PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK DALAM BIDANG PERTANIAN OLEH GABUNGAN KELOMPOK TANI PERSPEKTIF EKONOMI SYARI'AH
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Tani Dalam
Perspektif Ekonomi Syari’ah.
1. Pengertian
Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Tani Perspektif
Ekonomi Syari’ah
Pemberdayaan
menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti tenaga/ kekuatan, proses,
cara, perbuatan memberdayakan.[1] Pemberdayaan adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki
serta berupaya untuk mengembangkannya.[2] Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif
sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih
besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling tidak
harus ada perbaikan akses terhadap empat hal, yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses terhadap permintaan. Ekonomi masyarakat adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan satu upaya
untuk meningkatkan kemampuan atau potensi masyarakat dalam kegiatan ekonomi
guna memenuhi kebutuhan hidup untuk selalu berada dijalan Islam dan Mampu
mencukupi kebutuhan dalam Islam baik itu kebutuhan jasmani maupun rohani serta
meningkatkan kesejahteraan mereka dan dapat berpotensi dalam proses pembangunan
nasional dan mampu menjadikan syari’ah sebgai landasan kehidupan.
2. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Tani Perspektif
Ekonomi Syari’ah
Sumodiningrat
(1999) berpendapat bahwa konsep pemberdayaan kelompok harus dilakukan melalui 3 jalur,
yaitu:
1. Menciptakan
iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (Enabling);
2. Menguatkan
potensi dan daya yang dimiliki masyarakat (Empowering);
Pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar
mampu mewujudkan kemandirian dan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan serta
keterbelakangan.
Konsep
pemberdayaan dalam wacana pembangunan biasanya selalu dikaitkan dengan konsep
kemandirian, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Menurut Craig dan Mayo
dalam Nugroho (2007), partisipasi merupakan komponen terpenting dalam upaya
pertum-buhan kemandirian dan proses pemberdayaan. Strategi pemberdayaan
menempatkan partisi-pasi masyarakat sebagai isu pertama pembangunan saat ini.[4]
Di
samping pentingnya pemberdayaan masyarakat, terdapat beberapa permasalahan yang
dapat mengganggu pengimplementasian pemberdayaan masyarakat dalam tataran
praktis. Menurut Prasojo (2004), permasalahan tersebut menyangkut ketiadaan
konsep yang jelas mengenai apa itu pemberdayaan masyarakat, batasan masyarakat
yang sukses melaksanakan pemberdayaan, peran masing-masing pemerintah,
masyarakat dan swasta, mekanisme pencapaiannya, dan lain sebagainya.[5]
Selain
itu, usaha ekonomi produktif yang ada atau akan dibentuk pada masing-masing
wilayah diiden-tifikasi berdasarkan kriteria tertentu, dipilih untuk
dikembangkan sebagai sasaran pembi-naan. Pengembangan dilakukan melalui
pembi-naan manajemen usaha, bantuan modal bergulir dan pemanfaatan teknologi
tepat guna.
Agar
pemberdayaan ekonomi kelompok dalam melaksanakan peranannya dalam
merealisasikan tujuan syariah, maka seyogyanya dia memiliki beberapa kriteria,
yang terpenting diantaranya adalah sebagai berikut:
3.
Pengembangan ekonomi dalam ekonomi tidak akan dapat merealisasikan
tujuannya jika terpisahkan dari sisi-sisi lain tentang pengembangan yang
komprehensif yang menjadi tujuan politik syariah dalam merealisasikannya.
4.
Sesungguhnya merealisasikan kesejahteraan dan meningkatkan tingkat
penghidupan masyarakat adalah tuntutan dalam syariah.
5.
Seyogyanya pengembangan ekonomi dalam Islam mencakup semua rakyat
negara dan wilayahnya berdasarkan asas keterpaduan dan keseimbangan sesuai
garis-garis perekonomian yang saling berkaitan dari sisi tujuan dan cara, dan
korelasi realitas kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan dalam melaksanakan.
6.
Pengembangan ekonomi dalam Islam adalah suatu kewajiban syariah dan
ibadah yang mendekatkan seorang muslim kepada Allah jika dilakukannya dengan
ikhlas karena-Nya.
7.
Sesungguhnya politik pengembangan ekonomi yang berdampak pada
bertambahnya pemasukan (income) itu menjadi tidak dibenarkan jika
berakibat terhadap rusaknya nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
8.
Sesungguhnya berbagai upaya pengembangan ekonomi pada masa Umar Radiyallahu’Anhu terfokuskan
pada penanggulangan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi individu
masyarakat.[6]
Sesungguhnya
kualitas lingkungan dalam pemberdayaan
ekonomi akan terealisasi dengan terwujudnya lingkungan yang Islami dengan
segala aspek kehidupan di mana pilar-pilar terpenting yang menopang lingkungan
tersebut.
Sesungguhnya
kesalehan masyarakat adalah dengan mengimani Islam sebagai akidah dan syariah, dan
pengaplikasiannya dalam segala aspek kehidupan. Sebab ketika seorang muslim
meyakini bahwa dia sebagai khalifah dalam kehidupan ini, yang salah satu
peraturannya adalah memakmurkan bumi dan mengembangkannya, maka keyakinannya
ini akan mendorongnya dalam melakukan pengembangan ekonomi dengan menilainya
sebagai sarana yang harus dimiliki umat dalam melaksanakan tugasnya di dalam
kehidupan ini. Bahkan jika dilakukannya dengan ikhlas, maka akan menjadi ibadah
yang mendekatkan muslim kepada Allah swt.[7]
Sesungguhnya
pembicaraan tentang kebebasan dan persamaan dalam Islam sangat berbeda dengan
yang terdapat dalam sistem konvensional. Dalam Islam, persamaan merupakan
substansi keadilan, persamaan merupakan buah dari keadilan dan salah satu
fenomenanya. Sebab keadilan mengharuskan persamaan diantara manusia dalam segala
bidang, seperti disebutkan dalam firman Allah:
“Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.” (Al-Hujurat:
13).
Alquran
mensejajarkan antara nikmat kemakmuran dan nikmat keamanan dan ketentraman.
Allah berfirman:
“Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah), yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan.”
(Quraisy: 3-4).
Sesungguhnya
para pengamat dalam era kontemporer mengetahui hubungan antara keamanan dan pemberdayaan
ekonomi, dimana mereka mengaitkan konsep pemberdayaan ekonomi dengan
keamanan, hingga dikatakan, “Keamanan adalah pemberdayaan ekonomi.
Tanpa pengembangan ekonomi, maka disana tidak mungkin ada keamanan. Karena itu
negara-negara berkembang yang “tertinggal” yang tidak merealisasikan pemberdayaan
ekonomi tidak merasakan adanya jaminan keamanan.
3.
Pola-pola Pemberdayaan Ekonomi Kelompok
Tani
Dalam upaya peningkatan
taraf hidup masyarakat, pola pemberdayaan yang tepat sasaran sangat diperlukan,
bentuk yang tepat adalah dengan memberikan kesempatan kepada kelompok miskin
untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang telah mereka
tentukan. Disamping itu masyarakat juga diberikan kekuasaan untuk mengelola
dananya sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak amil zakat,
inilah yang membedakan antara partisipasi masyarakat dengan pemberdayaan
masyarakat. Perlu difikirkan siapa sesungguhnya yang menjadi sasaran
pemberdayaan masyarakat, sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun,
dengan ini good governance yang telah dielu-elukan sebagai suatu pendekatan yang dipandang paling
relevan, baik dalam tatanan pemerintahan secara luas maupun dalam menjalankan
fungsi pembangunan. Good governance adalah tata pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjalin
adanya proses kesejahteraan, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya
saling mengontrol yang dilakukan komponen pemerintah, rakyat dan usahawan
swasta.[8]
Dalam kondisi ini
mengetengahkan tiga pilar yang harus diperlukan dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, swasta dan masyarakat yang
hendaknya menjalin hubungan kemitraan yang selaras. Tujuan yang ingin dicapai
dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri,
kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan
apa yang mereka lakukan tersebut. Pemberdayaan masyarakat hendaknya mengarah
pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik, untuk mencapai
kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses.
Ada dua upaya agar
pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa dijalankan, diantaranya pertama, mempersiapkan pribadi
masyarakat menjadi wirausaha. Karena kiat Islam yang pertama dalam mengatasi masalah
kemiskinan adalah dengan bekerja. Dengan memberikan bekal pelatihan, akan
menjadi bekal yang amat penting ketikaakan memasuki dunia kerja.
Program pembinaan untuk
menjadi seorang wiraswasta ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan,
diantaranya :
1. Memberikan bantuan motivasi moril
Bentuk motivasi moril
ini berupa penerangan tentang fungsi, hak dan kewajiban manusia dalam hidupnya
yang pada intinya manusia diwajibkan beriman, beribadah, bekerja dan berikhtiar
dengan sekuat tenaga sedangkan hasil akhir dikembalikan kepada Dzat yang Maha Pencipta.
Bentuk-bentuk motifasi moril itu adalah:
2. Pelatihan Usaha
Melalui pelatihan ini
setiap peserta diberikan pemahaman terhadap konsep-konsep kewirausahaan dengan
segala macam seluk beluk permasalahan yang ada didalamnya. Tujuan pelatihan ini
adalah untuk memberikan wawasan yang lebih menyeluruh dan aktual sehingga dapat
menumbuhkan motivasi terhadap masyarakat disamping diharapkan memiliki
pengetahuan taknik kewirausahaan dalam berbagai aspek.
Pelatihan sebaiknya
diberikan lebih aktual, dengan mengujikan pengelolaan praktek hidup
berwirausaha, baik oleh mereka yang memang bergelut di dunia usaha, atau
contoh-contoh konkrit yang terjadi dalam praktek usaha. Melalui pelatihan
semacam ini diharapkan dapat mencermati adanya kiat-kiat tertentu yang harus ia
jalankan, sehingga dapat dihindari sekecil mungkin adanya kegagalan dalam
pengembangan kegiatan wirausahanya.
3. Permodalan
Permodalan. dalam. bentuk. uang. merupakan. salah. satu. faktor
penting. dalam. dunia
usaha, tetapi bukan. yang. terpenting.
untuk mendapatkan dukungan keuangan, baik perbankan
manapun dana bantuan yang disalurkan melalui kemitraan usaha lainnya. Penambahan
modal dari lembaga keuangan, sebaiknya diberikan, bukan untuk modal awal,
tetapi untuk modal pengembangan, setelah usaha itu dirintis dan menunjukkan
prospeknya yang cukup baik, karena jika usaha itu belum menunjukkan
perkembangan profit yang baik, sering kali bank tidak akan memberikan pinjaman.
Bentuk. pemberdayaan
.yang. kedua, adalah .
dengan .
pendidikan. Kebodohan adalah pangkal dari kemiskinan,
oleh karenanya untuk mengentaskan kemiskinan dalam jangka panjang adalah dari sector
pendidikan, karena kemiskinan ini kebanyakan sifatnya turun-menurun, dimana
orang tuanya miskin sehingga tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya, dan hal
ini akan menambah daftar angka kemiskinan kelak di kemudian hari. Bentuk
pemberdayaan di sektor pendidikan ini dapat disalurkan melalui dua cara,
pertama pemberian beasiswa bagi anak yang kurang mampu, dengan diberikannya
beasiswa otomatis menguangi beban orang tua dan sekaligus meningkatkan kemauan
belajar, kedua penyediaan sarana dan prasarana, proses penyalurannya adalah
dengan menyediakan proses tempat belajar formal atau pun non formal, atau
paling tidak dana yang di salurkan untuk
pendidikan ini selain untuk beasiswa juga untuk pembenahan fasilitas sarana dan prasarana belajar, karena sangat tidak
mungkin menciptakan seorang pelajar yang
berkualitas dengan sarana yang minim.[9]
B.
Peranan Kelompok Tani
Dalam Pemberdayaan Ekonomi Perspektif Ekonomi Syari’ah.
Dalam upaya peningkatan
taraf hidup masyarakat, pola pemberdayaan yang tepat sasaran sangat diperlukan,
bentuk yang tepat adalah dengan memberikan kesempatan kepada kelompok miskin
untuk merencanakan dan melaksanakan program pertanian yang telah mereka
tentukan. Disamping itu masyarakat juga diberikan kekuasaan untuk mengelola
dananya sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak amil zakat,
inilah yang membedakan antara partisipasi masyarakat dengan pemberdayaan
masyarakat. Perlu difikirkan siapa sesungguhnya yang menjadi sasaran
pemberdayaan masyarakat, sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun,
dengan ini good governance yang telah dielu-elukan sebagai suatu pendekatan yang dipandang paling
relevan, baik dalam tatanan pemerintahan secara luas maupun dalam menjalankan
fungsi pembangunan. Good governance adalah tata pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjalin
adanya proses kesejahteraan, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya
saling mengontrol yang dilakukan komponen pemerintah, rakyat dan usahawan
swasta.
Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor
93/Kpts/OT.210/3/1997 tentang Pedoman
Pembinaan Kelompok Tani-Nelayan, “kelompok tani-nelayan” adalah kumpulan petani-nelayan yang tumbuh
berdasarkan keakraban dan keserasian,
serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian untuk bekerjasama meningkatkan
produktivitas usaha tani nelayan dan kesejahteraan
anggotanya. Kelompok tani merupakan lembaga yang menyatukan para petani secara horizontal, dan dapat
dibentuk beberapa unit dalam satu desa. Kelompok tani
juga dapat dibentuk berdasarkan komoditas, areal pertanian, dan gender.
Sementara itu, “Gapoktan” adalah gabungan dari
beberapa kelompok tani yang melakukan
usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan
pendapatan usahatani bagi anggotanya dan
petani lainnya. Gapoktan merupakan Wadah Kerjasama Antar Kelompok Tani
(WKAK), yaitu kumpulan dari beberapa kelompok tani yang mempunyai kepentingan yang sama dalam
pengembangan komoditas usaha tani tertentu untuk menggalang kepentingan
bersama. Dalam Kepmen
tersebut, dibedakan
antara Gapoktan dengan Asosiasi Petani-Nelayan. Dalam batasan ini, asosiasi adalah kumpulan
petani-nelayan yang sudah mengusahakan
satu atau kombinasi beberapa komoditas pertanian secara komersial.
Untuk meningkatkan skala usaha dan peningkatan
usaha kearah komersial,
kelompok tani dapat dikembangkan melalui kerjasama antar kelompok dengan membentuk
Gapoktan. Pada prinsipnya, baik Wadah Kerjasama Antar Kelompok tani (WKAK)
ataupun Asosiasi Kelompok tani, apabila sudah memiliki tingkat kemampuan yang
tinggi dan telah mampu mengelola usaha tani secara komersial, serta memerlukan bentuk
badan hukum untuk mengembangkan usahanya; maka dapat ditingkatkan menjadi
bentuk organisasi yang formal dan berbadan hukum, sesuai dengan kesepakatan
para petani anggotanya. Disini terlihat, bahwa
pengembangan Gapoktan merupakan suatu proses lanjut dari lembaga petani yang sudah berjalan baik,
misalnya kelompok-kelompok tani. Dengan kata
lain, adalah tidak tepat langsung membuat Gapoktan pada wilayah yang secara nyata kelompok-kelompok taninya
tidak berjalan baik. Ketentuan ini sesuai
dengan pola pengembangan kelembagaan secara umum, karena Gapoktan diposisikan
sebagai institusi yang mengkoordinasi lembaga-lembaga fungsional di bawahnya,
yaitu para kelompok tani.
Pemberdayaan Gapoktan tersebut berada dalam
konteks penguatan kelembagaan.
Untuk dapat berkembang sistem dan usaha agribisnis memerlukan penguatan kelembagaan baik kelembagaan petani,
maupun kelembagaan usaha dengan
pemerintah berfungsi sesuai dengan perannya masing-masing. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan
berdasarkan kepentingan masyarakat dan
harus tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri.
Dengan adanya kelompok
tani senantiasa lebih mudah bagi pemerintah dalam memberikan dukungan baik itu
berupa material maupun spiritual. Sikap memberikan kebebasan kepada suatu
kelompok dalam masyarakat merupakan suatu dukungan spiritual untuk mengajarkan
masyarakat supaya mandiri dan terbiasa dalam kerja sama antar masyarakat
(hablumminannas), disinilah terletak nilai-nilai sosial masyarakat dalam
menyelesaikan persoalan di perdesaan menyikapi problema yang sering terjadi di
lingkungan masing-masing, memberikan solusi maupun jalan keluar dalam
penyelesaian masalah.
Senantiasa kita
menyadari bahwa tiada keharmonisan tanpa sosial antar sesama makhluk. Dalam
islam telah mengajarkan bagaimana cara beribadah, baik itu ibadah mahdhah
maupun muamalah.
[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 242
[2] Daniel Sukalele, “Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah”,
dalam wordpress.com/about/pemberdayaan-masyarakat-miskin-di-era-otonomi-daerah
diakses tgl. 25 Juni 2014
[3] Sumodiningrat, Gunawan, Pemberdayaan Masyarakat dan JPS, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama. 1999. h.133-134
[5] Prasojo, Eko, dkk. Laporan Pendahuluan
Penataan Sistem Pengaturan Tatalaksana Perijinan Bidang Perekonomian,
Menpan RI dan Pusat Kajian Pembangunan Administrasi Daerah dan Kota Fisip UI.
2004., hal 11
[6] Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh al-Iqtishādi Li
Amīril Mukminīn Umar bin al-Khattab, diterjemahkan oleh H. Asmuni Sholihan
dengan judul Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab (Cet.I; Jakarta:
Khalifah, 2006), h. 396-399.
[8] Mardi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang
Ekonomi, (Yogyakarta: Adiyana Press, 2000), hal 1-2
Komentar
Posting Komentar