikan juga penyebaran etika dan moralitas keagamaan, kedudukan kepala madrasah dan pimpinan dayah mempunyai peranan besar dalam mewujudkan pendidikan dalam masyarakat, disamping itu juga, Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe telah banyak Meluluskan Santrinya untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Ilmu yang ditimba para alumni MTsS Ulumuddin sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat dan berjuang. Ini tentu ditunjang dari sistem pendidikan MTsS Ulumuddin yang manajemennya telah di rancang dengan baik. Guru yang mengajar di MTsS Ulumuddin umumnya alumni MTsS Ulumuddin yang telah menempuh pendidikan sarjana dan master bahkan ada yang sedang menempuh Strata 3 (S3) keluar negeri dan dalam negeri. Jadi dalam pembelajaran MTsS Ulumuddin mudah terkendali karena gurunya itu para alumni yang telah berpengalaman di MTsS Ulumuddin sebelumnya. Walaupun demikian masalah selalu ada, banyak santri yang berbeda pendapat dan berbeda keinginan dalam belajar fiqh, oleh karena itu para guru dayah telah berusaha keras dalam memberikan ilmu kepada santri supaya mudah dalam memahami fiqh. Efektivitas Pembelajaran dalam Pesantren perlu kita perhatikan, lebih lagi itu pembelajaran agama di MTsS Ulumuddin. Pembelajaran agama yang kita utamakan dalam penelitian ini yaitu Pembelajaran Fiqh.
Dari latar belakang masalah diatas, maka lembaga pendidikan Madrasah yang berada dibawah naungan pondok pesantren atau dayah memiliki ciri khas, kelebihan dan kekurangan tersendiri, namun tetap bertahan didunia pendidikan, oleh karena itu peneliti akan mengankat suatu permasalahan yang berjudul Efektifitas Pembelajaran Fiqh Pada Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe”, adapaun tempat penelitian adalah Madrasah Tsanawiyah Swasta yang terdapat pada Dayah Ulumuddin Lhokseumawe.

B. Pertanyaan Penelitian
Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana langkah-langkah pembelajaran Fiqh pada kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe ?
2.      Bagaimana implikasi materi fiqh pada siswa di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe ?


C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan penelitian adalah:
1.      Untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran Fiqh di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe ?
2.      Untuk mengetahui implikasi materi fiqh pada siswa pada MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe ?

D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi mamfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat Teoritis dan manfaat Praktis.
1.      Manfaat Teoritis.
Yang menjadi manfaat teoritis dalam skripsi ini adalah untuk menambahkan wawasan, pembendaharaan dan ilmu pengetahuan tentang metode penelitian dan efektifitas pembelajaran fiqh di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhoksemawe.
2.      Manfaat Praktis
Yang menjadi manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai prasyarat memperoleh strata satu (S1) dan memberikan kontribusi kepada Ustaz dan guru di MTsS Ulumuddin terhadap pembelajaran fiqh.



E. Definisi Operasional
Mengingat judul penelitian menimbulkan polemik atau penafsiran yang bermacam-macam, berikut peneliti mendefinisikan judul dengan variable judul:
1.      Efektifitas Pembelajaran
            Efektivitas merupakan derivasi dari kata efektif yang dalam bahasa Inggris effective didefinisikan “producing a desired or intended result atau “producing the result that is wanted or intended” dan definisi sederhananya “coming into use[5]. Efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh, hal berkesan” atau ” keberhasilan (usaha, tindakan)”.[6]
2.      Pembelajaran Fiqh.
Sistem pengajaran fiqih di pesantren  pada umunya diselenggarakan secara non klasikal, yakni dengan menerapkan metode sorogan dan bandongan. Selain kedua metode tersebut, di pesantren juga kerap digunakan metode mudzakarah/seminar. Untuk mengetahui tingkat penguasaan santri, dilaksanakan pola evaluasi yang tidak berdasarkan peringkat angka-angka, melainkan berdasarkan kemampuannya dalam membaca dan memahami kitab yang dipelajarinya.
Di mayoritas pesantren, kitab-kitab fiqih yang diajarkan adalah karya-karya fiqih Syafi’iyah yang ditulis pada periode abad pertengahan (X - XV M). Kitab-kitab ini terdiri dari berbagai jenis dan tingkatan dan digunakan sesuai dengan tingkat penguasaan santri terhadap kitab salaf. Terdapat indikasi kuat bahwa pengajaran kitab-kitab fiqih salaf akan senantiasa dipertahankan meskipun ada pembaharuan sistem pendidikan pesantren. Unsur-unsur yang mengalami perubahan adalah pada segi manajemen, pola pendidikan, dan metode pengajaran.
Madrasah artinya sekolah atau perguruan (biasanya yang berdasarkan Agama Islam), Tsanawiyah adalah tingkat pendidikan menengah pertama dan Swasta adalah milik pribadi (bukan negeri), Ulumuddin nama sebuah lembaga pendidikan Islam. Sedangkan Uteunkot Cunda Lhokseumawe sebuah lokasi tempat berada Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin.[7]

F. Kajian Terdahulu
Sejauh pencarian peneliti melalui digital dan manual baik melalui pustaka dan blog, peneliti juga menemukan judul penelitian yang hampir sama.
1.      Perbedaan Pembelajaran Fiqh Madrasah Aliyah dan Fiqh Salafiyah, yang di teliti oleh Khaidir.
2.       


BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Pengertian Efektifitas
            Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client.[8]
Secara harfiah efektivitas sama dengan keefektifan. Menurut Kaluge & Bert istilah “pembelajaran efektif” tidak lazim digunakan. Yang kerap dipakai ialah ‘keefektifan mengajar’ dan ‘keefektifan pendidikan’. Tetapi keefektifan pendidikan tidak menunjukkan elemen pendidikan yang dimaksudkan: pendidikan pada level sekolah, kebijakan pendidikan, sistem pendidikan ataukah pendidikan pada level ruang kelas. Istilah ‘keefektifan pengajaran’ memberikan tekanan pada pendidikan di level ruang kelas, yang terutama dipengaruhi sebagian besar oleh perlakuan guru.[9]
Keefektifan berhubungan dengan tujuan atau sasaran yang ditentukan sejak awal yang dapat diukur dengan tes prestasi, baik berupa kognitif, afektif maupun psikomotor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran tidak hanya disebabkan oleh faktor guru dan kurikulum. Banyak faktor lain, mulai dari kondisi di kelas sampai aktivitas-aktivitas guru bisa mempengaruhi prestasi siswa atau menjelaskan perbedaan prestasi siswa termasuk status sosial ekonomi, etnis dan gender.

B.  Indikator-indikator Efektivitas Pembelajaran.
Adapun indikator dalam efektivitas dalam penelitian ini adalah:[10]
1.      Ketuntasan belajar
2.      Aktivitas belajar siswa
3.      Waktu pelaksanaan pembelajaran
4.      Kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran
5.      Respon siswa terhadap pembelajaran yang positif
6.      Hasil belajar
Untuk memperjelas indikator-indikator diatas, maka peneliti jelaskan sebagai berikut:
1.      Ketuntasan belajar
Ketuntasan belajar dapat dilihat dari hasil belajar yang telah mencapai ketuntasan individual, yakni siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah yang bersangkutan.
2.      Aktivitas belajar siswa
Aktivitas belajar siswa adalah proses komunikasi dalam lingkungan kelas, baik proses akibat dari hasil interaksi siswa dan guru atau siswa dengan siswa sehingga menghasilkan perubahan akademik, sikap, tingkah laku, dan keterampilan yang dapat diamati melalui perhatian siswa, kesungguhan siswa, kedisiplinan siswa, keterampilan siswa dalam bertanya/ menjawab.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran bisa positif maupun negatif. Aktivitas siswa yang positif misalnya; mengajukan pendapat atau gagasan, mengerjakan tugas atau soal, komunikasi dengan guru secara aktif dalam pembelajaran dan komunikasi dengan sesama siswa sehingga dapat memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi, sedangkan aktivitas siswa yang negatif, misalnya menganggu sesama siswa pada saat proses belajar mengajar di kelas, melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru.
Banyak aktifitas-aktifitas yang dilakukan anak-anak disekolah, tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim disekolah tradisional. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan murid antara lain:[11]
1.      Visual activities (13): seperti membaca, memperhatikan, menggambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan oranglain, dan lain-lain.
2.      Oral activities (43): seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, diskusi, interupsi, dan lain-lain.
3.      Listening activities (11): seperti mendengarkan uraian, musik, pidato, dan lain-lain.
4.      Writing activities (22): seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan lain-lain.
5.      Motor activities (47): seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan lain-lain
6.      Drawing activities (8): seperti menggambar, membuat grafik, peta, dan lain-lain.
7.      Mental activities (23): seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan lain-lain.
8.      Emotional activities (23): seperti menaruh minat, bosan,gembira dan lain-lain.
Pada penelitian ini, peniliti akan meneliti aktifitas siswa yang meliputi kerapian dan ketertiban siswa, kesiapan alat-alat tulis, kesiapan menerima materi pelajaran, persiapan buku–buku LKS, sikap dan perilaku, mendengarkan penjelasan ,keaktifan menjawab pertanyaan, keaktifan bertanya, keaktifan dalam diskusi, dan keaktifandalam mengerjakan tugas.
3.      Kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran
Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pelaksanaan dari pembelajaran yang telah diterapkan, sebab guru adalah pengajar di kelas. Syarat mutlak yang harus dimiliki seorang guru adalah penguasaan materi dan cara penyampaiannya. Seorang guru yang tidak menguasai materi yang akan diajarkan tidak akan bias mengajar dengan baik.[12]
Untuk keperluan analitis tugas guru adalah sebagai pengajar, maka kemampuan guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses pembelajaran dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yaitu:
a.       Merencanakan program belajar mengajar (membuat RPP)
b.      Melaksanakan dan memimpin/ mengelola proses belajar mengajar
c.       Menilai kemajuan proses belajar mengajar
d.      Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya.
Keempat kemampuan guru di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah kemampuan guru dalam melaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4.      Waktu pelaksanaan pembelajaran
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, maka harus ada penentuan waktu yang bagus agar siswa dan guru mempunyai kosentrasi yang penuh, karena tanpa konsentrasi dalam belajar mengajar tidak akan tercapai pembelajaran yang efektif.
Untuk lebih jelasnya, peneliti buat satu contoh agar mudah di pahami. Jika kita laksanakan pembelajaran pada waktu shalat zuhur, pada umumnya waktu siang banyak siswa yang merasa perutnya lapar dan pada waktu siang tepatnya untuk shalat zuhur, jadi alangkah baiknya pada waktu zuhur tidak ada aktivitas belajar mengajar untuk sesaat, setelah siswa makan dan shalat baru kita laksanakan kembali pembelajaran.
5.      Respon siswa terhadap pembelajaran yang positif
Angket respon siswa digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai pembelajaran yang digunakan. Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika melalui penerapan pembelajaran kontekstual pada siswa. Model pembelajaran yang baik dapat memberi respon yang positif bagi siswa setelah mereka mengikuti kegiatan pembelajaran. Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah minimal 80% siswa yang memberi respon positif terhadap jumlah aspek yang ditanyakan.           
6.      Hasil belajar
Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi atau bukti terhadap tercapainya pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran.
Dalam pedoman ini, pengertian penilaian sama dengan asesmen. Terdapat tiga kegiatan yang perlu didefinisikan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterprestasi bukti-bukti hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Berdasarkan kurikulum 2013 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), terdapat kriteria ketuntasan belajar perorangan dan klasikal yaitu:
Predikat
Nilai Kompetensi
Pengetahuan
Keterampilan
Sikap
A+
4
4
SB
A-
3,66
3,66
B+
3,33
3,33
B
B
3
3
B-
2,66
2,66
C+
2,33
2,33
C
C
2
2
C-
1,66
1,66
D+
1,33
1,33
K
D
1
1

a.       Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan belum tuntas belajar untuk menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai < 2.66 dari hasil tes formatif.
b.      Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan sudah tuntas belajar untuk menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai ≥ 2.66 dari hasil tes formatif.
c.       Untuk KD pada KI-1 dan KI-2, ketuntasan seorang peserta didik dilakukan dengan memperhatikan aspek sikap pada KI-1 dan KI-2 untuk seluruh matapelajaran, yakni jika profil sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Implikasi dari ketuntasan belajar tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan kepada peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 2.66.
b.      Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya ke KD berikutnya kepada peserta didik yang memperoleh nilai 2.66 atau lebih dari 2.66; dan.
c.       Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diadakan remedial klasikal sesuai dengan kebutuhan apabila lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai kurang dari 2.66.
d.      Untuk KD pada KI-1 dan KI-2, pembinaan terhadap peserta didik yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik dilakukan secara holistik (paling tidak oleh guru matapelajaran, guru BK, dan orang tua).

C. Pendekatan dan Konsep Penilaian Efektivitas Pembelajaran
Untuk mengetahui efektivitas suatu program, perlu dilakukan penilaian terhadap manfaat atau daya guna program tersebut. Penilaian terhadap manfaat atau daya guna disebut juga dengan evaluasi. Dulu, evaluasi hanya berfokus pada hasil yang dicapai.  Jadi, untuk mengevaluasi objek pendidikan, seperti halnya pembelajaran, hanya berfokus pada hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha evaluasi ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variable evaluasi dalam bermacam-macam model evaluasi.
Dalam menilai efektivitas, Tayibnafis menjelaskan berbagai pendekatan evaluasi, yakni sebagai berikut:[13]
1.      Pendekatan eksperimental (experimental approach). Pendekatan ini berasal dari kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu dengan mengontrol sabanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program.
2.      Pendekaatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach). Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Pendekatan ini amat wajar dan prakits untuk desain pengembangan program. Pendekatan ini memberi petunjuk kepada pengembang program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dengan hasil yang akan dicapai.
3.      Pendekatan yang berfokus pada keputusan (the decision focused approach). Pendekatan ini menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini, informasi akan amat berguna apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan. Oleh sebab itu, evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program.
4.      Pendekatan yang berorientasi pada pemakai (the user oriented approach). Pendekatan ini memfokuskan pada masalah utilisasi evaluasi dengan penekanan pada perluasan pemakaian informasi. Tujuan utamanya adalah pemakaian informasi yang potensial. Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan mempengaruhi kegunaan evaluasi, seperti cara-cara pendekatan dengan klien, kepekaan, faktor kondisi, situasi seperti kondisi yang telah ada (pre-existing condition), keadaan organisasi dengan pengaruh masyarakat, serta situasi dimana evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Dalam pendekatan ini, teknik analisis data, atau penjelasan tentang tujuan evaluasi memang penting, tetapi tidak sepenting usaha pemakai dan cara pemakaian informasi.
5.      Pendekatan yang responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, berminat, dan berkepentingan dengan program (stakeholder program). Evaluator menghindari satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang diperoleh dengan memakai tes, kuesioner, atau analisis statistik, sebab setiap orang yang dipengaruhi oleh program merasakannya secara unik. Evaluator mencoba menjembatani pertanyaan yang berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami ihwal program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.

Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif/naturalistik. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara, sedangkan instrumen tes atau quesioner dilakukan sebagai data pendukung serta interprestasi data dilakukan secara impresionistik. Evaluator mengobservasi, merekam, menyeleksi, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding) peserta program, dan mencoba membuat model yang mencerminkan pandangan berbagai kelompok.  Elemen penting dalam pendekatan ini adalah pengumpulan dan penyintesisan data dengan tidak menghindari pengukuran dan teknik analisis data. Dengan jalan ini, evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang yang berkepentingan pada hasil evaluasi, bukan pada permintaan desain penelitian atau teknik pengukuran.
Selain melalui pendekatan-pendekatan diatas, efektivitas pembelajaran dapat ditinjau dengan menggunakan berbagai model evaluasi. Salah satu model yang populer adalah model CIPP (Context, Input, Process, Product).[14] Model ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain sebagai berikut:
1.      Karakterisitk peserta didik dan lingkungan.
2.      Tujuan program dan peralatan yang dipakai.
3.      Prosedur dan mekanisme pelaksanaan program.
Menurut model ini, terdapat empat dimensi yang perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Dimensi tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Konteks (context), merupakan situasi atau latar belakang yang memengaruhi tujuan dan strategi yang dikembangkan, misalnya: kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja, dan masalah ketenagaan yang dihadapi unit kerja.
2.      Masukan (input), mencakup bahan, peralatan, dan fasilitas yang disiapkan untuk keperluan program, misalnya: dokumen kurikulum dan bahan ajar yang dikembangkan, staf pengajar yang bertugas, sarana/prasarana yang tersedia, dan media pendidikan yang digunakan.
3.      Proses (process), merupakan pelaksanaan nyata dari program pendidikan di kelas/lapangan yang meliputi: pelaksanaan proses pembelajaran, pelaksanaan evaluasi, dan pengelolaan program.
4.      Hasil (product), yaitu keseluruhan hasil yang dicapai oleh program. Hasil utama yang diharapkan dari program produktif adalah meningkatnya kompetensi siswa sesuai bidang keahliannya.
Selain model CIPP, model lain dalam evaluasi program yang diperkenal-kan Stake dalam Tayibnafis yaitu model Countenance.[15] Model ini menekankan dua dasar dalam evaluasi yaitu description dan judgment, serta membedakannya dalam tiga tahap yaitu antecedents/context, transaction/process, dan outcomes/ output.[16] Stake menegaskan bahwa peenilaian suatu program pendidikan, dilakukan dengan membandingkan yang relatif antarsatu program dengan yang lain, atau perbandingan yang absolut (satu program dengan standar). Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program.
Kategori evaluasi reaksi dan belajar, lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan yang terakhir, yaitu perubahan perilaku dan tercapainya hasil yang optimal. Perubahan perilaku sukar untuk diidentifikasi, karena banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar program pelatihan. Akhirnya, dampak pelatihan terhadap hasil yang dicapai merupakan ukuran yang paling signifikan. Hal ini dapat dinilai dengan mengetahui tingkat kepuasan dunia usaha/industri sebagai user dari lulusan.

D.  Pengertian Pembelajaran Fiqh.
Pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang juga berperan dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Dari proses pembelajaran itu akan terjadi sebuah kegiatan timbal balik antara guru dengan siswa untuk menuju tujuan yang lebih baik. Untuk melakukan sebuah proses pembelajaran, terlebih dahulu harus dipahami pengertian dari kata pembelajaran.
Sudjana mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu usaha secara terencana dan sadar melalui prosesaksi (komunikasi satu arah antara pengajar dan peserta didik); interaksi (komunikasi dua arah, yaitu antara pengajar dan peserta didik; dan peserta didik dengan pengajar); dan transaksi (komunikasi banyak arah, yaitu antara pengajar dan peserta didik, peserta didik dan pengajar, serta peserta didik dan peserta didik) sehingga menghasilkan perubahan tingkahlaku.[17]
Proses pembelajaran adalah proses yang didalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar.[18]
Menurut bahasa “fiqih” berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqihan yang berarti mengerti atau paham berarti juga paham yang mendalam. Dari sinilah ditarik perkataan fiqih, yang memberi pengertian kepahaman dalam hukum syariat yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Jadi, Fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).[19]
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Swasta merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang fikih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta fikih muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam. Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan  sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.
Mata pelajaran fiqh dalam perspektif Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Madrasah Madrasah Tsanawiyah Swasta merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan agama islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan syariat islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidup (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.[20]
Dalam proses pembelajaran fiqh, maka sewajarnya diperhatikan langkah-langkah persiapan dan penyelenggaraan pemelajaran agar materi yang disampaikan tersebut dapat berdaya guna bagi para siswa. Ada beberapa langkah dalam penyelenggaraan pembelajaran fiqh yaitu :
1.      Pengembangan bahan pembelajaran yaitu kecakapan proses dan materi
2.      Menetapkan kompetensi dasar dalam kehidupan sehari-hari, makasiswa belajar dalam konteks lingkungan sehingga siswa memiliki kecakapan hidup.
3.      Menetapkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang berbasis kompetensi.
4.      Menetapkan sistem evaluasi pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan pengembangan bahan pembelajaran.[21]

Besarnya apresiasi kalangan pesantren terhadap karya-karya fiqih, terutama pada abad XX, merupakan konsekuensi logis dari keberadaan fiqih sebagai ilmu yang memiliki keterkaitan yang nyata dengan perilaku keseharian setiap individu maupun masyarakat.[22] Di samping itu, penekanan pada fiqih dalam tradisi keilmuan pesantren merupakan akibat dari sebuah proses pembaharuan, baik yang dilakukan secara berkelompok maupun individual.

F. Dasar Hukum Pembelajaran Fiqh
1.      Al-Qur’an
Makna kata Qur’an adalah sinonim dengan qira’ah dan keduanya berasal dari kata qara’a. dari segi makna, lafal Qur’an bermakna bacaan. Kajian yang dilakukan oleh Dr. Subhi Saleh menghasilkan suatu kesimpulan bahwa al-Qur’an dilihat dari sisi bahasa berarti bacaan, adalah merupakan suatu pendapat yang paling mendekati kebenaran.[23] Arti inilah disebut dalam firman Allah berikut ini:
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kami lah mengumpulkan nya (al-Qur’an) di dadamu dan membuatmu pandai membaca. Maka bila kami telah selesai membacakan nya ikutilah bacaan tersebut” (al-Qiyamah: 17-18).
Ditinjau dari aspek terminologi kata al-Qur’an sesungguhnya telah banyak dikemukakan oleh para ‘Ulama. Diantaranya mereka ada yang memberikan pengertian sama dengan al-kitab, karena selain nama al-Qur’an, wahyu tersebut dikenal dengan sebutan al-kitab. Kaitannya dengan hal ini Al-Khudari memberikan definisi bahwa al-kitab adalah al-Qur’an yaitu lafal bahasa Arab yang diturunkan pada Muhammad untuk dipelajari dan diingat, yang dinukil secara mutawatir, termaktub diantara dua sisi awal dan akhir, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
Dalam definisi diatas tegas bahwa al-kitab adalah al-Qur’an itu sendiri. Menurut Al-Amidi penegasan ini dipandang perlu untuk membedakan antara al-Qur’an dengan kitab-kitab lainnya seperti Taurat, Injil dan Zabur. Sebab ketiga kitab ini juga diturunkan oleh Allah yang wajib di imani oleh setiap muslim.[24]
As-Shabuni mengemukakan dalam At-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan pada Nabi terakhir ditulis dalam beberapa mushaf, bersifat mutawatir dan bernilai ibadah jika dibaca.[25]
Al-Qur’an merupakan kalamullah yang menjadi sumber utama bagi ummat Islam dalam menggali hukum atau landasan dalam memutuskan sesuatu perkara. AlQur’an menjelaskan dasar hukum mempelajari ilmu pengetahuan secara umum dan dapat dipakai pula secara dalil menuntut ilmu fiqh, karena ilmu fiqh sebagaian dari ilmu yang wajib dipelajari.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (QS At-Taubah, ayat: 122).[26]

Ayat diatas memberi penjelasan yang jelas tentang hukum mempelajari ilmu fiqh, dan juga ayat diatas bagaimana Al-Qur’an menganjurkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan guna untuk memudahkan kita semua hidup di dunia sebagai bekal akhirat kelak.
2.      Hadist
Hadist merupakan pegangan hukum kedua setelah Al-Qur’an bagi ummat Islam diseluruh belahan dunia. Segala urusan baik yang duniawi maupun ukhrawi berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist, begitu pula ilmu fiqh mempunya dasar hukum dari hadist Rasulullah SAW yaitu:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ، قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، قَالَ قَالَ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ، خَطِيبًا يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏ "‏ مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي، وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ ‏"‏‏
Artinya: “Haddatsanaa Sa’id bin ‘Ufair ia berkata, Haddatsanaa ibnu Wahhab dari Yunus dari ibnu Syihaab ia berkata, Hummaid bin Abdurrahman berkata, aku mendengar Muawiyah berkhutbah aku mendengar Nabi bersabda: “Barang siapa yang dikehendaki Allah kebaikan diberi pemahaman dalam agamanya, Aku hanya pembagi sedangkan Allah pemberi, senantiasalah ummat ini tegak diatas perintah Allah, tidaklah membahayakan mereka terhadap orang yang selisih dengan merekasehingga datang perintah Allah”. (HR. Bukhari).[27]

Rasululullah SAW dalam hadist diatas menjelaskan bahwa apabila Allah mengingatkan kebaikan kepada seseorang diberikan pemahaman agama Islam kepada orang tersebut, baik melalui petunjuk untuk mempelajari agama secara mendalam maupun diberikan rasa senang mempelajari ilmu agama dengan mudah sehingga orang tersebut tidak merasa sukar apabila mempelajari ilmu yang ada kaitannya dengan agama diantaranya ilmi fiqh, ilmu ushul fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadist, dan ilmu nahwu dan ilmu lainnya yang membawa orang tersebut menguasai ilmu agama secara mendalam, hal tersebut sangat mudah bagi Allah meskipun secara teoritis sangatlah sukar, Allah memberikan petunjuk bagi siapa saja yang dikehendakiNya, dan menyesatkan bagi siapa yang di kehendaki-Nya.

E. Kurikulum Pembelajaran Fiqh
Dalam pengertian fiqih yang telah dipaparkan diatas, dapat dimaksudkan dalam konteks pembelajaran fiqih di sekolah adalah salah satu bagian pelajaran pokok yang termasuk dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diberikan pada siswa-siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs). Kesatuan pengertian Kurikulum Fiqih yang dimaksud adalah kurikulum yang diorientasikan pada pembinaan pengembangan perilaku dan pemahaman peserta didik terhadap agama pada dataran praksis operasional yang ditetapkan secara bersama.[28]
Madrasah Tsanawiyah Swasta yang kemudian disingkat MTsS adalah lembaga pendidikan islam formal yang setingkat dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Madrasah Tsanawiyah merupakan sekolah yang berciri khas agama islam yang menyelenggarakan program tiga tahun setelah Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar. Dan ciri lain adalah mata pelajaran keislaman sebagai dasar pembelajaran di MTsS yang sekurang-kurangnya 30 persen, disamping itu juga mata pelajaran umum diberikan kurang lebih 70 persen pada muatan kurikulumnya.

G.    Tujuan Pembelajaran Fiqh.
Tujuan pembelajaran fiqh secara umum adalah untuk mengetahui amalan-amalan yang disuruh dan amalan yang dilarang, barang yang haram dan barang yang halal, yang sah, batal, fasid atau tegasnya untuk mengetahui hokum-hukum yang berlaku dalam masyarakat umum yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.[29]
Sedangkan tujuan pembelajaran fiqh di Madrasah Tsanawiyah Swasta adalah untuk memberi bekal pengetahuan dan kemampuan serta dapat  menggunakan ajaran islam dalam aspek hokum baik berupa ajaran ibadah maupun muamalah dalam rangka membentuk manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah S.W.T., serta berakhlakul karimah dalam kehidupan yang bermartabat, baik dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan pengajaran ke jenjang pendidikan selanjutnya.[30]
Berdasarkan Penjelasan diatas, Rasulullah Bersabda yang artinya: “Barang siapa dikehendaki oleh Allah akan diberikannya kebajikan dan keutamaan, niscaya diberikan kepadanya “ke-faqih-an” (memahami fiqih) dalam urusan agama.” (HR. Bukhari-Muslim).

Pembelajaran yang tidak memperhatikan kondisi perkembangan kognitif peserta didik cenderung hanya melaksanakan rutinitas belaka, tanpa ada tinjauan lebih jauh tengtang makna dan hakikat belajar itu sendiri yang merupakan proses pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Mata pelajaran Fiqh bertujuan:
1.      Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tata cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan social.
2.      Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan menjalankan ajaran agama Islam baik hubungan dengan Allah maupun hubungan dengan sesama manusia.
3.      Mengenal, memahami, menghayati terhadap sumber hukum Islam dengan memamfaatkan Ushul Fiqh sebagai metode penetapan dan pengembangan hukum Islam dari sumbernya.
4.      Menerapkan kaidah-kaidah dan dalil-dalil syara’ dalam rangka melahirkan hukum Islam yang diambil dari dalil-dalil untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Khusus materi tambahan Fiqh Slafiyah bertujuan terhadap penguasaan peserta didik cara baca kitab kuning atau kitab Arab klasik disamping tujuan-tujuan pokok yang telah disebutkan diatas.
Fiqih bukanlah sebatas produk hukum tetapi yang lebih penting dipahami adalah fiqh sebagia proses untuk produk hukum. Fiqh dalam arti produk tidak membutuhkan proses pembelajaran yang rumit karena sifatnya yang informatif dan tidak membutuhkan pemikiran yang tinggi, tetapi fiqh dlm arti proses memerlukan pembelajaran dalam pemikiran yang tinggi.
Atas dasar itu semua, maka pembelajaran fiqh membutuhkan sebuah proses pembelajaran yang komprehensif, aktif, kreatif dan inovatif unuk mencapai keberhasilan yang maksimal. Pembelajaran diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan kemampuan siswa memecahkan masalah-masalah fiqh dalam kehidupan sehari-hari. Guru sebagai fasilitator utama dalam pembelajaran memiliki kewajiban  untuk mengarahkan pembelajaran kearah penciptaan kemampuan berfikir kritis siswa.
Kemampuan berfikir kritis tidak bisa muncul dengan sendirinya tanpa adanya proses pembelajaran yang ideal dan dukungan dari materi-materi pembelajaran yang ideal juga, oleh karena itu pembelajaran fiqh madrasah membutuhkan proses pembelajaran dan materi yang lebih mendukung peserta didik untuk lebih terarah kepada kemampuan berfikir yang lebih kritis, oleh karena itu pembelajaran fiqh Dayah Ulumuddin menambahkan materi pembelajaran fiqh tidak hanya semata-mata mengandalkan fiqh madrasah kurikulum departemen agama, akan tetapi pembelajaran fiqh Daya Ulumuddin juga mengadopsi materi fiqh Dayah Salafiyah sebagai fasilitas pendukung untuk mencapai tujuan supaya peserta didik  jadi seorang yang mempunyai kemampuan berfikir kritis terhadap pemahaman fiqh yang akan dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

H.    Pentingnya Pembelajaran Fiqh Pada Siswa
Mata pelajaran Fiqih sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa MTsS Ulumuddin demi mendukung kemampuan perserta didik dalam hal hukum Islam. Fiqih berfungsi sebagai landasan seorang muslim apabila akan melakukan praktek ibadah, oleh karena itulah mata pelajaran fiqih penting mendapat perhatian yang besar bagi seorang anak di usia dini, agar kedepannya dia akan terbiasa menjalankan kehidupan sesuai dengan hukum Islam yang ada.
Di lihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan hukum Islam  yang bersumber dari Al-qur’an, sunnah dan dalil-dalil syar’i yang lain.[31]
Pendidikan fiqh pada Madrasah Tsanawiyah Swasta merupakan bagian yang integral dari pendidikan agama. Walaupun bukan satu-satunya cabang ilmu yang dapat menetukan pembentukan watak dan kepribadan para siswa, namun secara substansi mata pelajaran fiqh memiliki konstribusi penting dalam memberikan motvasi belajar kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran fiqih membantu siswa MTsS  untuk meningkatkan ketaatan pada peraturan sekolah, dikarenakan fiqih adalah materi yang secara substansial sangat penting, karena fiqih adalah pedoman hidup umat yakni berhubungan dengan aktifitas sehari-hari dan berkaitan dengan hukum-hukum pelaksanaan sehari-hari santri di pondok pesantren, misalnya hukum shalat, puasa, dan masih banyak lagi. maka ilmu-ilmu yang berkaitan dengan fiqih harus dikembangkan dan di kemas dengan baik dan menarik. Karena ilmu ini sangat penting sekali dalam penerapan hukum-hukum didalam islam. Pengaruh yang ditimbulkan oleh pembelajaran fiqih terhadap ketaatan siswa MTsS akan mendorong santri untuk belajar fiqih baik secara berkelompok maupun secara individu. Dengan demikian siswa yang tidak menyukai pelajaran ini akan terdorong oleh temannya untuk mempelajarinya.
Didalam Kurikulum Berbasis Kompetensi ada beberapa pokok materi pelajaran Fiqh di Madrasah Tsanawiyah yaitu:
a.       Hubungan manusia dengan Allah S.W.T., maka siswa dibimbing untuk meyakini bahwa hubungan vertikal dengan Allah S.W.T., merupakan ibadah utama dan pertama. Topik bahasanya meliputi: thaharah, shalat (shalat fardhu, shalat dalam keadaan khusus dan shalat sunat), puasa, zakat, haji dan umrah, qurban, aqidah, shadaqah, hibah dan hadiah.
b.      Hubungan manusia dengan manusia, disini siswa dibimbing dan dididik menjadi anggota masyarakat dengan berakhlak mulia dan berusaha menjadi tauladan masyarakat. Materinya meliputi: muamalah, (jual, beli, khiar, qiradh dan hutang piutang), penyelenggaraan jenazah dan ta’ziah, tata pergaulan remaja, hudud undang-undang negara dan syariat islam.
c.       Hubungan manusia dengan alam, disini siswa dibimbing dan dididik untuk peka dan cinta lingkungan hidup. Materinya meliputi: makanan dan minuman yang dihalalkan dan yang diharamkan, binatang yang dihalalkan dan yang diharamkan, binatang sembelihan dan ketentuannya, serta cinta tehadap lingkungan hidup.[32]

Sedang pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Swasta bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat:
1.      Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum Islam baik  yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2.      Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya.[33]
Dalam proses belajar mengajar guru sebagai pendidik harus mampu untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi mata pelajaran fiqh. Strategi pembelajaran merupakan suatu persiapan atau cara yang akan digunakan oleh guru ketika akan melaksanakan proses pembelajaran didalam kelas. Guru diharapkan dapat mencari strategi-strategi yang tepat untuk dapat dikembangkan, sebab pada dasarnya tidak ada strategi yang paling ideal karena masing-masing strategi mempunyai kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Oleh karena itu, supaya peserta didik itu aktif dalam belajarnya maka ini sangat tergantung pada strategi yang akan digunakan oleh guru, ketersedian fasilitas, kondisi guru dan kondisi peserta didik.

I. Langkah-langkah Pembelajaran fiqh
Untuk mencapai efektifitas pembelajaran yang dimaksud, maka sangat penting bagi pendidik untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran, berikut ini langkah-langkah pembelajaran:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar).
3.      Memilih Materi pelajaran.
4.      Menentukan topik-topik yang dapt dipelajari siswa secara induktif.
5.      Mengembangkan bahan-bahan pelajaran yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas untuk dipelajari siswa.
6.      Mengatur topik pelajaran dari uyang sederhana ke kompleks dari yang yang konkrit ke yang abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.[34]


BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Dayah Ulumuddin berada di Desa Uteunkot Cunda Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara. Secara geografis,  ini terletak di Desa Uteunkot Cunda  Kecamatan Muara Dua Pemerintah Lhokseumawe Ibukota  Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Banda Aceh. Posisi Madrasah terletak di perbukitan Uteunkot Cunda  dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a.       Sebelah barat batasan dengan pemukiman penduduk yang terpisah oleh jalan desa.
b.      Sebelah timur berbatasan langsung dengan lahan kosong yang sedang proses pembangunan perumahan dan sementara dimanfaatkan sebagai sarana olahraga santri seperti sepak bola kaki, bola voly dan sebagainya.
c.       Sebelah utara berbatasan dengan area perkebunan dan pemukiman penduduk.
d.      Sebelah selatan berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk.
Awal dari pendirian  adalah lahirnya sebuah ide yang di cetuskan oleh Tengku H. Syamaun Risyad, Lc, sekembalinya beliau dari Mekkah Mukarramah setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Ummul Qura pada tahun 1986, ide tersebut lahir berdasarkan keinginan beliau untuk mengabdi kepada anak bangsa dengan mendidiknya menjadi anak-anak hamba Allah yang bertaqwa. Pada mulanya  hanya berbentuk sebuah pesantren tradisional, kemudian berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan modern (Dayah Terpadu) yang mampu berkiprah sedikit lebih maju untu memenuhi harapan ummatyang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan zaman. Pada tahun 1988 Tgk. H. Syamaun Risyad, Lc membuat Akte Yayasan Ulumuddin menjadi ketua umum dengan akte notaries No. 50 tanggal 23 Maret 1988.
1.      Jumlah Santri Madrasah Tsanawiyah Swasta Dayah Ulumuddin.
No
Kelas
Jumlah Santri
1
Kelas I Putra
173 Orang
2
Kelas I Putri
182 Orang
3
Kelas II Putra
164 Orang *
4
Kelas II Putri
151 Orang
5
Kelas III Putra
171 Orang
6
Kelas III Putri
152 Orang
Jumlah Keseluruhan
993Ang





2.      Visi, Misi dan Tujuan Dayah Ulumuddin Ulumuddin
a.    Visi
1.    Menjadi lembaga pendidikan Agama yang mandiri dan berkualitas.
2.    Mencipta generasi yang iptek dan imtak.
3.    Mengembangkan semangat dakwah islamiyah dan ukhwah islamiyah.
b.    Misi
1.   Mengaktualisasikan nilai-nilai Agama Islam.
2.   Memberikan landasan moral bagi pembangunan Agama, bangsa dan Negara.
3.   Membangun pendidikan yang islami.
4.   Menyelenggarakan pendidikan dan pengabdian yang berdasarkan Islam.
5.   Melahirkan kader umat yang handal, tangguh dan istiqamah sekaligus memiliki jiwa harmonis yang tinggi.
6.   Mengupaya pengadaan sarana dan prasarana yang maksimal baik dari segi kulaitas dan kuantitas.
7.   Mewariskan nilai-nilai agama, social kemasyarakatan menurut ajaran Islam.
8.   Menjalin kerja sama luas antara masyarakat, tokoh-tokoh yang berpengaruh dan instansi yang terkait diluar organisasi.

B. Jenis Penelitian
Adapun yang menjadi jenis penelitian dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah yang instrumen kunci. Pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowbaal, Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Snowball adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang sampel, tetapi karena dengan dua orang sampel ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sampel sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Teknik pengumpulan dengan trianggulasi (Gabungan).
Analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi.[35]
Menurut Lexiy J. Moleong, “Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan: Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi”.[36]

Adapun yang menjadi pendekatan dalam Penelitian ini yaitu pendekatan  lapangan (field research) karena didasarkan pada data-data yang terkumpul dilapangan secar langsung. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu data yang terkumpul dijelaskan dengan kata-kata, atau kalimat, gambar dan bukan dengan angka.[37]
1.      Subjek Penelitian.
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru mata pelajaran fiqh dan seluruh siswa kelas II putra pada Madrasah Tsanawiyah di MTsS Ulumuddin.
Informan adalah suatu subjek yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi dalam mengungkapkan kasus-kasus yang diamati, maka penulis mewawancarai 2 guru fiqh, seluruh santri kelas II putra MTsS berjumlah 164 orag dan satu orang kepala sekolah. Kasus dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu fenomena yang terjadi pada suatu masa dalam lingkup penelitian menjadi perhatian dan memberikan informasi yang erat hubungannya dengan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengevaluasian terhadap peran guru fiqh dan kepala sekolah dalam meningkatkan disiplin belajar santri.
2.      Instrumen Penelitian.
Adapun yang menjadi instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrumen), Peneliti dibantu oleh pedoman media untuk menguatkan data dan pendapat peneliti seperti pedoman wawancara, pedoman observasi, dan dokumentasi.
3.      Tekhnik Pengumpulan Data
Adapun tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan tiga tekhnik yaitu:
a.       Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi teknik salah satu pengumpulan data apabila:
1.    Sesuai dengan tujuan penelitian.
2.    Direncanakan dan dicatat secara sistematis.
3.    Dapat dikontrol keadaannya dan kesahihannya.
Observasi dilakukan pada Dayah Ulumuddin Lhokseumawe. Adapun yang diobservasi adalah subjek penelitian seluruh siswa kelas II putra berjumlah 164, 2 orang guru fiqh dan 1 kepala sekolah pada MTsS Ulumuddin Lhokseumawe.
Dari observasi dapat diambil teknik observasi yang dilakukan dengan menggunakan observasi partisipasi. Partisipasi adalah observasi yang terlihat langsung secara aktif dalam objek yang diteliti. Keadaan yang sebaliknya disebut non observasi partisipasi. Sedangkan kehadiran observasi awal disebut observasi partisipasi.
b.      Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab secara langsung, wawancara ini dilakukan di Dayah Ulumuddin Lhokseumawe. Adapun yang peneliti wawancarai adalah 8 santri kelas II putra, 2 orang guru fiqh dan 1 kepala sekolah pada MTsS Ulumuddin Lhokseumawe. Wawancara ini untuk mendapat sejumlah data yang sistematis, konkrit dan fakta.
            Adapun dari wawancara diatas, maka wawancara ini dilakukan secara terpimpin, wawancara terpimpin adalah tanya jawab yang terarah untuk mengumpulkan data yang relevan saja.
c.       Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu data tertulis yang diperoleh dari dokumen seperti data murid, data disaat proses pembelajaran, RPP guru mata pelajaran fiqh, sarana dan prasarana.

4.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses yang memerlukan usaha secara formal mengidentifikasi tema-tema dan menyusun gagasan-gagasan yang ditampilkan oleh data serta upaya untuk menunjukkan bahwa tema dan gagasan tersebut didukung oleh data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode non statistic dengan cara melaporkan data yang diperoleh dalam penelitian secara apa adanya kemudian di interprestasikan untuk mengambil kesimpulan dengan menggunakan analisa secara induktif.[38] Analisis data ini bertujuan menyederhana-kan hasil olahan data kualitatif yang disusun secara terperinci, sistematis dan terus menerus melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Reduksi Data
Reduksi data adalah data yang diperoleh selanjutnya disusun dalam bentuk uraian atau laporan terperinci, kemudian dirangkum dan dipilih hal-hal yang paling berpengaruh pada permasalahan di Dayah Ulumudin yang berhubungan dengan judul penelitian peneliti, sehingga akan membantu peneliti dalam memberikan kode terhadap aspek-aspek tertentu dalam menyusun data dari yang diwawancarai atau kejadian pada tempat penelitian dan tujuan agar lebih mudah dalam pengendaliannya.[39]
b.      Display Data
Yaitu serangkaian informasi yang tersusun dan memungkinkan terjadinya pengambilan keputusan dan tindakan. Display data merupakan pengambilan keputusan atau tindakan dari suatu data yang diperoleh dari yang peneliti wawancarai pada Dayah Ulumuddin.
c.       Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)
Yaitu penarikan kesimpulan ini dilakukan sejak awal penelitian sampai penelitian berakhir agar kesimpulan yang diperoleh terjamin kredibilitas dan objektifitasnya.[40]


BAB IV
HASIL PENELITIAN

A.  Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Awal dari pendirian Dayah Ulumuddin adalah lahirnya sebuah ide yang di cetuskan oleh Tengku H. Syamaun Risyad, Lc, sekembalinya beliau dari Mekkah Mukarramah setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Ummul Qura pada tahun 1986, ide tersebut lahir berdasarkan keinginan beliau untuk mengabdi kepada anak bangsa dengan mendidiknya menjadi anak-anak hamba Allah yang bertaqwa. Pada mulanya dayah Ulumuddin hanya berbentuk sebuah pesantren tradisional, kemudian berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan modern (Dayah Terpadu) yang mampu berkiprah sedikit lebih maju untu memenuhi harapan ummatyang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan zaman. Pada tahun 1988 Tgk. H. Syamaun Risyad, Lc membuat Akte Yayasan Ulumuddin menjadi ketua umum dengan akte notaries No. 50 tanggal 23 Maret 1988.

1.      Letak Geografis Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Dayah Ulumuddin berada di Desa Uteunkot Cunda Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara. Secara geografis,  ini terletak di Desa Uteunkot Cunda  Kecamatan Muara Dua Pemerintah Lhokseumawe Ibukota  Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Banda Aceh. Posisi Madrasah terletak di perbukitan Uteunkot Cunda  dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
e.       Sebelah barat batasan dengan pemukiman penduduk yang terpisah oleh jalan desa.
f.       Sebelah timur berbatasan langsung dengan lahan kosong yang sedang proses pembangunan perumahan dan sementara dimanfaatkan sebagai sarana olahraga santri seperti sepak bola kaki, bola voly dan sebagainya.
g.      Sebelah utara berbatasan dengan area perkebunan dan pemukiman penduduk.
h.      Sebelah selatan berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk.

2.      Sarana dan Prasarana
No
Sarana dan Prasarana
Jumlah
1
Ruang Belajar
54
2
Ruang Pustaka
2
3
Ruang Kantor Kepala
4
4
Ruang Kantor Pimpinan
1
5
Mushalla/Mesjid
2
6
Asrama Putra
24
7
Asrama Putri
24
8
Laboratorium IPA dan Komputer
4
9
Dapur Umum
1
10
Lapangan Bola
1
11
Lapangan Voly
2
12
Bank Syari’ah
1
13
Lapangan Badminton
2
14
Ruang Pengasuhan
1
15
Klinik Kesehatan
1
16
Air Bersih
2
17
Pos Security
1
18
Ruang Bahasa
2
19
Wc Santri
40
20
Wc Guru
15



3.      Sumber Data: Dokumentasi Dayah Ulumuddin

3.      Jumlah Santri Madrasah Tsanawiyah Swasta Dayah Ulumuddin.
Jumlah Santri Tsanawiyah Swasta Ulumuddin Tahun Ajaran 2014-2015
No
Kelas
Jumlah Santri
1
Kelas I Putra
173 Orang
2
Kelas I Putri
182 Orang
3
Kelas II Putra
164 Orang
4
Kelas II Putri
151 Orang
5
Kelas III Putra
171 Orang
6
Kelas III Putri
152 Orang
Jumlah Keseluruhan
993Ang





4.      Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin
Untuk mewujudkan suatu tujuan yang diharapkan didalam sebuah organisasi baik formal maupun informal harus ada suatu organisasi yang jelas, maka dayah Uluumuddin yang telah berumur 21 tahun telah banyak berkiprah bagi masyarakat Aceh khususnya.
Susunan Pengurus Dayah Ulumuddin
No
Jabatan
Nama Pengurus
1
Pimpinan
Tgk. H. Syamaun Risyad, Lc
2
Koordinator Pendidikan
Ir. H. Iskandar Aziz, MT
3
Bendahara
Tgk. H. Abdul Aziz
4
Koordinator Umum
Tgk. Munawar Arrali
5
Koordinator Pengasuhan
Ustaz Tarmizi Husen, S.Pd
6
Sekretaris
Tgku. Zulkifli Ibrahim
7
Kepala MTsS
Tgk. Khaidir, S.Pd.I
8
Kepala MAS
Ustaz Ilyas Ibrahim, Lc
9
Kepala SMK
Ustaz Saleh
11
Kepala Dayah Salafiah
Ustaz Meky Hariyanto, S.Pd
12
Kepala Bahasa
Ustaz. Muanawir, Lc
13
Kepala Bagian Umum
Ustaz Bukhari, S.Pd.I
14
Kepala Perpustakaan
Abdul Rafai
Sumber Data: Dokumentasi Dayah Ulumuddin

5.      Visi, Misi dan Tujuan MTsS Ulumuddin Ulumuddin
c.    Visi
4.    Menjadi lembaga pendidikan Agama yang mandiri dan berkualitas.
5.    Mencipta generasi yang iptek dan imtak.
6.    Mengembangkan semangat dakwah islamiyah dan ukhwah islamiyah.
d.   Misi
9.   Mengaktualisasikan nilai-nilai Agama Islam.
10.     Memberikan landasan moral bagi pembangunan Agama, bangsa dan Negara.
11.     Membangun pendidikan yang islami.
12.     Menyelenggarakan pendidikan dan pengabdian yang berdasarkan Islam.
13.     Melahirkan kader umat yang handal, tangguh dan istiqamah sekaligus memiliki jiwa harmonis yang tinggi.
14.     Mengupaya pengadaan sarana dan prasarana yang maksimal baik dari segi kulaitas dan kuantitas.
15.     Mewariskan nilai-nilai agama, social kemasyarakatan menurut ajaran Islam.
16.     Menjalin kerja sama luas antara masyarakat, tokoh-tokoh yang berpengaruh dan instansi yang terkait diluar organisasi.
e.    Tujuan
Berdasarkan visi dan misi sekolah, maka tujuan pendidikan yang hendak dicapai antara lain sebagai berikut :
1.   Mewujudkan kemandirian kemandirian personal, institusional dan komunal.
2.   Mewujudkan transformasi, pengembangan, pelestarian dan pengalaman Imtak dan Iptek.
3.   Mewujudkan inspirator, kontributor dan motivator dalam membantu menyelesaikan berbagai permasalahan keagamaan, bangsa dan Negara.
4.   Membantu melahirkan masyarakat madani yang islami.

7.      Sistem Pendidikan
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan pada  yang menghasilkan insani yang berimtak, beriptek dan berketerampilan perlu dibuat suatu system pendidikan yang jelas dan sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan sehingga dapat tercapainya tujuan sekolah, sistem pendidikan tersebut meliputi :
a.       Sistem Pendidikan Departemen Agama
Disini para santriwan dan santriwati diarahkan untuk memahami dan belajar kurikulum-kurikulum nasional sebagaimana juga layaknya madrasah-madrasah negeri lainnya yang sederajat diluar , sehingga nantinya juga  sama dengan lulusan sekolah lain yang sederajat dalam menempuh dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi yang diinginkan kelak.
b.      Sistem Pendidikan Kejuruan atau SMK
Program pendidikan ini merupakan bagian dari implementasi program  dimana para lulusan diharapkan memiliki keterampilan dan Life Skill yang dapat mereka jadikan modal dalam menghadapi tuntutan zaman.
c.       Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Modern
Sistem pendidikan pondok pesantren modern disini mengadopsi sistem penerapan pengajaran pada program pengembangan bahasa asing yang terdiri dari Inggris dan bahasa Arab. Yang nantinya lulusan  dapat menguasai bahasa asing minimal dalam percakapan sehari-hari disamping sebagai modal untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke luar negeri
Bab ini merupakan penjabaran dari hasil penelitian yang telah penulis laksanakan pada santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin. Dari penulisan ini penulis mengungkapkan pola efektifitas pembelajaran fiqh di MTsS Ulumuddin. Pembelajaran dalam pendidikan berasal dari kata instruction yang berarti pengajaran. Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan.

B.  Bagaimana Langkah-langkah Pembelajaran Fiqh Pada Kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin Lhokseumawe.
Tehnik secara bahasa adalah cara atau kepandaian membuat atau melakukan sesuatu agar efektif, sedangkan secara terminologi tehnik pembelajaran adalah cara yang lebih khusus atau spesifik yang digunakan oleh pendidik untuk mengajar sesuatu yang termasuk di dalamnya aktifitas, waktu, strategi, taktik dan bahan atau alat yang terkait dengan pembelajaran supaya dapat dilihat efektifitas pembelajaran.
Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran, guru dapat melihatnya dari minat belajar, motivasi belajar dan juga hasil belajar santri. Sementara untuk menentukan efektif atau tidaknya pembelajaran fiqh pada MTsS Ulumuddin Kelas VIII Putra, maka sesuai dengan perangkat pengumpulan data yang melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka penulis akan melakukan beberapa langkah yang sesuai dengan kriteria efektivitas pembelajaran antara lain:

1.      Menentukan Tujuan Pembelajaran Fiqh
Tahap awal yang harus diperhatikan oleh guru fiqh dalam langkah-langkah pembelajaran yaitu menentukan tujuan pembelajaran fiqh bagi santri. Tujuan pembelajaran fiqh bagi santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin yaitu untuk memberi bekal pengetahuan agama tentang beribadah sesuai ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah serta dapat menyimpulkan suatu hukum dalam kehidupan sehari-hari nantinya.
Berikut ini hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar, guru fiqh pada kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin:
Kami sebagai pendidik atau penyalur ilmu pengetahuan khususnya dalam materi fiqh, kami sangat mengharapkan supaya santri didikan kami nanti mampu mengamalkan semua materi fiqh baik itu berupa ibadah mahdhah maupun ibadah muamalah.[41]

Berikut ini hasil wawancara dengan ustaz Nazir, guru fiqh pada kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Dalam mencapai tujuan pembelajaran yang efektif, maka terlebih dahulu harus menentukan tujuan dari pembelajaran fiqh bagi santri, supaya nanti harapan dan tujuan yang kita inginkan tercapai.[42]

Ustaz khaidir juga memaparkan tentang penentuan pembelajaran fiqh pada santri kelas VIII putra sebagai berikut:
Saya selalu memberikan arahan kepada ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir untuk menentukan tujuan pembelajaran fiqh terhadap santri, agar nantinya materi yang disampaikan kepada santri terbatas akan terhadap kemampuannya dan tercapainya pembelajaran yang diharapkan.[43]

Peneliti juga mewawancarai beberapa santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Ketika kami mengikuti proses pembelajaran fiqh dengan kedua ustaz kami, kami memperhatikan cara dan tahap ustaz kami menyampaikan materi dengan jelas dan tidak melewati batas kajian materi fiqh.[44]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti  dapat menguraikan bahwa kedua guru fiqh dan kepala sekolah sangat antusias terhadap menentukan tujuan pembelajaran fiqh, efektifitas pembelajaran fiqh sangat cenderung pada penentuan tujuan pembelajaran, karena dengan menentukan tujuan pembelajaran, tahapan dalam penyampaian materi kepada santri akan terbatas terhadap kemampuan santri.

2.      Penetapan Jadwal Belajar dan Jam Belajar Fiqh
Berdasarkan hasil dari peneliti lakukan di MTsS Ulumuddin, bahwa jam belajar untuk pelajaran fiqh pada santri kelas VIII putra sangat efektif, karena jumlah keseluruhan jam belajar fiqh dalam seminggu 10 jam. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh ust Nazir :
Walaupun jumlah belajar fiqh 10 jam, santri secara tidak sengaja sudah menerapkan dalam kehidupan sehari-hari tentang  apa yang diajarkan di kelas. Jika ada waktu kosong dalam aktifitasnya santri menggunakannya untuk mengulang fiqh dan mengkaji kitab fiqh klasik.[45]

Untuk memperkuat data penelitian, peneliti turut mewawancarai ustaz Zulfikar terhadap penetapan waktu dan jam belajar :
Penetapan jadwal dan alokasi jam belajar pada santri kelasa VIII putra semuanya 10 jam, pada waktu pagi jumlah jamnya 4 jam dalam seminggu dan pada waktu malam 6 jam dalam seminggu. Serta dengan dukungan pelajaran lain santri pasti sukses.[46]

Berikut peneliti wawancarai beberapa santri kelas VIII putra :
Dengan ustaz-ustaz yang menetap tinggal di dayah serta mau mendukung kami, dengan pembelajaran bahasa Arab yang diajarkan kepada kami, maka dapat membantu kami mudah untuk memahami materi dalam kitab klasik.[47]

Bapak khaidir juga menambahkan sedikit pembahasan tentang penetapan waktu balajar:
Pembelajaran fiqh di MTsS Ulumuddin ada dua kurikulum yang kami tetapkan, pertama kurikulum KTSP pada waktu belajar di sekolah dengan jumlah jam dalam seminggu 4 jam, kurikulum salafi pada waktu naik pengajian malam dengan jumlah jam dalam seminggu 6 jam.[48]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, peneliti dapat menguraikan bahwa salah satu dari indikator efektifitas yaitu penempatan waktu belajar bagi santri, pada santri  MTsS Ulumuddin penempatan waktu belajar pada dua tempat, pertama waktu pagi, kedua pada waktu malam. Pada waktu pagi jumlah jam belajar fiqh 4 jam dalam seminggu dan pada waktu malam 6 jam dalam seminggu.

3.      Menyusun Silabus dan RPP Pembelajaran Fiqh
Untuk memudahkan proses pembelajaran fiqh seorang guru harus merumuskan Silabus dan RPP, karena dengan adanya Silabus dan RPP ustaz Zulfikar dan Ustaz Nazir ketika menyampaikan materi searah dan mudah dipahami oleh santri kelas VIII putra.
Dibawah ini hasil wawancara dengan ustaz  Zulfikar tentang penyusunan silabus dan RPP:
Memang setiap semester dan setiap pertemuan diharuskan untuk menyusun silabus dan RPP, jika kita mengajar tanpa menggunakan perangkat tersebut dikhawatirkan pembelajaran tidak efektif dan santri akan bingung saat menyerap materinya.[49]

Ustaz Nazir juga memaparkan pendapatnya bahwa:
Saya mengakui jika proses pembelajaran yang kita lakukan di kelas tanpa menggunakan perangkat pembelajaran santri akan bingung dan sulit untuk menyambungkan materi yang lalu dengan materi yang akan datang.[50]

Dibawah ini hasil wawancara dengan bapak Khaidir kepala sekolah MTsS Ulumuuddin terhadap penyusunan Silabus dan RPP:
Perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP memang diharuskan bagi pendidik khususnya guru yang mengajar fiqh pada kelas VIII putra, agar guru fiqh dan santri terarah dalam proses pembelajaran dan dalam penyampaian materipun jelas.[51]

Berikut hasil wawancara dengan beberapa santri kelas VIII putra:
Selama kami belajar dengan ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir, kami melihat bahwa ustaz kami tersebut selalu melihat kepada RPP dan Silabus sebelum melakukan proses pembelajaran, pastinya RPP dan silabus sangat berpengaruh terhadap nhasil belajar kami.[52]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diatas dapat peneliti simpulkan bahwa perangkat pembelajaran sangat penting untuk kita susun sebelum melakukan proses pembelajaran, karena dengan perangkat tersebut dapat memudahkan ustaz zulfikar dan ustaz Nazir dalam menyalurkan materi kepada santri kelas VIII putra MTsS di Dayah Ulumuddin.

4.      Metode dan Strategi Pembelajaran Fiqh
Dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan strategi dan metode untuk mempermudah pembelajaran agar suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif. Setelah peneliti melihat saat berlangsungnya proses pembelajaran guru fiqh menggunakan strategi dan juga beberapa metode berdasarkan materi yang diajarkan. Demikian juga ustaz Nazir mengungkapkan pendapat dalam wawancara:
Metode yang saya gunakan bermacam-macam jenis tergantung kepada materi yang saya ajarkan. Pada materi bab shalat khususnya saya menggunakan metode komando, karena untuk memperjelas kepada santri tata cara melakukan shalat dengan benar.[53]

Berikut hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar bahwa beliau memaparkan sebagai berikut:

Saya menggunakan metode komando pada bab shalat, karena untuk mengajar hanya dengan materi pada bab shalat santri sulit memahaminya, ketika menggunakan metode komando santri lebih mudah memahaminya dan gerakan dalam shalatpun benar.[54]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti dapat menyimpulkan bahwa sebelum melakukan pembelajaran seorang guru harus menyiapkan strategi dan metode pembelajaran agar pembelajaran yang dimaksud efektif. Ustz zulfikar dan ustaz nazir sangat memperhatikan strategi dan metode pembelajaran sebelum melakukan proses pembelajaran, kedua guru fiqh ini menggunakan metode ceramah, metode komando dan metode discovery, misalnya dalam bab shalat, kedua guru fiqh ini menggunakan metode komando.
Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dikatakan pola umum, sebab suatu strategi pada hakikatnya belum mengarah kepada hal yang bersifat praktis karena suatu strategi masih berupa rencana atau gambaran menyeluruh.
Pada lokasi penelitian yang peneliti lihat bahwa kedua guru fiqh menggunakan beberapa strategi :
1.      Strategi pembelajaran dengan diskusi.
2.      Strategi pembelajaran kerja kelompok kecil (Small-Group Work).
3.      Strategi pembelajaran problem solving.
Adapun kemampuan kedua guru fiqh dalam mengelola proses belajar-mengajar sudah bagus, sebagaimana bukti tersebut dapat dilihat pada saat guru mengajar, proses pembelajaran berjalan dengan tertib, sehingga suasana kelas pada saat belajar nyaman dan teratur. Dalam hal ini, apabila ada santri yang kedapatan bermain-main pada saat belajar, guru mencatat nama dan akan dikurangi nilai. Dengan alasan tersebut santri tetap fokus belajar dan mengamati.
Hal ini juga diungkapkan oleh ustaz Zulfikar (guru bidang studi fiqh kelas VIII putra MTsS Ulumuddin) menyatakan:
Santri sangat antusias dan aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan situasi belajar kelompok saya yakin bahwa santri mampu mendapatkan hasil belajar fiqh yang lebih baik. Hal ini terlihat dari keseriusan santri pada saat belajar, santri menemukan sendiri penyelesaian dari permasalahan yang diberikan oleh guru mereka.[55]
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti temukan di lokasi penelitian bahwa, kedua guru fiqh membuat model belajar kelompok. Sebagaimana hal ini di ungkapkan oleh santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin sebagai berikut:
Diskusi dengan menggunakan metode dan strategi, sangat membuat kami bersemangat dalam belajar karena menarik dan seru sehingga kami sangat termotivasi dalam berkompetisi belajar Fiqh, sehingga kami bisa menguasai materi yang diajarkan. Perangkat dan strategi juga dapat membantu kami aktif dan melatih mental kami untuk berani dalam menyampaikan pendapat atau ide-ide kami sehingga kami terbiasa. Meskipun pada saat presentasi ada beberapa kelompok yang tidak sempat tampil karena waktu habis, namun Ustaz melanjutkan pada pertemuan berikutnya, sehingga kami dapat semua presentasi.[56]

Berkaitan dengan hasil wawancara dan observasi penulis, maka dapat peneliti simpulkan bahwa dalam menciptakan suasana belajar yang aktif dan efektif, kedua guru fiqh ini benar-benar memperhatikan kondisi kelas dan kondisi santri saat proses pembelajaran berlangsung. Contohnya, kedua guru fiqh ini juga menggunakan model belajar kelompok, agar santri punya kesempatan untuk menemukan pendapat sendiri dan untuk melatih kemampuan para santri dalam berpikir dan berbicara.

5.      Materi Pembelajaran Fiqh
Materi adalah bahan belajar yang disampaikan oleh kedua guru fiqh di MTsS Ulumuddin, materi pembelajaran fiqh pada santri kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin berupa bab shalat salah satunya.
Sebagaimana yang di ungkapkan oleh ustaz Nazir bahwa:
Materi pembelajaran adalah bahan yang akan kita sampaikan kepada santri baik berupa lisan maupun berupa tulisan, materi juga dapat kita sebutkan sebagai tujuan dari pembelajaran, karena materilah yang menentukan tujuan pendidikan. Materi pembelajaran adalah tentang bab shalat, bab puasa, bab zakat, bab haji.[57]

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan   melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh disertai dengan rasa senang. Oleh karena itu seorang guru yang berhasil dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik adalah guru yang mampu memberikan rangsangan kepada santri, agar ia berminat untuk mengikuti proses belajar mengajar fiqh tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ustaz Zulfikar bahwa:
Materi adalah bahan ajar yang kita sampaikan kepada santri dengan menggunakan beberapa strategi, metode, media dan perangkat lainnya untuk memudahkan bagi guru dalam menyalurkan bahan ajar kedalam diri santri.[58]

Bab shalat adalah materi yang wajib bagi siapapun untuk mempelajarinya, demikian juga bagi santri sangat penting bagi mereka untuk mengetahuinya tentang ruanglingkup shalat. Santri kelas VIII putra memilki minat yang tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran dalam bab shalat. Hal ini berdasarkan hasil wawancara beberapa santri kelas VIII :
Kami santri yang menempuh pendidikan di pesantren ini, pastinya kami harus mengerti tentang pengetahuan agama, apalagi tentang shalat yang kewajiban kita sebagai seorang islam ahlussunnah wal-jama’ah. Kami sangat serius dalam mempelajari tentang bab shalat dan kami sangat senang belajar dengan guru kami.[59]

Untuk memperkuat argumen penelitian, peneliti juga mewawancarai kepala sekolah tentang minat belajar santri terhadap bab shalat, demikian dipaparkan oleh ustaz Khaidir :
Semua tahu bahwa shalat adalah kewajiban kita sebagai seorang muslim. Sangat penting bagi santri untuk mempelajarinya karena jika mereka sudah tumbuh besar natinya, maka akan sulit untuk kita ajarkan dan kita perintahkan. Pada saat sekaranglah kita harus menanamkan nilai-nilai shalat dalam diri mereka, suapaya mereka mau beribadah dan mereka mengetahui bagaimana azab jika seorang muslim tidak mengerjakan shalat. Kami selalu memotivasi mereka agar mereka tidak malas dalam mengikuti proses pembelajaran tentang materi bab shalat.[60]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka dapat peneliti uraikan bahwa untuk mengetahui apakah santri berminat dalam belajar fiqh tentang bab shalat atau tidak  dapat dilihat dari beberapa indikator. Sejauh observasi peneliti santri kelas VIII putra memiliki minat belajar yang tinggi, hal ini dapat dikenali melalui proses pembelajaran yaitu:
1.      Rasa senang
2.      Perhatian dalam belajar
3.      Antusias melakukan kegiatan dan mengerjakan tugas yang diberikan dengan rasa senang dan sungguh-sungguh.

6.      Media Pembelajaran Fiqh
Dalam penyampaian materi fiqh tidak semua santri mudah memahaminya, ada sebagian santri lambat dalam memahami tentang materi yang disampaikan oleh guru fiqh. Dari itulah kedua guru fiqh pada MTsS Ulumuddin selalu menggunakan media pada bab shalat, media yang digunakan oleh ustaz Zulfikar dan Ustaz Nazir pada bab shalat yaitu gambar tentang gerakan yang benar dalam shalat.
Memang sudah sepatutnya demikian, bahwa tidak semua santri mudah menyerap apa yang kami sampaikan, apa lagi dalam bab shalat, cara membuat santri benar dalam melakukan gerakan dalam shalat kami menggunakan media gambar tentang gerakan shalat yang benar sesuai syari’ah.[61]

Ustaz Nazir juga turut memaparkan pendapatnya bahwa:
Media merupakan bahan ajar yang berupa gambar dan elektronik lainnya yang saya gunakan untuk membantu dalam meningkatkan pemahaman santri terhadap materi yang kita ajarkan.[62]

Sebagaimana yang dipaparkan oleh bapak khaidir bahwa:
Saya sering menanyakan kepada guru bidang studi fiqh tentang penggunaan media belajar, guru fiqh biasanyan menggunakan media gambar gerakan shalat, juga menggunakan media infokus terhadap materi lainnya.[63]

Dibawah ini hasil wawancara dengan beberapa santri kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin tentang penggunaan media:
Kami sangat senang belajar fiqh dengan ustaz Zulfikar dan Ustaz Nazir, karena kedua guru kami selalu menggunakan media dalam pembelajaran bab shalat khususnya, kami mudah melakukan gerakan shalat dan semua gerakannya juga benar.[64]

Dari hasil wawancara dan observasi  dapat peneliti simpulkan bahwa pada bab shalat sangat berpengaruh tentang adanya media yang digunakan kedua guru fiqh. Media yang digunakan kedua guru fiqh tersebut yaitu media gambar tentang gerakan shalat yang benar sesuai ajaran islam ahlussunnah wal jama’ah.

7.      Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir yang dilakukan oleh guru fiqh untuk mengukur, menilai tingkat kemampuan santri setelah mempelajari materi yang telah diajarkan. Untuk melihat kemampuan santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin dalam memahami materi setelah mengikuti proses pembelajaran, maka kedua guru fiqh harus melakukan ulangan formatif. Sebagaimana yang dipaparkan oleh ustaz Nazir:
Berdasarkan hasil belajar dan evaluasi para santri terhadap minatnya dalam belajar fiqh sangat besar, sehingga hasil yang diperoleh mereka dapat memuaskan mereka.[65]

Ustaz Nazir juga memaparkan pendapatnya tentang evaluasi pembelajaran fiqh:
Untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan efektif, maka kami membuat ulangan formatif dengan dua sistem. Pertama, ulangan tulisan. Kedua, ulangan lisan. Tujuannya supaya ketika proses pembelajaran berlangsung tidak ada santri yang lalai bermain.[66]

Ustaz Khaidir juga menjelaskan sedikit penjelasan evaluasi:
Evaluasi adalah tahapan untuk melihat tingkat pemahaman santri setelah mempelajari materi dan dan tingkah laku santri selama mereka mengikuti pembelajaran fiqh pada MTsS Ulumuddin, serta untuk melihat efektifitas pembelajaran juga dengan evaluasi.[67]

Peneliti juga mewawancarai beberapa sntri kelas VIII putra:
Dengan dibuatnya evaluasi oleh pihak madrasah yaitu ustaz-ustaz kami disini, kami dapat melihat kemampuan diri kami setelah mengikuti pembelajaran fiqh dengan ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir.[68]

Berdasarkan hasil wawancra dan observasi yang peneliti nlihat di lokasi penelitian, ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir membuat dua bentuk ulangan formatif:
1.      Ulangan lisan
Kedua guru fiqh ini memberikan soal kepada santri sebanyak 3 soal setelah guru fiqh memberikan materinya kepada santri, waktu yang diberikan untuk menjawab 3 soal yaitu 10 menit. Jika dalam waktu yang telah diberikan santri tidak bisa menjawab maka akan di ulangi pada pertemuan selanjutnya.
2.      Ulangan lisan
Yaitu kadang-kadang guru fiqh memilih beberapa santri secara beracak-acak untuk ditanyainya tentang materi yang telah diajarkannya, sehingga pada akhrir semester semua santri mendapat giliran.
Berdasarkan paparan diatas, maka peneliti turut menjelaskan tentang ulangan formatif yang diberikan oleh ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir, bahwa dengan membuat ulangan formatif semua santri fokus dalam belajar supaya materi yang disampaikan kedua guru fiqh diserap baik oleh santri.
Tidak hanya dalam proses pembelajaran adanya suatu kendala, tetapi peneliti menitik fokuskan pada pembelajaran fiqh kelas VIII putra MTsS Ulumuddin. Kendala yang terdapat pada santri kelas VIII putra adalah suatu yang harus di selesaikan oleh ustaz kedua guru fiqh dan pihak madrasah terhadap santri kelas VIII dalam pembelajaran fiqh.
Selama Saya mengajar fikih pada kelas VIII putra, ada beberapa kendala yang perlu dibenahi, diantaranya ketika peserta didik absen di kelasnya, disebabkan oleh pulangnya mereka ke kampung halaman mereka, sehingga ada beberapa poin bahan ajar yang terlewatkan, terlebih bahan ajarnya menggunakan bahasa arab yang perlu memahami arti kosa kata dari bahan ajar tersebut. Disamping itu sebagian peserta didik ada yang melewatkan pelajarannya dengan tertidur di kelas dikarenakan banyaknya kegiatan dan rutinitas serta jadwal belajar yang begitu padat. Siswa dituntut untuk bisa menyerap pelajaran sekolah dan harus cakap dalam pelajaran dayah.[69]

Dari kendala tersebut maka para pendidik harus bekerja ekstra dengan membuat kontrak belajar yang disiplin untuk mencapai tujuan pembelajaran, serta pendidik mempersiapkan beberapa model aktif learning, seperti mengikut sertakan mereka secara aktif dalam proses belajar mengajar, penerapan metode yang sesuai dengan materi serta mempersiapkan beberapa game untuk membuat suasana kembali ceria.
Kesalahan atau kesilapan dan sulit memahami materi yang dilakukan santri dalam proses pembelajaran fiqh sudah sepatutnya terjadi, karena mereka adalah anak-anak yang baru mengenal dunia maya. Ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir memperingati dan mengancam mereka dengan mengurangi nilai hasil belajar mereka bagi santri yang melakukan kesalahan, bagi santri yang sulit memahaminya kedua guru fiqh ini menyuruh santri untuk mengulang pelajaran ketika mereka mempunyai waktu kosong selain waktu jam belajar fiqh berlangsung.

C.  Bagaimana Implikasi Materi Fiqh Pada Santri Kelas VIII Putra di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe
Implikasi adalah hasil dari tahapan langkah-langkah pembelajaran fiqh yang peneliti gunakan dalam penelitian ini. Setelah menerapkan indikator langkah-langkah pembelajaran, maka implikasinya adalah hasil belajar santri kelas VIII
Berikut ini hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar tentang penentuan tujuan pemebelajaran, guru fiqh pada kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin:
Selama saya mengajar dengan menentukan tujuan pembelajaran, santri sudah terlihat perubahan dalam dirinya dan semua yang saya ajarkan dapat dipahaminya dengan benar serta hasi belajarnya sangat baik.[70]

Berikut ini hasil wawancara dengan ustaz Nazir, guru fiqh pada kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Santri kelas VIII putra sudah memahami semua materi yang saya ajarkan kepadanya, mereka memperoleh nilai yang cukup baik terhadap materi fiqh khususnya bab shalat.[71]

Ustaz khaidir juga memaparkan tentang penentuan pembelajaran fiqh pada santri kelas VIII putra sebagai berikut:
Setelah memberikan arahan kepada ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir untuk menentukan tujuan pembelajaran fiqh terhadap santri, hasil pembelajaran fiqh pada kelas VIII putra terdapat perbedaan dari tahun sebelumnya.[72]

Peneliti juga mewawancarai dengan Edi Yani santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin:
Kami sudah bisa menguasai semua yang telah diberikan oleg guru fiqh kami pada saat proses pembelajaran berlangsung, karena kedua guru fiqh membatasi materi yang diajarkannya.[73]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti  dapat menguraikan bahwa santri sudah mampu menguasai materi fiqh berdasarkan tujuan pembelajaran  yang di tetapkan oleh guru fiqh.
Berdasarkan hasil dari peneliti lakukan di MTsS Ulumuddin, bahwa penetapan jadwal dan alokasi jam belajar untuk pelajaran fiqh pada santri kelas VIII putra sangat efektif, karena jumlah keseluruhan jam belajar fiqh dalam seminggu 10 jam. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh ust Nazir :
Dengan penetapan jadwal belajar dan jumlah jam belajar seminggu 10 jam, santri memiliki minat yang besar sehingga dengan jumlah jam tersebut santri sudah mencapai targetnya.[74]

Untuk memperkuat data penelitian, peneliti turut mewawancarai ustaz Zulfikar terhadap penetapan waktu dan jam belajar :
Santri sudah bisa memahami pengerti .[75]

Berikut peneliti wawancarai Mubarak santri kelas VIII putra :
Dengan ustaz-ustaz yang menetap tinggal di dayah serta mau mendukung kami, dengan pembelajaran bahasa Arab yang diajarkan kepada kami, maka kami sudah bisa membaca kitab klasik dan mudah dalam memahami materi fiqh.[76]

Bapak khaidir juga menambahkan sedikit pembahasan tentang penetapan waktu balajar:
Selama proses pembelajaran berlangsung, santri merasa senang dan bersemangat, hal ini terlihat dari keseriusan santri-santri ketika berlangsungnya proses pembelajaran fiqh baik kurikulum KTSP maupun Kurikulum Salafiyah.[77]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, peneliti dapat menguraikan bahwa penempatan waktu belajar pada dua tempat, pertama waktu pagi, kedua pada waktu malam. Pada waktu pagi jumlah jam belajar fiqh 4 jam dalam seminggu dan pada waktu malam 6 jam dalam seminggu, ini sudah terlihat kemajuan pada santri kelas VIII putra dan hasil belajar yang mereka peroleh sudah memenuhi nilai rata-rata.
Dibawah ini hasil wawancara dengan ustaz  Zulfikar tentang penyusunan silabus dan RPP:
Perangkat pembelajaran berupa silabus dan RPP yang kami susun untuk santri kelas VIII putra sangat mempengaruhi hasil belajar dan proses pembelajaran yang bagus.[78]
Ustaz Nazir juga memaparkan pendapatnya bahwa:
Ketika saya tanyai santri kelas VIII putra tentang rukun shalat mereka sudah bisa menyebutkannya, hal ini terlihat perubahan keseriusan santri dalam menyimak materi yang saya sampaikan, dari inilah dapat kita lihat minat belajar mereka.[79]

Dibawah ini hasil wawancara dengan bapak Khaidir kepala sekolah MTsS Ulumuuddin terhadap penyusunan Silabus dan RPP:
Perangkat pembelajaran seperti silabus dan RPP yang digunakan guru fiqh kami disini sangat efektif, hal ini berdasarkan hasil tes mereka saat ujian lisan, santri sudah mengerti yang mana wajib shalat dan yang mana syarat sah shalat.[80]

Berikut hasil wawancara dengan Zubaili yaitu santri kelas VIII putra:
Dengan perangkat belajar yang digunakan ustaz kami saat belajar kepuasan kami kami sudah bisa membedakan yang mana rukun, sunnah, wajib dan yang membatalkan shalat.[81]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diatas dapat peneliti simpulkan bahwa perangkat pembelajaran  sangat berpengaruh terhadap hasil belajar santri kelas VIII putra. Santri sudah bisa membedakan yang mana wajib, sunnah, syarat shalat, dan yang membatalkan shalat.

1.      Metode dan Strategi Pembelajaran
Penerapan strategi dan metode juga mempengaruhi hasil belajar. Berikut   ustaz Khaidir mengungkapkan pendapat dalam wawancaranya:
Saya tinggal disini, jadi pada saat shalat jama’ah yakni setelah shalat, saya panggil beberapa santri untuk mempraktekkan gerakan shalat, ketika saya lihat santri melakukannya tanpa ada keraguan dan sumua gerakannya benar.[82]

Berikut hasil wawancara dengan ustaz Nazir bahwa beliau memaparkan sebagai berikut:

Dengan metode komando yang saya gunakan santri memperoleh hasil ujian praktek shalat yang bagus, hal ini berdasarkan lembaran nilai yang diberikan oleh penguji setelah mereka mengikuti ujian praktek..[83]

Berikut hasil wawancara dengan  Reza Favlefi santri kelas VIII putra:
Kami sangat bersemangat belajar dengan kedua ustaz kami, karena pengelolaan ruangan kedua ustaz kami tersebut tidak membuat kami bosan, kami semua aktif dalam ruangan ketika kedua guru kami menggunakan metode dan strategi.[84]

Adapun hasil dari observasi langsung selama proses pembelajaran, penulis melihat proses pembelajaran dengan menggunakan metode komando dan strategi diskusi kelompok, santri sangat antusias dalam belajar dan memperhatikan penjelasan guru dalam memberi pengarahan, sehingga santri dengan mudah dapat memahami materi, serta semua gersakan dalam shalat sudah dilakukan dengan benar oleh santri kelas VIII putra.
Santri kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin memiliki minat yang besar terhadap pembelajaran materi bab shalat salah satunya.
Sebagaimana yang di ungkapkan oleh ustaz Nazir bahwa:
Santri mampu membacakan surat iftitah dengan benar dan bacaan sunnah yang lain juga demikian, nah pada bacaan yang sunnah ab’ad santri juga mampu menghafalnya, hal ini berdasarkan hasil tugas kelompok untuk mempraktekkan kedepan secara perorangan oleh ketua kelompok.[85]

Berikut ini hasil wawancara yang diungkapkan oleh ustaz Zulfikar bahwa:
Penyesuaian materi kepada santri kami sudah memiliki kemampuan dan kecakapan dalam penyerapan materi bab shalat, ini terlihat dari penjelasan santri ketika menjelas pengertian shalat dalil shalat dan ruang lingku shalat.[86]

Berdasarkan hasil wawancara dengan Afriadi , santri  kelas VIII bahwa:
Kami senang ketika ustaz khaidir tidak mengomentari tentang gerakan shalat kami, dan pada saat ujian lisan kami tidak ada teguran dari penguji tentang bacaan kami, biasanya pada saat ujian lisan ketika salah disuruh untuk mengulanginya.[87]

Untuk memperkuat argumen penelitian, peneliti juga mewawancarai kepala sekolah tentang minat belajar santri terhadap bab shalat, demikian dipaparkan oleh ustaz Khaidir :
Santri sangat berminat saat belajar fiqh berlangsung tentang bab shalat, karena pada saat belajar mereka semua tertip dan disiplin, dan hasil ulangan mereka pun sangat memuaskan orang tuannya..[88]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka dapat peneliti uraikan bahwa santri sudah bisa menyebutkan dan membedakan hal-hal yang penting dalam shalat. Sejauh observasi peneliti santri kelas VIII putra memiliki minat belajar yang tinggi, hal ini dapat dikenali melalui proses pembelajaran yaitu:
1.      Rasa senang santri dalam mengikuti proses pembelajaran.
2.      Perhatian dalam belajar.
3.      Antusias santri melakukan kegiatan dan mengerjakan tugas yang diberikan ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir dengan rasa senang dan sungguh-sungguh.
Media sangat berpengaruh terhadap daya tangkap santri. Dari itulah kedua guru fiqh pada MTsS Ulumuddin selalu menggunakan media pada bab shalat, media yang digunakan oleh ustaz Zulfikar dan Ustaz Nazir pada bab shalat yaitu gambar tentang gerakan yang benar dalam shalat dan bacaan dalam shalat.
Berikut ini hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar tentang media pembelajaran:
Santri mampu mengamati  media yang saya guanakan tentang gerakan dalam shalat, kerana ketika saya suruh untuk menyebutkannya mereka bisa memjawabnya dan hasil ulangan mereka pun sangat baik.[89]

Ustaz Nazir juga turut memaparkan pendapatnya bahwa:
Dengan media santri sudah bisa melakukan gerakan shalat dengan benar, hal ini ketika saya menyuruh mereka untuk mempraktekkan kedepan dan bacaan shalat mereka sudah sempurna sebagaimana yang kita bacakan.[90]

Sebagaimana yang dipaparkan oleh bapak khaidir bahwa:
Saya melihat aktivitas santri kelas VIII putra diluar kelas ketika mengerjakan shalat di Musalla gerakannya sudah benar dan ketika saya penggil dan menyuruh untuk membacakan bacaan dalam shalatpun sudah benar.[91]

Dibawah ini hasil wawancara dengan Iqbal yaitu santri kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin tentang penggunaan media:
Kami pernah di tes oleh kepala sekolah yaitu ustaz Kahidir di Musalla seusai shalat zuhur, dia mengatakan bahwa teruslah seperti ini ketika shalat, semua gerakan shalat kalian sudah bagus.[92]

Dari hasil wawancara dan observasi diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa santri sudah mampu melakukan gerakan shalat dengan benar serta bacaan shalat dengan benar, penggunaan media sangat berpengaruh terhadap daya tangkap santri kelas VIII putra MTsS Ulumuddin.
Hasil ulangan formatif yang diperoleh oleh santri kelas VIII putra sangat memuaskan berdasarkan minat belajar santri yang telah kami paparkan diatas. Dan juga pengelolaan kelas oleh kedua guru fiqh yang mahir menggunakan perangkat pembelajaran. Berikut hasil wawancara dengan ustaz Zulfikar tentang evaluasi pembelajaran fiqh bahwa:
Kami memberikan nilai ujian lisan kepada santri kelas VIII putra dengan hasil yang memuaskan berdasarkan keinginan dan keseriusan belajar mereka saat proses pembelajaran berlangsung serta kemauan mereka mempraktekkan diluar kelas.[93]

Ustaz Nazir juga memaparkan pendapatnya tentang evaluasi pembelajaran fiqh:
Pada saat evaluasi pembelajaran saya memberikan hasil ulangan tulisan santri santri kelas VIII putra mencapai nilai rata-rata, malahan sebagian dari mereka melebihi dari nilai rata-rata.[94]

Ustaz Khaidir juga menjelaskan sedikit penjelasan evaluasi:
Dalam buku evaluasi santri saya melihat bahwaa santri kelas VIII putra sudah mencapai dan melebihi nilai rata-rata, saya merasa senang dengan semua kerja kersa guru fiqh selama ini.[95]

Peneliti juga mewawancarai Maris Bana yaitu santri  kelas VIII putra:
Ketika orang tua kami melihat hasil ulangan tulisan dan ulangan lisan kami di dalam lemari, mereka merasa senang dan bangga atas kerja keras kami disini, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir.[96]

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang peneliti lihat di lokasi penelitian, ustaz Zulfikar dan ustaz Nazir membuat dua bentuk ulangan formatif yaitu ulangan tulisan dan ulangan lisan dau-duanya sudah terbukti dapat mempengaruhi hasil belajar santri berdasarkan hasil belajar yang mereka peroleh.

C.  ANALISIS HASIL PENELITIAN
Berdasarkan data yang peneliti peroleh melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, berikut adalah kesimpulan  hasil analisis :
Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi pada santri kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin sangat berpengaruh terhadap efektifitas pembelajaran bidang studi fiqh. hal tersebut jelas tampak pada saat santri antusias dan termotivasi dalam  belajar dan juga pada saat berkompetisi pada belajar kelompok dan juga pada saat guru melakukan ulangan formatif, dan setelah itupun santri lebih dapat mengingat materi tersebut pada saat guru mengulang kembali materi yang telah dipelajari.
Berkaitan dengan hal tersebut, Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi pada santri kelas VIII putra di MTsS Ulumuddin sangat baik dan efektif diterapkan untuk meningkatkan hasil pembelajaran fiqh khususnya tentang bab shalat yang optimal, karena tercapainya tujuan pembelajaran adalah target yang mesti terpenuhi dalam harapan belajar. Salah satu keefektifan santri tampak pada saat santri fokus dalam mengikuti proses pembelajaran, mereka tampak termotivasi saat belajar dan tidak hanya pasif menunggu jawaban dari teman, namun saling berusaha untuk menemukan penyelesaian masalah yang diberikan guru.
Peneliti juga menilai dalam sebuah pembelajaran sangatlah penting bagi guru untuk membuat rencana pelaksanaan pembelajaran salah satunya pemilihan perangkat yang tepat.  Guru fiqh pada MTsS Ulumuddin  selain  pintar,  juga profesional dan berpengalaman. Guru mempunyai peran terhadap keberhasilan santri dalam belajar terutama dalam hal meningkatkan kompetensi pemahaman santri dan juga motivasi belajar santri. Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi yang dipilih oleh guru sangat mempengaruhi keberhasilan tercapainya efektifitas pembelajaran. Guru bidang studi fiqh pada MTsS Ulumuddin dalam memilih perangkat pembelajaran sangat berpengalaman serta memahami cara ataupun upaya memotivasi belajar santri untuk mendapat hasil belajar yang efektif. usaha guru dalam meningkatkan hasil belajar fiqh selain menerapkan Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi yang bertujuan supaya santri dapat mengembangkan semangat belajar mandiri, guru juga mengelola proses belajar mengajar dengan tujuan agar seluruh santri dapat terlibat dalam pembelajaran.


BAB  V
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Dengan sekian banyak uraian tentang Efektivitas Pembelajaran Fiqh Pada Santri Kelas VIII Putra di MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Untuk melihat efektivitas pembelajaran fiqh pendidik harus benar-benar memperhatikan apa saja yang harus disiapkan. Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi sangat efektif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran fiqh. Hal ini terlihat pada aktifitas belajar santri yang lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan santri terlibat sepenuhnya dalam berdiskusi sehingga hasil belajar santri menjadi lebih baik.
2.      Setelah guru menerapkan Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi, hasil belajar santri lebih meningkat dari sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan partisipasi santri dalam proses belajar mengajar, terutama dalam menyimpulkan informasi dari hasil diskusi kelompok, dan dalam proses belajar mengajar santri lebih aktif, dan juga santri sangat antusias dalam belajar fiqh serta mempraktekkan diluar kelas, sehingga pada tahap evaluasi, santri sudah mencapai nilai rata-rata.

B.  SARAN
Berikut ini ada beberapa saran yang sifatnya membangun dari penulis tentang Efektivitas Pembelajaran Fiqh Pada Santri Kelas VIII Putra di MTsS UlumuddinUteunkot Cunda adalah sebagai berikut:
1.      Kepada guru bidang studi fiqh teruslah berupaya menjalankan pembelajaran ini, karena terbukti Penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, strategi, metode, media, materi dan evaluasi ini dapat memberi semangat dan dorongan belajar yang lebih baik dari pada belajar sebelumnya.
2.      Bagi santri-santri MTsS Ulumuddin agar dapat lebih meningkatkan semangat dan hasil belajar pada pembelajaran fiqh yang lebih baik sehingga menjadi manusia yang berguna dimasa sekarang, dan masa mendatang.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ushul Fiqh). Jilid I, Terjemahan Noer.
Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith, jilid 1.
Agung Wijaksono, 2009, Efektivitas Pembelajaran, (http://Agungprudent. wordpress.com).
Asri Budiningsih, Belajara dan Pembelajaran, Penerbit Rinikan Cipta, Yogyakarta.
Al-Amidi, Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam, Muassasah Al-Halaby, Kairo,
Alwi, Hasan dkk, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta ,
Arif Furkhan, 2003, Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional.
As-Shabuni, M. Ali, Al- Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Arshad, Beirut.
Daryanto, 1997, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo.
Dawam Rahardjo, 1985, Pergulatan Dunia Pesantren, Jakarta: Media Pratama offset.
Departemen Agama, 2003, Pengelolaan Kurikulum dan Hasil Belajar, Edisi Juni, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama.
Departemen Agama Republik Indonesia, 1993, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: CV. Kathoda.
Hari Suderajat, 2004, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.
Hudoyono Herman, 2005,  Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Malang, Universitas Negeri Malang  (UM PRESS),
Imam Bukhari, Shaih Bukhari Juz I, Jakarta: Darul Hadist Qahirah,t.t.
Kaluge dan Bert, 2005, Teori dan Praktik Keefektifaan Pendidikan, Kelas, Sekolah dan Kebijakan, Surabaya: Unesa University Press.
Kartika, Pengembangan Kurikulum Fiqih Telaah Terhadapb Komponen Kurikulum Fiqih Pada Madrasah Tsanawiyah 403, Pada 02/10/2011, 20:01.
Kurikulum 1993 dan GBPP Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI.
Lexiy J Moleong, 2006, Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Marbono, 2004, Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nana Sudjana, 1989, CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Nasution,  1995, Kegiatan Belajar Mengajar, Jakarta: Gramedia.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2003.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008.
Rustaman, dkk, 2001, Strategi Belajar mengajar, Jakarta: Jica Imstep.
Sagala Syaiful, 2007,  Konsep Dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alvabeta.
Sanjaya,  2008, Kurikulum  Dan Pembelajaran, Jakarta:Kencana.
Saleh, Subhi, Mabahis Fi Ulum Al-Qur’an. Muassasah Ar-Risalah, Mesir, 1404H.
Steers, M. Richard, 1985, Efektifitas  Organisasi, Jakarta: Erlangga.
Siagian, Sondang P. 2007, Teori Pengembangan Efektifitas Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara,
Stake, 1967, The countenance of educational evaluation. Teachers College Record.
Stufflebeam, 1972. Systematic evaluation: A self–instructional guide to theory and practice. New York: Kluwer Nijhoff Publishing.
Zakiah Daradjat dkk, 2011, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara.


[1] Agung Wijaksono, Efektivitas Pembelajaran, (http://Agungprudent.wordpress.com) (2009), hal 56.

[2] Syaiful Sagala,  Konsep Dan Makna Pembelajaran (Bandung : Alfabeta, 2007), hal. 62.
[3] Wina Sanjaya,  Kurikulum  Dan Pembelajaran, (Jakarta:Kencana, 2008),  hal. 216.
[4] Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren, (Jakarta: Media Pratama offset, 1985), hal. 272.
                [5] Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2003:138

                [6] Alwi, Hasan dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta , 2002, hal. 584.
[7] Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997), hal. 411.
[8] Steers, M. Richard, Efektifitas  Organisasi, Jakarta: Erlangga, (1985), hal. 176.

[9] Kaluge dan Bert, Teori dan Praktik Keefektifaan Pendidikan, Kelas, Sekolah dan Kebijakan, Surabaya: Unesa University Press, 2005, hal. 17
[10] Siagian, Sondang P. Teori Pengembangan Efektifitas Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2007, hal. 151
                [11] Nasution,  Kegiatan Belajar Mengajar, (Jakarta: Gramedia, 1995).  hal  91
[12] Hudoyono Herman, 2005,  Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Malang, Universitas Negeri Malang  (UM PRESS), hal. 7
[13] Tayibnafis. Evaluasi Program. Rineka Cipta. Jakarta,  2000, hal. 3.
[14] Stufflebeam, Systematic evaluation: A self–instructional guide to theory and practice. New York: Kluwer Nijhoff Publishing. 1972. hal. 73.
[15] Stake, The countenance of educational evaluation. Teachers College Record. 1967, hal 72.
[16]  Opcit, Tayibnafis., 2000, hal. 21.
[17] Nana Sudjana, CBSA dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo,1989), h.35.

[18] Rustaman, dkk, Strategi Belajar mengajar  (Jakarta: Jica Imstep, 2001),  hal. 461.
[19] Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith, jilid 1 halaman 21.
[20] Departemen Agama, Pengelolaan Kurikulum dan Hasil Belajar, Edisi Juni 2003, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama), hal 2.

[21] Hari Suderajat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), (Bandung: CV Cipta Cekas Grafika, 2004), hal. 60-61.

[22] Ibid, Yafie, Ali, K.H, 1995, hal. 60
[23]Saleh, Subhi, Mabahis Fi Ulum Al-Qur’an. Muassasah Ar-Risalah, Mesir, 1404H. hlm. 19.
[24] Al-Amidi, Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam, Muassasah Al-Halaby, Kairo, hal. 147-148

[25] As-Shabuni, M. Ali, Al- Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Arshad, Beirut, hal. 10

[26] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Kathoda, 1993), hal. 1079.
[27] Imam Bukhari, Shaih Bukhari Juz I, (Jakarta: Darul Hadist Qahirah,t.t.), hal. 27
[28] http://www.pustakaskripsi.com, Pengembangan Kurikulum Fiqih Telaah Terhadapb Komponen Kurikulum Fiqih Pada Madrasah Tsanawiyah 403, Pada 02/10/2011, 20:01 .
[29] Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ushul Fiqh). Jilid I, Terjemahan Noer Iskandar Al-Barsany dan Moh Tolhah Mansur, (Yogyakarta: Nurcabaya, 1980), hal, 16.

[30] Kurikulum 1993 dan GBPP Madrasah Tsanawiyah, (Jakarta: Depag RI, 1993), hal. 3-4.
[31] Zakiah Daradjat dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 78.
[32] Ibid, Departemen Agama, hal. 7

[33] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008, hlm. 59.
[34] Asri Budiningsih, Belajara dan Pembelajaran, Penerbit Rinikan Cipta, Yogyakarta. hal. 50
[35] Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan(Pendekata Kuantitatid, Kualitatif Dan R &D),(Bandung: Alfabeta), h. 15.

[36] Lexiy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal.9.
[37]Ibid, hal. 338
[38]  Arif Furkhan, Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003),  hal. 37

[39]  Marbono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),  hal. 36
[40] Ibid, Lexi J. Moleong, 2009,  hal. 131
[41] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin, Diwawancarai Pada 19 Januari 2015.
[42] Hasil Wawancara dengan nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 12 Januari 2015.

[43] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 12 Januari 2015.

[44] Hasil Wawancara dengan Zubaili, Santri Kelas VIII Putra, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 13 Januari 2015.
[45] Hasil Wawancara dengan Nszir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.

[46] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.

[47] Hasil Wawancara dengan Afriadi, Santri kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 14 Januari 2015.
[48] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[49] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.

[50] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 16 Januari 2015.

[51] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[52] Hasil Wawancara dengan Reza, Santri Kelas VIII Putra, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 15 Januari 2015.
[53] Wawancara dengan Nazir, Kedua Guru Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 15 Januari 2015.

[54] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Kedua Guru Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 15 Januari 2015.
[55]Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala Sekolah MTsS Ulumuddin. Diwawancarai pada 17 Januari 2015.
[56]Hasil Wawancara dengan Sayuti dan Nasruddin, Santri Kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada, 14 Januari 2015.

[57] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin. Diwawancarai pada 12 Januari 2015.

[58] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin. Diwawancarai pada 12 Januari 2015.

[59] Hasil wawancara dengan afriadi dan zubaili, santri kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 13 Januari 2015.

[60] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.
[61] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin,  Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.

[62] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin,  Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.

[63] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.
[64] Hasil Wawancara dengan Iqbal, Zubaili, zulfahmi, Santri Kelas VIII Putra Pada MTsS Ulumuddin,  Diwawancarai pada, 14 Januari 2015.

[65] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai Pada 15 Januari 2015.

[66] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai Pada 15 Januari 2015.

[67] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[68] Hasil Wawancara dengan Maris Bana, santri kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin, Diakses Pada 13 Januari 2015.
[69] Hasil Wawancara dengan Zulfikar dan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai Pada 15 Januari 2015.
[70] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin, Diwawancarai Pada 19 Januari 2015.

[71] Hasil Wawancara dengan nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 12 Januari 2015.
[72] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 12 Januari 2015.

[73] Hasil Wawancara dengan Edi, Santri Kelas VIII Putra, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 13 Januari 2015.

[74] Hasil Wawancara dengan Nszir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.

[75] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.

[76] Hasil Wawancara dengan Mubarak, Santri kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 14 Januari 2015.

[77] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[78] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 12 Januari 2015.
[79] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru bidang Studi Fiqh kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawncarai pda 16 Januari 2015.

[80] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[81] Hasil Wawancara dengan Zubaili, Santri Kelas VIII Putra, MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 15 Januari 2015.
[82] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 15 Januari 2015.

[83] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru Fiqh Pada MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 15 Januari 2015.

[84] Hasil Wawancara dengan Reza, Santri Kelas VIII putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 17 Januari 2015.
[85] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin. Diwawancarai pada 12 Januari 2015.

[86] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh kelas VIII MTsS Ulumuddin. Diwawancarai pada 12 Januari 2015.

[87] Hasil wawancara dengan Afriadi, Santri Kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin, Diwawancarai pada 13 Januari 2015.

[88] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[89] Hasil Wawancara dengan Zulfikar, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin,  Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.

[90] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh Pada MTsS Ulumuddin,  Diwawancarai pada, 13 Januari 2015.
[91] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[92] Hasil Wawancara dengan Iqbal, Santri Kelas VIII Putra Pada MTsS Ulumuddin,  Diwawancarai pada, 14 Januari 2015.

[93] Wawancara dengan  Zulfikar. Guru Bidang Studi Fiqh  Kelas VIII putra, MTsS Ulumuddin. Diwawancarai pada 17 Januari 2015.
[94] Hasil Wawancara dengan Nazir, Guru Bidang Studi Fiqh, kelas VIII Putra MTsS Ulumuddin, Diwawancarai Pada 15 Januari 2015.

[95] Hasil Wawancara dengan Khaidir, Kepala MTsS Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhokseumawe, Pada 14 Januari 2015.

[96] Hasil Wawancara dengan Maris Bana, santri kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Swasta Ulumuddin, Diakses Pada 13 Januari 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peradaban Pemikiran Islam Pada Masa Dinasty Muawiyyah, guna untuk menyelesaikan program mata kuliah pada pasca sarjana IAIN Malikussaleh.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP